Jangan menyumpahiku seperti itu, karena terkadang doa yang buruk bisa kembali pada sang pendoanya. Kau tau 'kan makna dari istilah 'senjata makan tuan'?
_Ziad Syahdan_*
Perdebatan kecil yang terjadi antara Azra dan juga Ziad di super market, menuai bisik-bisikan kecil dari para pengunjung yang tidak sengaja menyaksikan keduanya yang bertingkah layaknya anak kecil. Mereka berdebat hanya karena sebuah coklat. Benar-benar kekanakan.
"Iching tidak boleh makan coklat," tegasnya seolah tidak mau dibantah, meski ia yakin pria di depannya itu tidak akan mau menyerah dengan mudah, ia cukup tau tabiat Ziad yang keras kepala.
"Apakah ada Undang-undang yang mengatur mengenai hal itu?" tanya Ziad sembari menelengkan kepala, ada nada menantang dari kalimat yang diucapkannya barusan, ia ingin melihat sampai dimana kemampuan wanita itu untuk mencegah keputusannya yang sudah mutlak.
"Seharusnya anda tidak perlu bertanya lagi tuan Ziad Syahdan yang terhormat, kecuali jika gelar dokter yang selalu kau agungkan itu hanyalah sebuah bualan semata."
"Sejak kapan sebuah coklat bisa memicu munculnya penyakit kanker?"
Azra menggeram, pria di depannya ini memang sungguh menyebalkan, mungkin dia lupa dengan peraturan tidak tertulis yang mengatakan bahwa 'wanita selalu menang', atau mungkin saja dia pura-pura tidak mengerti. Tidak taukah dia, bahwa coklat bisa membuat gigi berlubang.
"Aku menyumpahimu terkena kanker!" tajamnya, telunjuk tangan wanita itu teracung layaknya pedang yang siap merobek wajah pria yang ada di hadapannya.
Ziad menghembuskan nafas kasar, sembari menarik kepalanya kembali seperti semula sementara, tangannya dibiarkan terlipat di depan dada. Para pengunjung yang sempat berbisik-bisik, kali ini lebih memilih kembali ke aktifitasnya semula mengabaikan perdebatan Azra dan Ziad yang tidak kunjung menemukan titik terangnya. Keduanya sama-sama haus akan kemenangan sehingga masalah kecil saja bisa langsung membesar dan menyebar kemana-mana.
"Jangan menyumpahiku seperti itu, karena terkadang doa yang buruk bisa kembali pada sang pendoanya. Kau tau 'kan makna dari istilah 'senjata makan tuan'?"
Azra diam bukan karena ucapan Ziad yang mampu membuatnya bungkam. Tapi justru kalimatnya sendirilah, yang baru ia sadari bahwa itu terdengar kurang baik untuk ukuran wanita sepertinya yang sejak kecil hidup diantara orang-orang yang mengedepankan sopan santun. Ia ingin mengucap maaf, tapi gengsi yang terlalu tinggi membuatnya pantang melakukan niatnya secara langsung.
Azra akhirnya memilih untuk pergi, membiarkan lelaki itu melakukan apapun yang diinginkannya. Meski begitu bukan berarti ia mengalah, hanya saja selera berdebatnya saat ini sedang tidak mau menampakkan diri.
*
Usai berbalanja, Azra memilih sejenak beristirahat di dalam sebuah kedai klasik dekat supermarket, persetanlah dengan Ziad yang mungkin saja menunggunya ia tidak peduli.
Ia menyesap minumannya dengan santai sembari mengedarkan pandangan keseluruh sudut yang mampu dijangkau oleh matanya, beberapa ornamen kayu terpajang di dinding kedai, serta guci-guci antik dan ukiran-ukiran kuno yang berbaris rapi seolah semakin mempertegas bahwa sang pemilik kedai ini adalah seorang yang memiliki jiwa seni yang tinggi.
Keadaan kedai saat ini tidak terlalu ramai, hanya ada segilintir orang yang berkunjung mungkin karena belum masuk waktu jam makan siang, orang-orang masih sibuk bergelud dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Azra kembali menyesap minumannya yang masih banyak, sengaja berlambat-lambat agar Ziad lebih lama lagi menunggu anggap saja ini adalah pembalasan kecil dari Azra untuk pria egois seperti Ziad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita perindu surga (Slow Update)
Acak[Follow sebelum membaca] Aisyana Azra, seorang wanita dari panti asuhan yang berprofesi sebagai dokter, harus mengorbankan hidupnya menjadi seorang istri pengganti demi menyelamatkan nama baik atasannya. Namun, niat baiknya itu malah membuatnya te...