14. Menyerah atau Bertahan?

170 34 238
                                    

S W E E T
R E V E N G E

-Prequel-

☄☄

Cafe Ron's menjadi bagian favorit tempat Gista dan Ravi bertemu. Mereka sering menghabiskan waktunya di sana dan hari ini Gista yang mengajak Ravi. Setelah menunggu selama beberapa menit, Ravi akhirnya datang. Gista melihatnya dari pintu masuk dan setelan yang Ravi kenakan selalu tampan. Ia bisa tersenyum sekarang dan entah kapan senyuman ini bisa bertahan di depannya.

"Hai?" Ravi menyapa sembari menarik kursi untuk duduk di depannya. Ravi meletakkan kedua tangannya di atas meja, Gista memberikan senyum manisnya.

Lalu keduanya saling memandang kebingungan. Mencari topik yang pas memang tidaklah mudah, Gista harus berpikir ulang apa yang ingin dibicarakan oleh cowok itu. Ravi seperti merasakan hal yang sama-ia sendiri juga bingung dengan keterdiaman Gista.

"Kenapa kamu ajak aku ketemuan?" Pertanyaan itu dari Ravi dan rasa penasaran mulai merasukinya.

"Apa aku harus memiliki alasan supaya kita bisa ketemu?" Gista membalikkan pertanyaan pada Ravi.

Ravi terkekeh kecil dan membalasnya, "Nggak kok. Kita juga terbiasa bertemu, kan?"

"Sekarang nggak lagi,"

Ravi terdiam. Selama diam-cowok itu memahami apa arti perkataan Gista. Mengapa sekarang tidak lagi? Ravi harus bisa menemukan jawabannya.

"Maksud kamu, Ta?"

"Kamu tau apa yang aku maksud. Akhir-akhir ini kamu selalu menghabiskan waktu dengan Anya, kan?"

Ravi mengangguk untuk mengakuinya. "Heem. Memang aku sama Anya, tapi acara penggalangan dana itu buat aku sama dia-"

"Semakin dekat?" sergah Gista.

Gista merasa tertahan oleh sakitnya mencintai seseorang. Selama ini Gista yang selalu berusaha untuk biasa-biasa saja, tetapi semua itu menjadi terbiasa jika dibalas dengan luka. Rasanya ia tak mau lagi mempertahankan seseorang yang tidak pernah membalas perasaannya.

Semua orang pasti memiliki kesabaran dan keikhlasan untuk segala sesuatu yang mereka inginkan. Sekarang Gista harus mengikhlaskan segalanya.

Gista menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk menenangkan dirinya sebelum bicara. Memang tidak mudah, orang bisa mengatakan cinta sebanyak mungkin-tetapi yang Gista rasakan ini berbeda. Cinta yang ia inginkan belum dapat kepastian.

"Itu salah satunya tapi-"

"Aku menyerah, Rav," Gista kembali memotongnya, lalu kedua matanya sudah menahan cairan yang akan keluar. "Aku harus menyerah, Rav," lanjutnya.

"Menyerah?" tanya Ravi setengah khawatir. "Kamu mau menyerah untuk apa?"

"Aku capek bertahan dengan seseorang yang sama sekali nggak mencintai aku. Aku capek sama sikap kamu yang nggak peka terhadap pertemanan kita. Mungkin kamu memang benar, selama ini kita hanya cukup menjadi teman dan ..." Gista harus menjeda kalimatnya sendiri karena hatinya semakin sakit bila mengatakannya lagi.

Ravi masih diam saja, mencerna baik-baik apa yang Gista bicarakan padanya. Detik berikutnya, tatapan mata Ravi mulai memandang Gista. Ada ketidakberdayaan saat memandangi wajah cewek di depannya kini.

"Dan aku ..." Gista tidak bisa berkata-kata lagi, seolah itu membuatnya menjadi hancur.

"Jelasin sama aku dan apa?" Ravi semakin penasaran diiringi dengan hatinya yang mulai deg-degan mendengar kalimat selanjutnya.

"Aku jatuh cinta sama k-kamu, Rav," ungkap Gista.

Terjadi keheningan, kali ini tubuh Ravi menegang ketika ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Gista. Sebuah pengakuan dan itu seperti keterkejutan bagi Ravi. Sebelum dia bicara, Ravi menarik napas dalam-dalam dan menatap Gista lekat-lekat.

"Apa semuanya benar?" tanya Ravi.

"Kebenaran ini adalah yang kamu dengar, Rav. Fakta kalau aku memang jatuh cinta sama kamu. Itu adalah kesalahan dari sebuah hubungan pertemanan, tapi aku harus apa?" Gista tak berhenti meneteskan air matanya dan melanjutkan, "Aku mau menghentikan perasaan ini tapi ada kesulitan yang aku harus katakan."

"Gista ..."

"Kamu tenang aja, Rav, aku bakalan tau diri dimana posisi aku selama ini. Aku sudah memutuskan untuk-"

"Kamu ingin menyerah?" potong Ravi. Ketika mengetahui bahwa Gista memiliki perasaan untuknya, Ravi masih melihat bagaimana caranya untuk memperbaiki. "Kenapa kamu mau menyerah, Ta?" tanyanya.

"Aku harus bagaimana, Rav?"

"Bertahan."

"Aku nggak mungkin bertahan. Kamu tau sendiri kalau ada seseorang yang menyukai kamu dan-"

"Tapi bagaimana kalau aku sukanya sama kamu, Ta?" Ravi memberi pertanyaan yang menyulitkan Gista menjawabnya. Itu memang benar-benar sulit, Gista sampai tertegun mendengar semuanya.

Meski ragu, cowok itu mulai menyentuh telapak tangan Gista dengan lembut. Ia juga mengelus pipinya lalu berani membelai lembut rambutnya. "Kamu berpikir kalau aku menyukai Anya?" Ravi Moreno menggelengkan kepalanya untuk meyakinkan Gista. "Aku lebih suka kalau kamu yang menyukai aku, Ta."

Gista berusaha mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Ravi. Beberapa kali Gista mengerjapkan mata, berusaha meyakinkan kalau Ravi tidak berbohong. Kini air mata yang mengalir seakan berhenti dan jantungnya berdetak cepat dari biasanya.

"Rav, yang kamu bilang tadi-"

"Apa aku berbohong? Itu benar, Gista Evaniera. Aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu. Aku menyadari setelah aku tidak nyaman bersama Anya. Aku sadar setelah kamu dekat dengan cowok lain dan itu membuat aku sadar sama semuanya yang terjadi." jelas Ravi.

Matanya terpejam menikmati kenangan dalam setahun terakhir bersama cowok itu. Lalu ia kembali membuka mata dan melihat Ravi sudah memandangnya dengan berbeda. Ia tahu apa arti pandangan itu, senyum Gista perlahan-lahan merekah dan niatnya ingin menyerah justru tidak terjadi.

Ravi berpindah posisi untuk duduk di samping Gista, lalu memberanikan diri untuk memeluk gadis itu dengan erat. Ini bukan merupakan pelukan pertama mereka, tapi pelukan ini bisa Gista rasakan adalah hasil dari penantiannya.

"Aku mencintaimu, Gista Evaniera."

☄☄

Jangan senang dulu, akan ada banyak rahasia yang benar-benar kalian ketahui setelah membaca Sweet Revenge.

NEXT?

Prequel Sweet Revenge: High School SweetheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang