Bab 9 : Buku misterius

50 3 0
                                    

  Setelah pertemuanku kemarin dengan Hendrick, aku segera bergegas menuju kantin. Teman temanku berpura pura memasang wajah jengkel itu akhirnya mengomeliku setelah sekian lamanya.

  "Lama banget sih Ra ya Allah.... Cape tau nggak sih?" ucap Andre tanpa bertele tele.

  "Iya tuh masa lama banget gitu aja. Rara lupain kita ya? Oke lah Rara gitu ya oke okee... Fine!" ujar Vanya tiba tiba yang langsung menyambar telingaku.

  Wajahku masam. Cemberut seketika. Teman temanku menertawakanku sampai terbahak bahak. Artinya, ada yang salah dengan mereka. Mungkin mereka overdosis.

  "Bercanda lah Ra bercandaa... Mana mungkin kita ninggalin kamu. Tega amat kita ninggalin kamu" ucap Andre sambil tertawa.

  "Rara takut banget ya kalo kita tinggal..." goda Vanya.

  "Aku ndak butuh sesorah mu"

  "Yaodah kuy lah kita ke kantin! Aku traktir deh." tawar Andre.

  "Tumben kamu nraktir orang. Biasanya kamu pelit sepelit pelit pelitnya orang pelit"

  "Udah ga usah ribut ribut. Mie ayam aja gimana?" tawar Elco.

  "Iya. Kan lumayan cuma lima ribu aja" tambah Vanya.

  "I think that's a good idea" jawabku.

  Saat yang temanku lain sedang bercoteh ria, aku hanya diam. Menatap kemampuanku yang memang tak bisa dipungkiri lagi. Benarkah? Apakah dengan hanya melihat bayangannya sekejap atau mendengar suaranya adalah pertanda akan ada korban lagi? Semua pemikiran non logis perlahan masuk ke kepalaku. Mengitari sel sel otakku dan sampai pada sebuah kesimpulan.

  Tak lama kemudian, pesanan kami datang. Kami segera menyambar mie ayam yang berada di hadapan masing masing. Harus kami akui Mie Ayam Kang Ujang memang enak.

  Setelah selesai, kami langsung pergi ke kelas, dan tentunya dengan cara berlari. Namun, saat ingin sampai di kelas, pengurus perpustakaan tiba tiba menyuruhku pergi ke perpustakaan. Dengan cukat trengginas, aku langsung menaiki tangga sekolah dan sampai di tujuan dengan cepat.

  "Kev, tolong bantuin kakak susun ulang buku buku ya!" perintah kak Devi.

  "Siap kak"

  Saat di tengah kegiatan membereskan buku buku, aku melihat ada sebuah benda yang tak lain adalah buku. Namun, buku tersebut berbeda dari yang lain. Saat kudekati, buku itu bersampul hijau. Dengan judul "Memories of Navagreen School".

  Buku yang kalau kuperkirakan memiliki sekitar 100 sampai 150 halaman itu cukup menarik. Mungkin aku bisa membawanya ke kamar. Di baca bersama Elco, Andre dan Vanya.

  Setelah selesai, aku langsung berlari dengan sangat cepat. Dan sampai di kelas. Setelah itu, aku langsung memberi tahu ketiga sahabat karibku itu.

  "Aku nemu buku yang seru!"

  "Buku apaan?"

  "Judulnya apa?"

  "What's the title?"

  "Memories of Navagreen School"

  "Tentang seoah ingi ong? (Tentang sekolah ini dong?)" tanya Andre yang dengan cepat kututup mulutnya agar tak berbicara keras keras.

  "Suara di kondisiin napa Dre!"

  "Ya maap"
 
  Saat membuka halaman pertama, kami cukup terkejut karena foto yang telah usang. Wajar, aku melihat tanggalnya saja bisa dibilang sangat lama. Yaitu 15 Agustus 1910. Dan bisa dibilang foto yang sedang kami lihat adalah foto foto kelulusan anak Belanda.

  "Pantes aja gambarnya item putih. Ga taunya dari zaman dulu" ujar Andre sambil cengengesan.

  "Kira kira, ini lulusan yang ke berapa?" tanyaku membuka pembicaraan.

  "Kek nya ke satu deh. Soalnya ga mungkin. Itu juga aku liat foto nya foto buram. Jadi yaa... Gitu lah. Setengah ngeri" jawab Elco.

  "Serem gambarnya" jawab Vanya pendek.

  "Apa ada kaitannya sama si pembunuh itu?"

  "Mungkin"

  "Eh yang panahan di suruh ngumpul di tempat biasa kata kak Lizzie"-Andre

  "Oke"-Vanya

  "Anak panah kamu katanya mau kamu bikin suara" tanya Elco tiba tiba kepadaku.

  "Terus? Kenapa emangnya?"

  "Jadi inget sama Bhayangkara Kartika Sinumping yang ada di buku Gajahmada" jawab Elco dan Andre yang nyaris bersamaan.

  "Melengking nggak?"

  "Kita liat nanti aja"

  "Oke"

  Setelah itu, kami langsung memperhatikan ke depan karena guru yang mengajar sudah datang. Dan, tak butuh waktu lama, akhirnya pelajaran telah usai, namun tugas tak pernah usai. Hahah, namanya aja sekolah.

  Benakku masih memikirkan si pembunuh itu. Ada faktor faktor yang bisa kucurigai. Satu, dia memang iri denganku. Dua, dia tak suka kepadaku. Dan tiga, wajahku mungkin mirip dengan musuh bebuyutannya.

  Akhirnya, kami sampai di dalam kamar. Begitu melelahkan kalau kalian bersekolah di sini. Tapi tak apa, aku mengejar nilai sekolah. Jadi, masa bodo mau ada yang suka atau tidak.

  Dan, kami belum sempat membaca buku itu lagi. Dan, tiba tiba...

Tok

Tok

Tok

   Suara ketukan membuat penghuni di kamarku kaget. Yang di kira dedemit yang jail, nyatanya tidak. Bahkan, suara nya sangat familiar di telingaku.

   Oke sudah cukup keras benakku membayangkan betapa liciknya pembunuh itu. Betapa jahat nya dia yang bahkan tega kepada anak kecil. Dan masih banyak hal yang dia lakukan demi dapat apa yang dia inginkan selama ini.

   Aku merebahkan diri di kasur. Saat ingin merebahkan diri ke kasur, tiba tiba sepucuk surat datang.

 
   Bagaimana tidurmu, cantik? Nyenyak kah? Atau tidak? Malam ini tidak akan ada korban. Tapi kau hanya akan melihatku. Jangan terlalu percaya apa kata Renee. Karena dia telah salah paham kepadaku. Sampai jumpa lagi, Cantik!

~unknown.

#####

Gimana gimana? Seru ga? Nggak ya? Yaudah hapus aja ya daripada membusuk di sini :). Next lagi haru sabtu ya. Aku mau ngebut soalnya tanggal 5 Juli aku udah berangkat ke pesantren :(. Pastinya aku bakal kangen sama kalian, teman teman yang udah setia dukung aku buat tetep update. Yang tiap di sekolah kadang gemboran cuma buat nanya "Tew, kapan up nya? Lagi seru loh"

Ayo dong vote sama komennya. Kasian ni anak kalo ga dikasih vote atau komen. Bisa bisa ngamuk😂. Udah dulu yaa...

Akhir kata, Assalmuaalaikum
😁🙏👐

 

   

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ghost DormitoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang