❝Takdir akan membawamu pulang. Nyatanya, aku bukan hanya sekedar satu diantara ratusan fasemu, bukan?❞
-@ssweetestplumm
p.s ini jatohnya teenfic sekaligus fanfic. kalian mesih bisa baca tanpa tahu prettymuch!
Highest rank :
#6 in boyband
#1 in prett...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
hope you enjoyed <3
challenge : komen emoji '🗿' setiap lo pengen ngomel ngomel pas baca chapter ini!
•
Malam itu, Zion bercerita bahwa ia sedang didekati oleh seorang remaja seumuran dengannya.
Tapi, katanya, Zion tidak mau berkomunikasi dengan gadis itu lagi.
"Serius deh, Yi, gue enggak demen cewek kayak gitu!" tegasnya lewat telepon kaleng, menolak untuk menjawab pertanyaanku mengenai siapa nama sang puan.
Melihat Zion kesal (yang menurutku salting), senyumku kutahan. "Emang kenapa sih?"
"She's just too.. LA-ish. Gue jauh-jauh ke Indonesia ngapain ujung-ujungnya sama american wannabe?"
Mendengar kata 'american wannabe' dari mulutnya, perutku seketika geli. Dasar Zion aneh.
"Yah, lo enggak mau ngasih kesempatan, gitu?"
"Nggak mau ah."
"Yakin?"
Zion terdiam. Kali ini ia menunjukkan wajah tidak suka.
Apa aku kelebihan bicara?
"Besok senin," ia berdeham, mengalihkan topik. "Lo mending bobo gih."
Aku bohong kalau aku bilang aku tidak merasa sedih saat Zion ingin sambungan telepon kaleng kami cepat berakhir. Apalagi besok hari pertama sekolah, bukankah baiknya aku membuat moodnya bagus dulu malam ini?