3/2/2020

5 0 0
                                    

Maaf, baru balik setelah dua bulan. Banyak hambatan buat bisa balik lagi nulis di sini. Salah satu hambatan terbesarnya adalah mood. Ketika punya problem yang bagus untuk dibahas tetapi moodnya ngga mendukung (pengennya rebahan sambil main hape aja), jadi hasilnya begini, ngga sesuai target dan jadi lama ya selesainya, maafkan daku.

Jadi kali ini, gua mau bahas tentang: 

"Selalu mencari kesalahan orang lain"

Ini terjadi ke diri gua sendiri. Atau bisa dibilang gua korban dan ternyata gua juga pernah ngelakuin tanpa sadar.

Gua selalu dianggap ngga bisa apa - apa kalau di rumah. Selalu dipandang selama di rumah, kerjaan gua yah main hape, tidur, makan. Selain itu ngga ngapa - ngapain. Gua moodyan orangnya, atau males? Kadang - kadang.

Sebenernya gua punya tugas lain di rumah, nyuci dan gosok baju sendiri, nyapu ngepel lantai atas yang bisa dibilang wilayah gua. Untuk masak, yang satu ini gua ngga dikasih kepercayaan untuk sibuk di dapur.

Itu kayaknya salah gua karena ngga pernah terjun setiap mereka masak dan mereka selalu memandang gua lemot, bakal lama kalau masak dan nilai minus lainnya. Maka, gua melipir kalau jam - jam mereka masak untuk makan malam dan sarapan.

Kembali membahas topik. Karena kondisi yang begitu, gua selalu disalahin kalau gua ngga ngelakuin tugas rumah selain yang biasa gua lakuin. Kayak gua ngga buang sampah lantai atas, apalagi ketika gua datang bulan, nyerocos deh. 

Terus masalah ngangkat cucian kalau tiba - tiba hujan atau sudah kering. Atau menyuci keset dan lap di rumah. Atau menyapu teras depan. Keset kaki yang gua singkirin ke tempat yang salah pas gua lagi nyapu pun ikut jadi bahan ocehan.

Masalah gelas yang ngga langsung di cuci setelah dipakai, padahal dipakainya buat sekali minum dan masih bisa dipakai nanti, masalah piring basah yang ngga boleh di deketin dengan piring yang udah kering. Seharusnya gua masukkin dulu yang kering baru taruh yang basah.

Soal lauk yang ngga boleh habis, harus sisain buat adek gua. Padahal kadang adek gua udah makan lebih dulu, kalau ayah gua belum pulang itu bisa jadi alasan. Mengenai pakaian kotoro orangtua yang selalu di taruh di tangga karena keranjang kotornya ada di atas, gua yang kamarnya di atas berkepentingan buat bawa itu ke bawah, kalau ketinggalan sedikit atau males bawa ke atas karena males jemur handuk, kalau yang di taruh di tangga handuk, kena omel.

Tapi ketika gua melakukan semuanya, pasti deh dinyinyirin lagi, dengan kata:

"Tumben"

Atau ketika gua nanya atau nawarin bantuan, dia selalu nolak mentah - mentah. Seperti "Gua aja. Ngapain sih lu tiba - tiba pengen bantuin."

Dari sana gua jadi merasa serba salah.

Gua berfikir kalau mereka bisa mengingatkan gua dengan bahasa yang baik, gua mungkin iba dan jadi tersadar buat merasa bertanggung jawab buat ngelakuin itu. Tetapi dia selalu memperlakuin gua berbeda, jadinya gua juga unrespect dan cuek.

Maaf, tapi itu yang rasain.

Karena ketika gua udah ngelakuin sesuai kemauan dia, hanya beberapa menit kemudian mereka mengungkit kekurangan gua dimata mereka. Capek kan buat ngelakuin itu, walaupun mereka hanya ngomong dan akhirnya mereka sendiri yang ngelakuin.

Kalau nyatanya, mereka merasa ngga dihargain oleh gua karena setiap mereka perintah buat melakukan sesuatu jarang gua respon, gua sebenernya merasa bersalah tapi gimana ya gua sudah melihat banyak perlakuan yang kurang wajar dan berlebihan ke gua dibanding dia memperlakukan ke adek gua.

Kami melakukan kesalahan yang sama, atau terkadang adek gua yang mulai, gua yang kena. Bisa dibilang ini tentang kecemburuan.

Tapi, itu berpengaruh banget.

Dimana dari penilaian gua yang gua merasa di kesampingkan mengenai perlakuan, gua merasa setiap gua sudah melakukan satu hal yang biasa dia ocehkan karena gua ngga pernah mau melakukannya, mereka kaget dan enggan memuji atau mengucapkan kata yang bikin gua dihargai.

Setelah mengatakan "Tumben" beberapa menit kemudian ada lagi yang diungkit, yang menurut mereka seharusnya gua yang mengerjakan dengan segera. Padahal baru saja mereka melakukannya. Tapi masih menyalahkan kenapa bukan gua aja yang mengerjakan.

Oke. Ini memang salah di gua. Salah kenapa gua menunda untuk melakukannya dan setiap mereka pinta gua males ngelakuinnya.

Gua ngerasa mereka buang - buang energi buat ngoceh, terus mereka jadi suudzon dengan gua, mereka jadi merendahkan gua, ngga respect dengan gua, marah - marah dengan kekurangan gua, dan tanpa sadar jadi ngga ikhlas dengan apa yang sudah mereka kerjakan. 

Kalau mereka bisa kerjain sendiri, kenapa harus memaksa orang buat ngelakuin itu dan langsung mengatakan seakan yang sibuk setiap harinya dia doang. 

Jujur, gua capek buat membuat citra gua 'anak baik nan patuh' di keluarga gua sendiri. Masalahnya yang ditekan itu hanya gua doang di rumah. Gua juga semakin sadar gua diperlakukan berbeda di keluarga apalagi sudah menyangkut makanan.

Asal mereka menghargain gua, melihat gua sama dengan adek gua, gua akan tergerak sendiri untuk melakukan semua yang dia pinta tanpa mulutnya berbicara memerintah.

Inti dari problem gua ini adalah ketika gua merasa gua ngga dihargain maka yang gua lakukan unrespect pula dengan orang itu tanpa pandang umur, ini kecuali untuk orangtua ya. Karena tanpa orang tua gua ngga ada dan ngga akan bahagia.

Orang yang menjadi objek disini bukanlah orangtua gua. Anggota di rumah selain orang tua.

------

terima kasih sudah membaca problem gua. Silahkan judge menurut pandangan kalian. Gua ngaku di sini gua juga salah, dan gua punya alasan untuk melakukan itu. Tapi gua juga ingin berubah, mungkin kalian punya saran yang tepat.  


AKSARA LISANWhere stories live. Discover now