[1] Bintang Impian

90 9 10
                                    

⭐⭐⭐

Ketika tubuh mulai bergeming kaku
Mulutku terkatup membisu
Kedua tangannya menarikku
Menarikku untuk mengikutinya
Tertatih perlahan membantuku berdiri
Saat semua orang menjauhi
Membenci, meninggalkan hinaan

Teruntuk sahabatku, terimakasih
Kaulah penyelamatku.

⭐⭐⭐


Setiap orang pastilah mempunyai impiannya masing-masing. Impian yang kecil atau bahkan impian yang sangat besar. Mereka, orang-orang yang percaya pada impiannya pasti akan selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagian besar dari mereka mengibaratkan impian itu sebagai topangan hidup untuk terus berpijak di atas bumi ini.

Impian adalah tujuan hidup.

Begitulah seorang Arif Alauddin Muhammad memandang impiannya. Pemuda berusia18 tahun yang memiliki segudang impian. Impian yang nantinya akan Arif jemput satu persatu.

Pemuda itu saat ini tengah termenung dikelasnya. Ruangan yang berhiaskan bintang kertas di langit-langitnya ini sebenarnya sudah sepi sejak lima belas menit yang lalu. Lantai-lantai berkeramik putihpun sudah bersih disapu, tidak ada lagi coretan spidol di papan tulis. Semua bangku juga telah dirapikan, diselipkan ke kolong meja kecuali satu bangku di pojok depan itu. Bangku yang kini diduduki oleh seorang Arif yang tengah menopang dagunya di atas meja.

Pemuda itu tak menghiraukan bel pulang yang sudah berbunyi dengan nyaringnya, tak peduli teman-temannya yang mulai meninggalkan ruangan itu satu persatu.
Ia hanya ingin berada disini untuk beberapa waktu yang diinginkannya.

Arif terlihat menikmati kesendiriannya saat ini, ia berganti posisi duduk dan mulai bersandar di bangku kayu yang berwarna coklat itu. Arif mengedarkan pandangan ke seisi ruangan yang dicat crem, otak cerdasnya tengah menyusun puzzel puzzel kenangan selama setahun belakangan kemudian ia tersenyum tipis, orang-orang bahkan tak akan mengira kalau ia sedang tersenyum.

Pemuda dengan tinggi badan 172 cm itu adalah siswa kelas akhir. Ujian Nasional bahkan sudah dihadapinya dua minggu yang lalu. Maka tak heran bukan,jika ia terlihat ingin berlama-lama di ruangan itu. Di salah satu ruangan kelas sekolah yang sudah menjadi tempat Arif menghabiskan masa remajanya selama tiga tahun terakhir.

Dan apa mungkin sebentar lagi dia akan menggapai Canis Majoris-nya? Salah satu bintang paling besar di galaksi Arif, yang direncanakan olehnya akan dijemput setelah pemuda itu berhasil menyelesaikan pendidikan-nya di SMA.

Arif kemudian menghela nafas. Jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Semangat dalam diri Arif lagi dan lagi mulai terbakar. Ia harus bisa menggapai canis majoris-nya. Mana mungkin ia akan melupakan dan mengabaikan begitu saja impian besarnya itu.

Di tengah lamunannya, dari kejauhan sana, Arif bisa mendengar suara langkah seseorang tengah berlari menyusuri koridor. Suara itu semakin dekat menuju ke kelas Arif, hingga akhirnya tampaklah batang hidung orang yang tadi berlari.

"Rif!" Teriak seorang pemuda lain dari arah pintu.

Arif tentu sudah mengenali suara itu. Bagaimana mungkin ia tidak hapal suara pemuda yang sudah menjadi sahabatnya sejak awal masuk Sekolah Menengah Atas. Jika Arif tak bisa mengenali suara itu, maka persahabatan mereka boleh dikatakan gagal.

Arif yang terpanggil-pun dengan cepat menoleh dan menjawab panggilan tadi dengan santai, "Ngapain lo disitu?"

"Nyariin lo lah! Gue sama Dimas udah nungguin lo dari tadi di parkiran." jelas pemuda berkulit putih yang masih setia berdiri di ambang pintu, pada badge seragamnya tertulis 'Arrain Senja'.

Canis MajorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang