❝Takdir akan membawamu pulang. Nyatanya, aku bukan hanya sekedar satu diantara ratusan fasemu, bukan?❞
-@ssweetestplumm
p.s ini jatohnya teenfic sekaligus fanfic. kalian mesih bisa baca tanpa tahu prettymuch!
Highest rank :
#6 in boyband
#1 in prett...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•
MENGECEWAKAN Aubrey adalah hal yang paling Zion takutkan disaat-saat sebelum ia pergi. H-1. H-1 sebelum besok subuh ia dan keluarganya berangkat ke Bandara Soetta. Hari ini adalah kesempatan terakhirnya untuk meminta maaf.
Selang satu jam setelah Aubrey turun dari rumah pohon, Zion berupaya mengajak gadis itu telponan kaleng dengan mengetuk jendelanya dengan cara biasa. Namun yang ada, Aubrey tidak menggubris Zion sama sekali. Padahal Zion bisa melihat jelas bahwa lampu kamar sahabat kecilnya itu mesih bercahaya terang. Ini semua terjadi tadi malam.
Karena kepikiran terus, insomnia Zion malah menjadi-jadi. Hal ini berujung dengan cowok itu bangun-bangun ada di atas karpet sambil peluk dua kaleng yang benang-benangnya memutar di atas perut. Cahaya matahari jam tujuh pagi langsung menusuk-nusuk penglihatannya, membuatnya mau tak mau bangkit dari posisi tidur.
"Ah, fuck." Umpatnya, mengusap-usap matanya yang belum sepenuhnya terbuka.
Zion paling benci jika ini terjadi--ketiduran di atas karpet. Badannya bakalan pegal-pegal seharian karenanya.
Saat Zion menggeser pahanya sedikit, terdengar bunyi 'tung' akibat sebuah benda menggelinding ke lantai, yang awalnya ada di atas tubuhnya. Zion tentu mengalihkan perhatiannya ke benda itu.
Oh, right. Semalaman Zion berusaha menghubungi Aubrey dengan benda itu namun gagal.
Zion meraih si telponan kaleng, dan merangkak ke kolong kasur. Ia lalu menarik sebuah kardus warna-warni dari bawah sana, memasukkan benda di tangannya secara hati-hati.
"Memory box of A and Z," Zion membaca tulisan yang tertera di depan kardus, senyum kecil terlukis di bibirnya. "Might as well return you to her. This is the last time i'm gonna see you anyways."
Sambil merapikan isi kardus penuh kenangan itu, dada Zion sedikit berdesir. Ia tak bisa berhenti memikirkan reaksi Aubrey jika ia benar-benar tidak pulang.
Zion tidak mengakuinya, namun ia tahu, perlahan ia mulai nyaman kembali di rumah lamanya ini. Dengan Aubrey di sisinya, sepeda yang ia pakai keliling komplek, rumah pohon, dan senandung-senandung lucu Mandy yang lebih bebas berbahasa Indonesia.
Berat juga. Zion juga tidak pernah menyangka bahwa sahabat kecilnya itu bisa membuatnya betah berlama-lama disini.
Jemari Zion menyentuh sesuatu yang terselip diantara sekumpulan mainan lama. Awalnya Zion kira kertas apa, taunya sebuah foto Aubrey dengan dirinya yang sedang main ayunan di taman. Kepala Zion botak, ia mengenakan jersey merah, sedang mendorong ayunan yang diduduki Aubrey dengan penuh tenaga. Aubrey tertawa kesenangan.
Melihat foto itu, tanpa sadar, senyum manis Zion terlukis. Hatinya menghangat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.