Memarahi sebuah patung, jelas hanyalah sebuah kesia-siaan
_Aisyana Azra_
Pagi-pagi Azra sudah siap dengan jas putih yang membalut kedua bahunya. Wajah wanita yang masih pantas disebut gadis itu nampak cerah secerah mentari pagi, padahal baru semalam ia mendapat serangan teror dari seseorang yang tidak dikenal, tapi pagi ini ia bisa kembali seperti biasa seolah tidak pernah mengalami kejadian aneh apapun. Dan itu memang jauh lebih baik, daripada harus berlarut-larut dalam satu masalah sementara ada orang lain yang tengah membutuhkan bantuannya sebagai seorang ahli kesehatan, dan Azra cukup pintar untuk tetap selalu berfikir logis bagaimana pentingnya peran yang ia anut untuk memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat, sekaligus ini juga bisa membuatnya mengalihkan fikiran.
Setelah dirasa penampilannya sudah cukup rapi, Azra segera turun ke lantai bawah untuk sarapan. Namun begitu baru sampai di pertengahan anak tangga, langkah wanita itu terhenti ketika didapatinya ada orang asing yang tengah duduk di meja makan sambil memakan nasi goreng buatannya tadi, dan yang lebih mengejutkannya lagi, ternyata Azra mengenal orang itu dia adalah Zidan, kakak dari Ziad yang artinya adalah kakak iparnya sendiri. Mengetahui hal itu tiba-tiba sirene dalam kepala Azra meraung, memberi peringatan.
Dia tidak boleh tau mengenai pernikahan penuh toxic yang tengah dirinya dan Ziad jalani saat ini. Dan sejak kapan pula pria itu tiba di sini? kenapa ia tidak diberi tahu. Pria itu pasti akan kebingungan ketika melihat pasutri yang tidur di dua kamar yang berbeda. Itu jika ia sudah tiba kemari dari semalam. Memikirkan hal itu membuat wanita bersanlly itu semakin kelimpungan. Bagaimana ini?
Buru-buru saja Azra menuruni anak tangga, tidak peduli jika hal itu akan mengganggu orang-orang karena suara tapakan yang dihasilkan oleh sepatunya. Terutama orang yang masih berada di meja makan, ia bahkan sudah menghentikan aktifitasnya hanya untuk melihat orang kurang waras mana yang melakukan jogging di dalam rumah seperti ini.
Tidak butuh waktu lama wanita bertubuh ramping itu akhirnya tiba di penghujung tangga. Tapi karena terlalu terburu-buru, ia bahkan tidak sadar jika masih ada satu anak tangga lagi yang harus ia lewati baru kemudian ia benar-benar sampai di lantai dasar, alhasil karena kecerobohannya itu lutut yang seharusnya baik-baik saja kini sudah mencium lantai dengan begitu sempurna, membuat wanita itu meringis tertahan menahan sakit terutama rasa malu. Siapa yang menyuruhnya menjadi perempuan bar-bar? Siapa?!
Sementara Zidan yang melihat tragedi memalukan itu hanya tersenyum pasrah, sejujurnya ia tidak mau mengakui tapi sepertinya semua orang sudah tahu, jika orang kurang waras yang sempat ia katai tadi ternyata adalah adik iparnya sendiri. Secepat itukah kata-katanya berbalik menyerangnya?
Zidan bangkit dari tempatnya duduk, untuk menghampiri Azra yang masih setia berlutut dilantai.
Pria itu menjulurkan tangan sambil bertanya memastikan, "You okey?"
Azra mengangguk menerima uluran tangan itu, sebagai jawaban bahwa ia baik-baik saja. Tapi sayang sekali harga dirinya tidak sebaik itu.
Wanita itu menampilkan senyum lebarnya, meski tanpa diperhatikan dengan seksamapun orang-orang akan dapat menebak bahwa itu adalah senyum dengan kesan yang dipaksakan. Jelas orang yang seperti ini tidak pantas untuk dijadikan aktor, bisa-bisa para kru akan meradang karena ulahnya. Tapi demi apapun, siapa yang ingin menjadi aktor di sini?! Aku adalah seorang dokter umum dan itu sudah lebih dari cukup!
"Sejak kapan mas Zidan tiba kemari?" Azra bertanya dengan hati-hati, takut jika pria yang dipanggil mas Zidan itu tersinggung, dan memaknai kalimat yang seharusnya tanya itu sebagai kalimat sarkasme yang berkonotasi pada pengusiran. Okey, Azra sedikit berlebihan. Mungkin akibat jatuh dari tangga telah membuat pemikiran logisnya loncat ke lutut.
Zidan kembali tersenyum, sama sekali tidak mengetahui pemikiran adik iparnya yang telah melayang kemana-mana. "Sejak tadi malam." Mendengar jawaban yang diucapkan dengan begitu enteng itu, Azra semakin dilema. Kenapa hal tidak diinginkannya itu yang justru menjadi kenyataan?
Sejujurnya Azra ingin sekali berteriak, 'apa yang sudah kamu lihat, maksudku apa kamu sudah mengetahui semuanya dan berniat melaporkan semua hal yang kau ketahui kepada keluarga besar? Dan pada akhirnya tamatlah riwayatku' tapi pada akhirnya semua kalimat itu hanya akan menjadi isi kepalanya, karena selanjutnya kalimat yang keluar hanyalah kalimat tanya, lagi.
"Ta_tadi malam?" Belum sempat Zidan menjawab, seseorang sudah lebih dulu menyela. Membuat kedua pasang mata itu teralih ke arah tangga tempat suara itu berasal.
"Aku yang memanggilnya." Terlihat Ziad berjalan menuruni tangga dengan santai, dilihat dari penampilannya yang sudah rapi sepertinya pria itu juga sudah siap untuk pergi bekerja. Oh dan jangan lupakan senyum itu, untuk sebagian orang awam yang melihat itu pasti akan beranggapan bahwa Ziad adalah pria tampan yang sangat ramah. Tapi berbeda dengan Azra, baginya senyum itu penuh dengan provokasi.
"Tapi kamu tidak perlu khawatir, dia tidak akan mengganggu kita," lanjut Ziad lagi setelah ia sampai di lantai dasar, dan setelahnya ia lantas menarik pinggang sang istri 'dalam nama' agar merapat dengannya. Persis seperti suami posesif di novel-novel. Sementara Azra, wanita itu sudah melotot tidak karuan. Apa-apaan ini?!
Sedang pihak lain yang menyaksikan adegan itu, tiba-tiba saja merasakan gejala mual, jelas merasa jijik.
Dasar tidak sadar diri, jika kau lupa kau bahkan jauh lebih parah dari ini wahai saudara! Ziad yang melihat tingkah kakak laki-lakinya diam-diam mencibir dalam hati.
*
Beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit mendapat kabar bahwa sebentar lagi akan tiba pasien VVIP yang akan melakukan operasi pengangkatan peluru. Berita ini tentu menggemparkan hampir seluruh pekerja di rumah sakit ini, terutama para perawat. Selain karena hal ini adalah sesuatu yang langka, katanya pasien yang sebentar lagi akan tiba itu adalah seorang pria muda, dan ditinjau dari luka yang diterimanya mau 'tak mau orang-orang mulai berekspektasi bahwa pasien ini sepertinya adalah seseorang yang keren.
Berbeda dengan orang-orang yang sibuk memikirkan tampang si calon pasien, Azra justru disibukkan dengan persiapan operasi karena kali ini ia yang ditugaskan untuk menjadi penangan utama, karena dokter yang biasanya menangani hal-hal seperti ini kebetulan sedang sakit dan tidak bisa datang, jadilah Azra yang harus menggantikannya, karena dirasa hanya dialah orang memiliki cukup pengalaman dalam menangani kasus seperti ini.
"Dok, pasiennya sudah datang," kata salah-satu perawat memberi tahu. Azra yang memang sejak awal sudah bersiap, lantas segera berlari keluar untuk melihat keadaan sang pasien diikuti oleh beberapa perawat lainnya. Dan begitu sampai di sana, wajah Azra yang semula biasa-biasa saja langsung berubah seakan hendak menerkam seseorang, ketika ia tidak melihat satu orang'pun yang berusaha menangkup luka sang pasien yang tidak berhenti mengeluarkan darah. Ada apa dengan orang-orang ini?! Aku kira hanya dokter Adnan yang sakit, tapi sepertinya semua orang di sini juga, tepatnya sakit jiwa! Merasa kesal akhirnya wanita itu memilih untuk mencibir secara internal.
Alis Azra menukik tajam, saat menatap dokter yang ditugaskan untuk menjemput sang pasien dan lalai dari tugasnya itu, ini jelas bukan pertama kalinya sehingga bisa dimaklumi. Tetapi bukannya menegur, Azra justru hanya diam.
Meskipun ia tidak mengatakan apapun, sebagian orang yang melihat mulai berfikir jika wanita itu sedang menahan kejengkelan saat ini demi menjaga keprofesionalan. Tapi sebagian yang lainnya, ada yang beranggapan bahwa Azra takut memarahi dokter perempuan muda itu, karena dia adalah adik dari mantan calon istri suaminya.
Sementara untuk Azra yang menjadi objek pemikiran dari orang-orang, justru memiliki isi kepalanya sendiri. Baginya memarahi sebuah patung jelas hanyalah sebuah kesia-siaan.
Bersambung ....
#Typo bertebaran
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita perindu surga (Slow Update)
Diversos[Follow sebelum membaca] Aisyana Azra, seorang wanita dari panti asuhan yang berprofesi sebagai dokter, harus mengorbankan hidupnya menjadi seorang istri pengganti demi menyelamatkan nama baik atasannya. Namun, niat baiknya itu malah membuatnya te...