Saat senja buta, Young kembali menstater motor gerobak di depan rumah. Namun batal ia lakukan, karena Eter sudah kembali dengan sepeda yang lampunya mati menyala.
"Oh, syukurlah," ujar Nenek Unoi lega, lengannya segera datang menyambut.
"Dari mana saja?!" Wajah Young tampak kusut. Antara letih bercampur kesal karena pulang-pulang sudah langsung dapat kabar kalau Eter tak mematuhi perintahnya.
"A-aku dari perpustakaan kota. Ada buku baru."
"Mereka tutup di hari Minggu. Dan kenapa kau memakai anting?" Gawat, Eter memang tidak pintar berdalih. Saat ia berusaha melepas antingnya, Young berdengkus. "Masuklah! Simpan itu baik-baik di laci. Sudah kubilang jangan dipakai ke mana-mana. Nanti kalau dijambret orang baru tahu rasa."
Dengan mulut tertekuk, Eter melewati Nenek Unoi, tumpukan jagung, dan sayur kacang yang digantung di beranda, lalu menemukan Kakek Tiro menyeruput teh di meja. Pria itu kemudian tersenyum lebar, memperlihatkan gusinya yang telah rata. Terkadang Eter sesekali ingin bertukar peran dengannya. Yang bisa begitu mudah merasakan puas. Tak harus menuntut ini itu, ingin ke sini ke situ.
[Subdistrik Dhar-Ad, Raguel Utara, Euthenia | 29 DesemberZ-19]
Kehadiran Shaman Rajev di tenda mengembalikan pikiran Eter ke masa sekarang. "Ada yang ingin kautanyakan?"
Eter menutup bukunya yang sedari tadi tidak ia baca. Ia hanya menghabiskan sepertiga jam untuk melamun. "Ehm, sebenarnya ada yang menggangguku. Apa kau tahu soal krypta?"
Perawan yang tiba-tiba menceletuk soal setan merah dan laba-laba saat pengusiran setan, pastilah Shaman menganggap Eter istimewa. Tak ayal akan keluar pertanyaan semacam itu. "Yang tersembunyi, kalau dalam bahasa kita: Maraikkapatta. Kukira kau sudah banyak berinteraksi dengan mereka?"
"Tidak juga, aku sebetulnya sudah lama berusaha mengabaikan dunia itu."
"Aku menunggu waktu untuk mengajarimu hal ini. Sepertinya, kau sudah siap sekarang."
Eter memundurkan kepala, kalau-kalau Rajev menekan dahinya tanpa peringatan. "Wow, jangan membuatku keluar raga secara mendadak! Tidak lucu kalau aku harus mabuk lagi seperti kemarin."
Rajev tertawa pelan. Mengurungkan niat untuk mengambil ember. "Aku cerita saja kalau begitu. Ada beberapa hal yang tidak tertulis, atau hanya tersirat di dalam kitab-kitab baru. Walaupun tak pernah disebut secara gamblang, maraikkapatta, sebenarnya memegang peranan sangat penting dalam kepercayaan Espiroth. Kau tentu pernah berdoa kepada dewa, bukan?"
"Ya, sudah pasti. Setiap hari."
"Dewa atau dewi kalian sesungguhnya adalah personifikasi dari maraikkapatta." Mata dan alis Eter menegas, sementara Shaman tak berusaha memutus kalimatnya. "Dahulu kala, saat bumi masih berumur cukup muda, dunia manusia belum terpisah dari para maraikkapatta. Kita menempati bumi yang sama, hanya beda realitas. Bagi mereka, kita tampak. Namun bagi kita, Maraikkapatta hanya bisa ditangkap menggunakan indra khusus. Orang-orang berkemampuan sepertimu tidak banyak.
"Pada beberapa kesempatan, maraikkapatta menampakkan diri sebagai makhluk yang kasat mata, seperti kucing, ular, bahkan manusia. Tapi kebanyakan cuma sebatas bentuk eksentrik, awan, asap, bayangan air, atau jejak di batu. Mereka pun bisa memengaruhi benda-benda, mulai dari ujung pensil hingga gunung dan pulau. Manusia menganggap kejadian supernatural tersebut sebagai hal yang sakral. Dan secara otomatis, mengaitkan semua fenomena alam sebagai kekuatan yang digerakkan dari dunia lain. Petir misalnya. Dewa yang paling terkenal: Zeus, Jupiter, Thor, Seth, Indra, Raijin, Chaac. Mereka adalah dewa-dewa yang kadang disetarakan dengan Tuhan. Petir adalah energi primordial, kau tentu masih ingat dengan Qabalah kemarin, bukan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/68093081-288-k765314.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HEXAGON [3] | Sinestesia Indigo ✏
FantascienzaSemesta selalu mampu menyajikan pertanyaan yang jawabannya terdengar fiktif. Namun bagi Eter, memahami diri sendiri sebagai makhluk multidimensi, justru terasa lebih kontradiktif. Kemampuan unik mengalienasinya menjadi individu yang kontraproduktif...