prolog

91 15 2
                                    

"Penyesalan adalah hal yang selalu hadir di akhir cerita, yang akhirnya menorehkan sebuah luka derita."

_Ziad syahdan_

Semenjak kepergian dirinya yang aku cintai, Matahari seakan kehilangan cahayanya, dan Dunia terasa begitu muram tanpa cahaya kebahagiaan yang disorotkan dari sang Matahari. sedangkan aku, laksana seorang perompak yang kehilangan petanya tak tau kemana harus melangkah ditengah badai yang siap menghacurkan bahteraku.

Hingga ia datang, bak sebuah pulau kecil yang menawarkan diri untuk sejenak kusinggahi. Namun, dengan pongahnya aku menolak tawaran itu tanpa peduli bahwa dialah sang pulau impian yang telah lama kucari.

*

"Assalamualikum Mas."

Dengan ragu-ragu, Azra mencoba mendekati seorang laki-laki yang sedari tadi terlihat sibuk membaca koran di Ruang tamu. Pernikahan mereka baru berumur tiga hari. Dan sejauh ini suaminya masih selalu menampilkan sikap dingin yang terkadang membuat Azra jengah serta bingung bagaimana ia akan mempertahankan pernikahan mereka yang bahkan masih seumuran jagung. Seandainya bukan karena umi Ratih yang menjodohkan dirinya, Azra tidak akan mau menyetujui pernikahan konyol ini.

"Salam itu wajib dija_"

"Waalaikum salam." Potong Ziad cepat, kemudian beranjak meninggalkan Azra yang kini wajahnya sudah memerah akibat menahan rasa jengkel dari perlakuan Ziad.

Tuhan, apakah salah dan dosaku? Sehingga harus memiliki seorang suami yang sebelas duabelas dengan manusia kutub.

Azra hanya mampu menarik nafas kasar, berusaha meredam gejolak  yang kini sudah menyarangi dadanya.
Entah harus menggunakan cara apalagi agar Ziad mau membuka sedikit hati untuk dirinya. Maski Ia sadar, bahwa cinta Ziad terhadap mantan tunangannya begitu besar dan tak akan mudah untuk tergantikan oleh dirinya, yang hanya berperan sebagai istri diatas kertas tepatnya istri pengganti.

6Aku memang bukanlah dermaga yang kau impikan. Namun, aku hanyalah pulau kecil yang berharap mau kau singgahi.

*

Jam kini sudah menunjukkan pukul 7.02. Azra terlihat sedang sibuk bergulat di dapur, dengan cekatan jari-jarinya yang lentik, memasukkan berbagai bumbu penyedap kedalam masakan yang terlihat mulai menyembulkan uap dengan aroma sedap yang mengundang rasa lapar.
Serta, sesekali ia tersenyum begitu aroma sedap itu mulai merangsang kedalam rongga hidungnya yang mungil.

"Semoga Ziad suka."

Meskipum Ziad tidak pernah menganggapnya sebagai istri, setidaknya Ziad mau memakan masakannya.

Azra mengelap keringat di dahinya dengan jilbab, sebelum benar-benar menetes dan mengenai masakan yang dibuatnya dengan susah payah.

"Kau 'tak perlu repot-repot memasak seperti itu."

Terdengar sebuah suara yang membuat Azra refleks mengehentikan akatifitasnya dan segera berbalik untuk melihat tuan pemiliki suara yang telah membuatnya penasaran.

Senyumnya yang memang 'tak pernah pudar kini bertambah lebar begitu mendapati Ziad berdiri tepat dihadapannya.
Mata mereka sempat bertemu beberapa detik sebelum Ziad memutuskan mengalihkan pendangannya kegelas yang ditungiangi air.

"Kenapa senyum-senyum begitu, apa kau sudah tidak waras?"

Pertanyaan tajam dari Ziad membuat hati Azra mencelos, senyum yang tadi mengembang seketika mengendur, berganti dengan kerucutan sebal, ia membuang muka kearah jendela yang dibiarkan terbuka untuk menetralisir kekesalannya.
Diam-diam Dokter muda itu, mencuri pandang kearah Azra yang terlihat menggemaskan begitu pipinya menggembung, tanpa ia sadari sebuah senyum tipis terbit dikedua bibirnya. Namun, itu terjadi hanya beberapa detik sebelum Azra benar-benar menyadarinya.

"Memangnya ada yang salah kalo aku senyum? Lagi pula senyum itu ibadah kok," timpal Azra cepat, seolah menantang ucapan Ziad yang secara tidak langsung mengatainya gila.

"Terserah," serah Ziad, kemudian berbalik hendak meninggalkan Azra. Namun, urung karena tiba-tiba ponselnya berdering yang menandakan sebuah panggilan masuk.

Ziad merogoh kantongnya dan mendapati benda pipih yang sedari tadi berdering, di sana sudah tertera nama Erik sebagai pemanggil.

"Halo."

"...."

"Baik, saya akan kesana sekarang."

"...."

"Waalaikum salam."

Usai menerima panggilan, Ziad kembali melanjutkan jalannya setelah sebelumya berpamitan kepada Azra untuk ke Rumah sakit. Namun, jangan berfikir jika akan ada adegan-adegan manis yang akan terjadi diantara keduanya seperti difilm-film pada umumnya. Sebab, kisah ini dimulai hanya karena sebuah keterpaksaan.

...Bersambung...

Akankah pernikahan Azra dan Ziad tetap berlanjut? Atau bahkan kandas sebelum Dewi Cinta menembakkan panah asmara dihati keduanya?

Jika ingin menemukan jawaban dari pertanyaan diatas ikuti terus kisahya. Dan, jangan lupa Vomen

Wanita perindu surga (Slow Update)    Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang