15. Emergency

148 24 7
                                    

Chapter 15: Emergency

Enjoy!

Kim Jongnam terus menggeliat kesakitan di tempatnya saat ini. Lantai dingin tak mampu lagi dirasakannya. Tubuh tuanya yang sudah renta dan rapuh habis disiksa sedemikian rupa. Ia dibiarkan menderita tanpa diijinkan untuk mati oleh pemukul di depannya. Belum lagi ketika ia harus tersungkur sambil memandangi tubuh adik kandungnya yang sudah mendingin.

Tetapi Jongnam tidak pernah menyesali keputusannya hari ini. Dendam kesumat yang ia bawa sejak muda terhadap keturunan Seo sialan itu memanglah bukan dendam yang semudah itu padam. Keluarga Seo yang berhasil menghancurkan keluarganya dan mereka pantas mendapatkan yang setara.

.

Jongnam muda tidak akan lupa bagaimana ayah dari Kwangho, Seo Heojun, berani memperkosa ibunya dalam kondisi tidak sadarkan diri tepat di depan batang hidungnya. Padahal, ibunya saat itu sedang mengandung adiknya. Dan bodohnya lagi, ayah Jongnam yang pemabuk itu mengetahui perihal itu tetapi sama sekali tidak mengambil tindakan apapun.

Akibat dari pemerkosaan itu membuat ibu Jongnam begitu stres sepanjang kehamilan, diceraikan oleh ayahnya sendiri yang tentu sama brengseknya dengan Heojun. Ia ingat bagaimana ibunya menderita sejak pengadilan mengetuk palu perpisahan.

Jongnam harus hidup terlunta-lunta di jalan bersama seorang wanita hamil yang akhirnya meninggal dunia setelah melahirkan Lia, adiknya. Jongnam merasa tidak terima, ia mencari tahu semuanya. Ia menemukan bahwa ayahnya sendiri yang menjual isteri satu-satunya itu kepada Heojun demi sepucuk uang. Dan ayah brengsek itu berani menceraikan ibunya?

Jongnam muda tak habis pikir. Ia bertekad untuk membalaskan semuanya. Ia belajar keras dan memanjat jalannya sendiri untuk menjadi 'teman' sepermainan dari Seo Kwangho yang kelewat polos dan bodoh. Beruntung baginya karena si Kwangho tak pernah menyadari ataupun menyelidiki identitas Jongnam hingga sedalam itu. Pria bodoh yang mudah dimanipulasi seperti itu bukanlah lawan yang sebanding dengan Jongnam yang sudah memakan asam dan garam kehidupan.

Seo Heojun mungkin termasuk ke dalam daftar orang beruntung karena meninggal muda akibat penyakit yang dideritanya. Padahal Jongnam belum sempat membalas dendam. Tetapi ia tak berhenti disitu, targetnya berganti dengan mudah. Seo Kwangho. Tak akan Jongnam biarkan pria itu hidup bahagia.

Dirinya dan Lia pada akhirnya berhasil keluar dari jurang kemiskinan dengan memanfaatkan kebaikan Kwangho yang dengan senang hati membantu mereka berdua. Adiknya yang tak pernah ia kenalkan pada Kwangho, ia tempatkan di perusahaan lawan. Pion penting ia pasang dalam proyek balas dendam yang dimainkannya.

Kemudian, jangan tanyakan dimana ayah Jongnam dan Lia. Pria biadab itu sudah dibunuhnya sejak lama, Jongnam berbaik hati membiarkan ia pergi ke neraka lebih dulu dan menderita di sana.

.

Jongnam terkapar tak berdaya, rasa sakit membuat dirinya bahkan tak sanggup lagi untuk berteriak atau menggeliat. Hampir seluruh tulang yang ia miliki mungkin sudah patah sekarang. Jongnam tidak pernah menyesal dengan apa yang ia perbuat. Setidaknya ia berhasil membuat Kwangho dan keluarganya hancur dan tercerai-berai. Sama seperti keluarganya.

Ia tertawa gila. Matanya sudah berkunang-kunang dan kepalanya terasa ringan. Jangan berpikir kalau dendamku akan padam disini. Selamat menikmati hadiah terakhir yang aku tinggalkan, Seo, batinnya sebelum menutup mata untuk selama-lamanya.

.

.

Lee Changsub sudah sampai di Jeju dan menjelaskan semuanya kepada sang ibu, yang tentu saja membuat wanita paruh baya itu kembali menangis. Changmi menyadari kalau ternyata cintanya lah yang terlalu rapuh. Dirinya yang terbutakan oleh amarah dan dengan sadar menyebabkan kedua anak kembar kesayangannya tak memiliki keluarga yang lengkap. Cintanya pada Kwangho yang dikalahkan oleh logika yang ternyata salah.

Changmi begitu menyesal. Namun, nasi telah menjadi bubur. Putra-putranya sudah besar dan berdiri sendiri-sendiri sekarang. Bahkan mereka saling membenci satu sama lain. Apakah mungkin baginya memutar-balikkan keadaan?

"Bu, aku sudah bertemu dengan hyung."

Changmi kembali ke alam nyata setelah pergulatan berat di batinnya oleh karena pernyataan yang dikeluarkan oleh Changsub, "Kau, apa? Apakah kalian tak apa? Apakah kalian bertengkar?" tanya Changmi khawatir.

"Tidak, bu. Kali ini kau tidak perlu khawatir. Aku dan hyung sudah berbaikan sekarang," jawab Changsub ringan sambil memegang tangan ibunya. "Bu, aku memang membenci kalian. Ayah dan ibu," lanjutnya lembut yang membuat Changmi kembali meneteskan air mata. Ia memang pantas untuk dibenci.

"Tapi, Bu. Kupikir tak adil jika membenci kalian sekarang. Toh tanpa perpisahan itu, mungkin sekarang aku tidak akan berdiri sebagai direktur dua perusahaan," ucap Changsub kemudian dengan tenang, "belum terlambat, Bu. Kita berempat masih bisa bersama, tapi semua harus bergantung pada ayah dan ibu untuk memperbaiki itu." kata Changsub lagi dengan tekad yang tegas. Matanya menyala-nyala, "Bu, ikut aku ke Seoul dan bertemu ayah, ya?"

Changmi masih meragu, ragu apakah sang suami masih mau menerimanya kembali atau tidak. Terutama karena ia-lah yang pertama kali memutuskan hubungan mereka. "Apakah aku bisa?"

"Tenang saja, Bu. Aku akan selalu berada di sisimu. Kita pasti bisa," Changsub mengatakan itu sambil mengelus-elus lengan atas ibunya, menenangkan. "Kita pasti bisa kembali seperti dulu," ucapnya penuh keyakinan.

.

.

Di Seoul, Seo Eunkwang mengendarai mobilnya cepat menuju gedung Seo Group setelah membuang Jongnam di kawasan pabrik tak terpakai itu. Telepon dari kantor pusat membuat Eunkwang merasa jantungnya berdebar lebih kencang seratus kali lipat. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya.

"Bagaimana mungkin bisa sampai sejatuh itu?"

Eunkwang bertanya dengan nada membentak penuh kemarahan sekaligus kekhawatiran, "Apa maksudmu hutang kita bertumpuk dan tak bisa dibayar? Kemana saja uang perusahaan? Hah?"

Ia akui dirinya yang belakangan sibuk untuk mencari tahu kebenaran tentang perpisahan ayah dan ibu, Lia Kim, hingga Jongnam, membuat Eunkwang menjadi lengah dan lupa memantau kondisi perusahaan.

"Aku tak mau tahu, kalian harus menyelidikinya sampai ke akar. Sebentar lagi aku akan tiba di kantor dan kita akan rapat secepatnya."

Eunkwang menginjak pedal gas lebih dalam, membelah jalanan sore Seoul yang padat. Ia menyetir dengan pikiran yang bercabang. Otaknya dipaksa untuk berputar keras, menyatukan satu demi satu potongan kemungkinan yang menyebabkan saham perusahaannya jatuh hingga seperti itu. Belum lagi, hutang yang tiba-tiba saja menumpuk.

Dugaannya mengarah ke satu orang, Kim Jongnam. Tapi bagaimana bisa? Eunkwang sudah mengawasi pergerakan Jongnam selama beberapa hari terakhir dan ia bahkan tak keluar dari rumahnya seperti pengecut. Eunkwang kembali berpikir keras dan akhirnya pikirannya tertuju ke satu nama.

Eunkwang menyambungkan telepon kepada satu orang lagi. Tangannya tak berhenti memutar kemudi mobil dan memacu kendaraannya cepat, ketika telepon diangkat, Eunkwang bicara tanpa basa-basi.

"Changsub-ah."

"Ada apa hyung?"

"Kondisi memburuk. Perusahaanku dalam bahaya besar. Sepertinya rencana berikutnya harus segera kita laksanakan. Segera kau urus Kim Jongri itu."

"Bahaya apa maksudmu? Aku baru saja akan kembali ke Seoul bersama ibu."

"Ibu? Jangan dulu! Sebaiknya kau tahan ibu di Jeju. Kondisi di sini belum aman. Jongnam dan Lia mungkin sudah kita bereskan, tetapi masih ada satu tikus lagi yang berbahaya. Lebih baik kau perintahkan anak buahmu berjaga juga di rumah ibu."

"Hyung, bisa kau jelaskan dulu keadaan di sana? Untuk ibu, tentu saja aku akan melakukan seperti yang kau bilang."

"Aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Oh iya, jika boleh aku meminta tolong untukmu menurunkan anak buah tambahan untuk berjaga di tempat ayah. Sebagai pencegahan saja," ujar Eunkwang sebelum menutup telepon.

"Dasar Kim sialan!" ujar Eunkwang, geram.

T.B.C

-changsub's wifey-

FATE [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang