Matahari telah menampakkan sinarnya, Anjeli dan Mirza sudah siap untuk melakukan kegiatannya masing-masing. Hari ini Anjeli akan pergi ke kampus. Mahasiswi berumur dua puluh satu tahun dan sekarang menjalani semester enam jurusan manajemen itu, telah siap menunggu Mirza. Laki-laki berusia dua puluh empat tahun itu telah rapi dengan kemeja berwarna biru tua lengkap dengan dasi dan celana bahannya.
"Sudah siap An?"
"Sudah dari tadi mas. Tidak ada yang ketinggalan?"
"Sepertinya tidak."
"Ya sudah ayo kita berangkat. Mirza membukakan pintu untuk Anjeli. Lalu dia bergegas untuk masuk ke dalam mobil dan mengemudikannya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mengamati mereka dari kejauhan.
"Oh rupanya itu ya istri Mirza?" Seseorang itu bersama anak laki-lakinya, segera pergi mengikuti mobil Mirza. Tujuan awal Mirza adalah mengantar Anjeli ke kampusnya pun diikutinya. Seseorang itu pun akhirnya tahu kampus Anjeli.
"Hati-hati ya Mas. Kalau sudah sampai di kantor nanti hubungi aku ya."
"Iya, An. Yang semangat ya belajarnya. Nanti pulangnya naik taksi tidak apa-apa kan?"
"Tidak apa-apa, Mas."
Anjeli melambaikan tangan kearah suaminya. Ia menunggu sampai mobil Mirza menjauh. Perempuan yang terbiasa mengenakan gamis longgar dan khimar yang lebar pula itu pun melanjutkan langkahnya menuju ke gedung tempat ia kuliah hari ini. Perkuliahan akan dimulai setengah jam lagi. Sambil menunggu, Anjeli membaca buku di Gazebo dekat dengan gedung perkuliahannya."Assalamualaikum An," sapa Romi saat mereka berdua duduk di kursi bersebelahan.
"Waalaikumsalam. Eh Romi. Ada apa Rom?"
"Ah enggak. Aku hanya ingin mengobrol saja."
"Kamu sudah mengerjakan tugas pak Heri? "
"Sudah dong."
"Alhamdulillah kalau begitu."
"Maaf An.. Bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?"
"Boleh.. Mau tanya apa Rom?"
"Sejak kapan kamu menikah dengan Mirza?"
"Kurang lebih enam bulan yang lalu. Memangnya kenapa Rom?"
"Bagaimana ceritanya kamu bisa kenal dengan Mirza? Bukankah dia jauh dari kata imam yang sholeh?" Ucap Romi sedikit ragu. Anjelipun terkejut dengan pertanyaan Romi.
"Mungkin Mas Mirza nemang jauh dari kata Sholeh. Tetapi setiap manusia tidak ada yang sempurna. Dan aku yakin Mas Mirza pasti akan berubah. Aku tidak melihat dia dari keburukan yang dia lakukan, tetapi aku melihat kebaikan dan ketulusan hatinya."
"Kalau dia bukan laki-laki yang kaya raya, mungkin kamu tidak akan mengatakan seperti itu kan?"
"Apa maksudmu Rom?"
"Semua orang juga sudah tahu siapa itu Mirza. Anak pengusaha kaya raya yang mungkin kekayaannya tidak akan habis tujuh turunan. Meski Dia mempunyai berbagai macam keburukan tetap saja kamu bisa melihat kelebihannya. Tetapi jika Mirza itu bukan anak orang kaya, apakah kamu masih bisa melihat Mirza dari kelebihannya?"
Anjeli merasa tidak nyaman dengan perkataan Romi yang setengah menyindirnya. Ucapan Romi seakan-akan menganggap Anjeli adalah perempuan yang materialistis. Awalnya Anjeli menerima Mirza memang karena uang. Tapi bukankah perjanjian mereka itu saling menguntungkan? Anjeli rela untuk dinikahi Mirza karena Mirza ingin membahagiakan ibunya di detik-detik terakhir hidupnya. Sedangkan Anjeli melakukan semua itu karena ingin menolong ibunya yang tengah sakit. Apakah seperti itu juga disebut matrealistis? Sedangkan apa yang dia lakukan semata-mata hanya untuk membahagiakan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) SINCERITY OF LOVE
RomanceFOLLOW DULU YA BIAR BISA BACA SELURUHNYA #1 cintasatumalam 07/06/20 Apa jadinya jika kamu diajak menikah dengan orang yang tiba-tiba datang padamu malam itu juga. Secara tidak langsung, dia telah memaksamu mencintainya saat itu juga. Anjeli, gadis...