Mirza menyuapi Anjeli hingga makanan itu habis tak bersisa. Sebenarnya Anjeli tidak ingin makan. Tetapi dia menghargai suaminya yang begitu peduli padanya. Dia tidak mau menyia-nyiakan makanan yang sudah dibeli oleh suaminya. Mengingat saat ini mereka memang dalam keadaan susah. Jadi Anjeli berusaha jangan sampai membuang-buang makanan meskipun rasa mual begitu menyiksa dirinya.
"Mas Mirza kenapa diam saja? kenapa mas tidak ikut makan?"
"Tidak apa-apa, An. Aku hanya merasa bersalah sama kamu. Di saat kamu hamil, justru aku tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu."
"Sudah Mas, jangan bilang seperti itu. Apa yang Mas berikan saat ini sudah lebih dari cukup buatku. Seperti yang aku bilang kemarin, kita masih jauh lebih beruntung karena bisa tinggal di rumah seperti ini dan tidak sampai terlunta-lunta di jalan. Kita harus ingat begitu banyak orang yang ada di bawah kita. Yang tidak seberuntung kita."
"Iya kamu benar Anjeli. Terima kasih kamu sudah mengingatkan Aku."
"Ya sudah kalau begitu sekarang Mas Mirza makan ya. Atau mau aku suapin?"
"Tdak perlu, An. Aku bisa makan sendiri. Kamu istirahatlah sana."
"Masa habis makan terus tidur Mas? aku senderan saja ya sambil menemani Mas Mirza makan."
"Baiklah kalau begitu." Mirza tersenyum melihat Anjeli tersenyum menatapnya.
Perlahan Mirza menghabiskan makanannya. Walaupun rasanya tidak berselera, tapi dia harus tetap sehat agar dia bisa menjaga Anjeli dengan baik. Anjeli dan calon bayi mereka sangat membutuhkannya saat ini.
"Mas maaf, ngomong-ngomong apa rencana Mas Mirza setelah ini? "
"Sepertinya aku akan membuka tempat cuci motor dulu, An. Besok aku akan mencari lokasi yang tepat dan strategis untuk membuka usahaku ini. Aku benar-benar harus memikirkannya dengan baik. Jangan sampai modal yang tinggal sedikit ini, melayang begitu saja karena aku salah mengambil peluang. Yang aku butuhkan saat ini adalah usaha yang setiap harinya bisa menghasilkan uang. Setiap hari pasti ada saja orang yang mencuci motornya bukan? Jadi Mas kira tempat cuci motor sangat bagus untuk kita saat ini. Nanti jika usaha ini bisa berkembang, aku akan mengembangkannya lebih besar lagi. Menjadi tempat cuci mobil. Tetapi saat ini yang penting kita punya pemasukan setiap harinya. Untuk mencukupi kebutuhan kita setiap hari."
"Iya Mas aku setuju. Kalau soal bisnis, Mas Mirza tidak perlu diragukan lagi. InsyaAllah pasti akan ada jalan."
"Sebenarnya aku ingin membuka tempat cuci mobil juga An. Tetapi aku khawatir modalnya tidak akan cukup. kemarin aku sempat berpikir untuk meminjam uang di bank dengan sertifikat rumah ini. Bagaimana menurutmu?"
"Jangan Mas. Jangan pernah berhubungan dengan riba. Kita syukuri saja apa yang kita punya. InsyaAllah itu akan lebih berkah. Tidak masalah jika memulai sesuatu dari modal yang kecil. Yang penting jangan mencampur modal kita dengan debu-debu riba. Yang ada usaha Mas bukannya tambah berkembang tetapi malah jatuh nantinya. Banyak kok orang tua temen-temenku yang ada di kampus seperti itu. Dan setelah aku tanya permasalahannya rata-rata sama yaitu mereka meminjam uang di bank untuk menambah modal mereka."
"Tapi dulu almarhum Ayahku juga meminjam uang di bank, tetapi beliau bisa sukses."
"Bisa jadi itu adalah istidraj Mas. Yaitu jebakan berupa kelapangan rizki padahal orang tersebut melakukan maksiat terus-menerus. Allah jelas-jelas mengharamkan riba. Tetapi jika seorang hamba memakan riba, tetapi dia terus diberikan kelapangan rezeki oleh Allah, bisa jadi itu adalah jebakan yang diberikan oleh Allah. Hal yang seperti itu yang harusnya kita takuti, Mas. Nantinya orang tersebut akan merasa lebih jauh lagi dari Allah. Justru ketika kita ditegur dengan usaha yang jatuh, itu artinya Allah menyayangi kita. Karena Allah masih peduli kepada kita. Dan ingin kita meninggalkan keburukan itu."
"Apakah yang terjadi padaku saat ini adalah bentuk rasa cinta Allah kepada ku? Karena selama ini usaha Ayahku memang melibatkan perbankan konvensional untuk menjalankan bisnisnya."
"Iya bisa jadi. Jika kita selalu khusnudzon sama Allah, berpikirlah seperti itu. Mungkin Allah sedang membersihkan harta Mas. Nanti coba rasakan ketika Mas Mirza mengelola harta yang bersih dari riba. Pasti akan terasa lebih menentramkan."
"Terima kasih ya, An. Sekarang pikiranku mulai terbuka. Dan mulai saat ini aku ingin semakin mendekat kepada Allah. Aku ingin memperbaiki shalatku, dan ibadahku yang lain. "
"Iya Mas. Alhamdulillah aku sangat bersyukur jika Mas bisa berpikiran seperti itu. "
"Sekarang kamu istirahat ya. Nanti sore mas ajak kamu pergi mencari lokasi yang bisa kita sewa untuk membuka cuci motor."
"Iya Mas aku tidur dulu ya." Anjeli akhirnya tertidur, untuk menghilangkan rasa pening di kepalanya yang sedari tadi ia rasakan.
Mirza memandangi wajah istrinya yang sedang tertidur. Dia mengusap lembut pipi Anjeli. Lalu mencium keningnya. Perempuan yang ada di depannya ini adalah wanita yang sungguh mulia hatinya. Tidak salah dia memilih Anjeli menjadi pendamping hidupnya. Memang benar kata almarhumah ibunya, jika ingin mencari seorang istri, carilah istri yang sholihah. Karena wanita yang sholihah, akan selalu ada di sampingmu baik suka maupun duka. Dan terbukti seorang Anjeli yang dia lihat dari penampilan luarnya yang tertutup, nyatanya hatinya pun begitu mulia. Mirza merasa bersyukur, karena ujian yang dia dapat saat ini membuat dia semakin mendekat kepada Allah. Dia akan menuruti apa kata Anjeli. Dia akan berusaha untuk menghindari apapun terkait riba.
Sore harinya Mirza mengajak Anjeli mencari lokasi yang cocok untuk dia memulai usaha yang baru. Pertama-tama dia akan menyewa tempat terlebih dahulu, dia akan mencari lokasi yang strategis agar usahanya bisa cepat berkembang.
"Mas, kenapa tidak membuka cucian motornya di rumah saja? Bukankah rumah kita juga ada di tepi jalan raya?"
"Jalan di depan rumah kita itu memang lebar. Tetapi lokasinya tidak strategis. Aku mencari lokasi yang dekat dengan keramaian misalkan kantor atau sekolah atau kampus. "
"Oh begitu ya Mas? Ya sudah terserah Mas saja. Mas tentu akan lebih paham lokasi yang strategis itu seperti apa."
Lama mereka berkeliling untuk mencari tempat yang cocok. Tetapi tidak juga ada yang sesuai dengan keinginan Mirza. Kalaupun ada harga sewanya tidak cocok dan akhirnya mereka harus mencari sampai hari menjelang petang.
"Mas, Kenapa tidak buka di lingkungan kampusku saja? Sepertinya di sana banyak tempat yang disewakan."
"Oh boleh juga itu, An. Di lingkungan kampus tentu akan banyak peminatnya. Karena mahasiswa jarang yang mencuci motornya sendiri."
"Ya sudah Ayo kita cari di sana saja." Mirza melajukan mobilnya menuju ke kampus Anjeli. Mereka mencari tempat yang cocok untuk usaha cuci motor Mirza. Setelah beberapa menit, akhirnya mereka menemukan lokasi yang tepat. Tidak terlalu dekat dengan kampus, tetapi berada di tepi jalan raya dan dekat dengan tempat yang padat kost mahasiswa.
"Sepertinya itu cocok untuk dijadikan tempat cuci motor Mas." Anjeli menunjuk salah satu toko yang bertuliskan dikontrakkan.
"Iya An, aku akan bertemu dengan pemiliknya. Siapa tahu harga sewanyanya sesuai dengan kantong kita."
"Iya Mas. Dicoba saja."
Mirza keluar dari mobil diikuti oleh Anjeli. Dia mencari pemilik toko tersebut untuk bernegosiasi. Setelah bertemu dengan pemiliknya, ternyata harga sewanya terjangkau bagi Mirza. Anjeli merasa senang, karena langkah pertama mereka sudah tercapai.
"Alhamdulillah. Allah memudahkan keinginan kita. Semoga tempat ini nantinya membawa berkah untuk kita ya, An."
"Aamiin. Semangat ya Mas. Aku akan selalu mendukungmu."
"Terima kasih. Berkat dukunganmu aku bisa tegak berdiri untuk menghadapi semua ini."
"Itulah yang namanya suami istri. Kita harus saling menguatkan satu sama lain mas." Mirza menatap haru kearah istrinya yang menurutnya adalah sosok bidadarinya di dunia.
*********
Jangan Lupa Vote dan Commentnya ya kak. semoga kita bisa mengambil pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) SINCERITY OF LOVE
Roman d'amourFOLLOW DULU YA BIAR BISA BACA SELURUHNYA #1 cintasatumalam 07/06/20 Apa jadinya jika kamu diajak menikah dengan orang yang tiba-tiba datang padamu malam itu juga. Secara tidak langsung, dia telah memaksamu mencintainya saat itu juga. Anjeli, gadis...