AKHIR PERJALANAN (END)

19K 498 73
                                    

Gundukan tanah itu masih belum sepenuhnya kering. Kisah laki-laki yang tulus mencintai hingga akhir hayat itu masih akan terus dikenang meski jasadnya kini telah berada di dalam pusara. Romi kini telah tiada. Sudah satu minggu sejak kepergiannya, Anjeli dan Mirza selalu mengunjungi makamnya setiap hari. Dan sejak saat itu, Anjeli terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa bersalah atas meninggalnya Romi. Setiap hari Mirza harus menuruti keinginan istrinya untuk berziarah ke makam Romi. Dan setiap hari Mirza selalu mendengar perkataan yang sama. 'Aku yang menyebabkan Romi meninggal, Mas.'

Mirza sampai tak tega melihat Anjeli yang kelihatan tak bersemangat sejak kepergian Romi. Bukan karena dia mempunyai perasaan lebih pada Romi, tapi bayangan bagaimana Romi ambruk dengan darah bercucuran di depan matanyalah yang membuat Anjeli trauma.

"Rom, maafin aku ya. Kalau saja aku dengar apa katamu. Mungkin kamu masih hidup sekarang." Anjeli mengusap batu nisan, menuangkan air di atas pusara dan menabur bunga.

"Romi pasti sudah memaafkanmu, An. Kamu jangan sedih lagi ya. Romi pasti akan sedih melihatmu seperti ini." Anjeli mengangguk. Mirza membawa Anjeli pulang setelah melihat tubuh istrinya yang tampak gemetaran.

LIMA BULAN KEMUDIAN

lima bulan ini Mirza dan Beni telah mengurus semuanya. Mulai dari menyelesaikan hutang kedua kakaknya, lalu menyelesaikan semua urusan dengan Pak Aji. Dan kini perusahaan Mirza telah kembali ke tangannya lagi. Biarpun seperti itu dia terpaksa harus menjual separuh asetnya untuk membayar hutang kedua kakaknya. Mirza dengan ikhlas menjadi penjamin hutang kedua kakaknya. Jika tidak, maka kedua jenazah kakaknya tidak bisa dimakamkan.

Harta tidak dibawa mati. Semua yang terjadi dalam hidup Mirza membuatnya kini tidak melulu mengejar harta duniawi. Menjadi manusia yang bermanfaat jauh lebih besar pahalanya di sisi Allah. Meski kini perusahaannya tak sebesar dulu, setidaknya kini jauh lebih tenang dari pada dulu.

Keberadaan Anjeli di sisinya jauh lebih berharga ketimbang harta sebesar apapun. Istri yang awalnya hanya untuk membahagiakan ibunya, kini juga menjadi seseorang yang membahagiakannya. Yang begitu berarti untuknya.

"Mas, aku ikut ya. Aku mau lihat kamu menggunting pita," Anjeli yang tengah hamil sembilan bulan dan sebentar lagi melahirkan, ngotot ingin ikut serta dengan sang suami yang hari ini meresmikan pabrik perakitan mobil barunya.

"Iya, apa sih yang enggak buat istri mas tercinta."Sambil merangkul istri cantiknya dia berjalan masuk ke dalam mobil mewahnya yang baru saja ia beli. Tangan dingin Mirza memang tak perlu diragukan lagi. Dengan otak bisnisnya yang encer, dia berusaha untuk memaksimalkan harta yang masih tersisa. Dan dengan kegigihannya akhirnya dia bisa membangun pabrik baru. Pabrik barunya ini nanti akan memproduksi mobil berbahan bakar ramah lingkungan yang merupakan terobosan barunya.

Kali ini dia tak perlu lagi obat-obatan haram untuk mendukung pekerjaannya. Obatnya saat ini adalah dukungan istrinya yang selalu menyambutnya saat pulang dengan wajah berseri. Lalu ketenangan hidupnya ia peroleh juga dengan salat dan sedekah.

Mirza keluar dari mobil dengan menggandeng istrinya. Di lokasi peresmian sudah banyak tamu undangan yang hadir. Juga media yang akan meliput. Banyak orang yang berharap mobil berbahan dasar non fosil ini bisa diproduksi secara massal di kota yang tinggi angka polusinya seperti kota yang Mirza tempati. Dan kali ini Mirza melihat peluang itu untuk produk barunya.

Semua media elektronik dan cetak meliput peresmian itu. Mereka ingin memperkenalkan CEO perusahaan otomotif yang sekarang banyak dibicarakan orang karena menciptakan mobil dengan bahan bakar hidrogen(air).

"Mas, aku mau buang air kecil nih." Anjeli memang lebih sering buang air kecil sejak kandungannya semakin membesar.

"An, kamu diantar Beni ya. Soalnya acara mau dimulai."

"Iya Mas."

"Ben, tolong antarkan Anjeli ke toilet ya."

Mirza tampak gagah dengan balutan kemeja biru laut dilapisi Jas warna hitam dengan celana warna hitam. Dari kejauhan muncul seseorang yang sedang mengamatinya. Dia memang menunggu momen ini. Sudah lama dia mencari Mirza, namun semua orang mengatakan Mirza sudah bangkrut. Dia pun menjauh. Tapi saat sekarang Mirza kembali berjaya, dia ingin kembali lagi di kehidupan Mirza.

"Hai Za," Seorang wanita cantik dengan dress selutut berwarna merah dan bagian pundak yang terbuka, memakai sepatu hak tinggi dan tas tangan branded, membuatnya terlihat berkelas. Dia mengulurkan tangan pada Mirza tapi lelaki itu hanya menangkupkan tangannya. Merasa uluran tangannya tak ditanggapi, Alea pun menarik tangannya kembali. Merasa malu karena kehadirannya mengundang keingintahuan media.

"Ngapain kamu ke sini? sepertinya aku tidak pernah mengundangmu, Lea."

"Aku datang atas inisiatif sendiri. Barangkali kamu butuh pendamping yang setara denganmu agar tidak mempermalukanmu di depan banyak orang," ucap Alea dengan santai.

"Kalaupun aku butuh pendamping, dia pasti adalah istriku. Istriku tak diragukan lagi kecantikan luar dalamnya. Lalu alasan apa yang membuatku malu? Dialah yang setara denganku."

"Kamu butuh pendamping yang berkelas, Za. Bukan seperti istrimu yang kampungan."

"Siapa bilang dia kampungan. Kamu jangan hina istriku. Dia adalah wanita paling cantik dan baik. Jadi jangan pernah usik rumah tangga kami," Mirza mengatakannya dengan lirih dengan nada penekanan. Meski dia ingin sekali membentak Alea yang sudah berani menghina istrinya.

"Mas, aku sudah selesai." Anjeli tiba-tiba saja datang dan melihat kebersamaan Mirza dan seorang wanita sexy. Anjeli merasa cemburu karena wanita itu lebih cantik darinya. Apalagi tubuhnya yang langsing seperti seorang model membuat Anjeli minder karena membandingkan dengan tubuhnya sendiri yang naik sepuluh kilo sejak hamil.

"Halo sayang. Kenalin ini Alea. Dia teman lamaku. Alea, ini Anjeli istri tercintaku. Bagaimana? cantik kan istriku?" Mirza merangkul Anjeli mesra di depan Alea. Perempuan itu jadi kesal, karena ternyata istri Mirza sangat cantik, setelah didandani seperti ini. Busana tertutupnya membuat auranya terpancar. Yang ia pakai tidak ada yang branded. Tapi terlihat pas dan berkelas. Alea pun meninggalkan Mirza dan Anjeli dengan perasaan marah. Dia merasa sangat dipermalukan. Apalagi wajahnya sebentar lagi akan ada di berbagai media elektronik.

Mirza dan Beni tertawa melihat kepergian Alea. Sedangkan Anjeli nampak kebingungan. Tadinya ia ingin marah pada Mirza. Tapi melihat sikap Mirza yang membanggakan dirinya di depan Alea, membuat Anjeli tidak jadi marah.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi para tamu undangan sekalian. Pada kesempatan kali ini saya ingin meresmikan pabrik baru saya. Yang akan khusus merakit mobil berbahan bakar hidrogen. Semoga dengan produk baru ini, bisa mengurangi tingkat polusi yang ada di Indonesia." Semua yang hadir bertepuk tangan atas ide Mirza yang ingin membuat konsep mobil seperti ini dengan skala besar. Mirza sudah bekerja sama dengan pabrikan Jepang untuk membuat produk barunya ini.

Mirza dan Anjeli bersama menggunting pita sebagai penanda diresmikannya pabrik baru mereka. Mereka sangat bahagia. Allah tidak akan mendzolimi hambanya yang sabar dan ikhlas. Apalagi Mirza yang selama ini begitu menyayangi orangtua sampai akhir hayat mereka, dan juga baktinya pada sang ibu mertua yang tak perlu diragukan lagi.

"Terimakasih atas semuanya, An. Aku mencintaimu. Dan semoga kita selalu bahagia selamanya."

"Aamiin.. Makasih untuk semuanya ya, Mas. Aku juga sangat mencintaimu." Mirza mengecup kening istrinya di hadapan banyak orang. Berharap setelah ini kehidupan mereka akan selalu harmonis hingga akhir hayat.

****THE END****

Perlu extra part ga ya?

Yuk ceritakan kesan kalian setelah membaca novel ini? Pesan apa yang bisa kalian ambil?

(TAMAT) SINCERITY OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang