Chap 09

4.2K 312 2
                                    

Keesokan harinya sebelum aku berangkat sekolah, papa melakukan pembicaraan kepada kami.

"Kemarin papa menemui ayah mu, dan itu sungguh mengejutkan ku. Sebenarnya papa dan ayah mu itu dulu satu sekolah.

Kita berteman namun tidak begitu akrab. Papa mengatakan pada ayahmu kalau papa akan memgambil hak asuh atasmu.

Dia terlihat tenang, mungkin itu akan menyakitkan mu jika kau melihatnya. Dan ayahmu tidak perduli sama sekali dengan apa yang papa katakan padanya."

Aku nampak begitu murung mendengarkan apa yang di katakan papa.

"Aah Shouta maafkan papa harus bicara seperti itu, tapi papa harus mengatakannya padamu." Seru papa yang merasa tak enak hati.

"Tidak apa pa... Aku sudah terbiasa dengan itu." Ujar ku dengan tersenyum.

"Ayahmu bilang untuk terserah padaku mau melakukan apa pun terhadapmu, jadi hari ini papa ingin mengurus mu.

Papa dan mama akan memasukkan nama mu dalam keluarga ini, dan nama mu akan menjadi Shouta Yoshino.

Bagaimana menurut mu? Papa perlu meminta izin padamu, jika kamu setuju maka kami akan lakukan itu."

"Aku setuju pa, ma... Terima kasih banyak karena sudah mau menerima ku sebagai anak kalian." Seru ku dengan bahagia.

Lalu Chika datang dan kita berangkat sekolah bersama.
Sepanjang perjalanan sekolah, aku bertanya tanya pada Ren senpai untuk mengetahui lebih banyak lagi keluarga mereka.

"Jadi papa merupakan manusia dan mama vampir, dan orang tua Chika senpai juga sama.

Tapi papa saat ini menjadi vampir karena kecelakaan yang terjadi saat bersama mama." Ujar ku.

"Yaa seperti itulah. Dan Shouta, kau bisa berhenti memanggil kita senpai? Tidak masalah kalau kau memanggil kita dengan sebutan nama." Seru Ren senpai.

"Tapi kan..." Ucapku terhenti.

"Panggil aku Chika, kau sudah menjadi anggota keluarga kami. Dan aku tidak suka terlalu formal."

"Ba-baiklah kalau begitu."

Kita pun berpisah karena kelas kita yang berbeda, saat itu aku di panggil oleh wali kelasku dan beliau bertanya tanya dengan keadaan ku.

Wali kelasku mengetahui dengan masalah ku dengan ayahku, dan beliau nampak merasa lega ketika aku berkata bahwa keluarga Ren senpai mau mengadopsiku.

Beliau merasa tenang dan tidak perlu cemas memikirkan ku lagi.

Lalu saat jam istirahat, aku menemui Ren dan Chika untuk mengajaknya makan bersama.

"Kita tidak makan makanan manusia, jadi pergilah sendiri untuk makan. Tidak apa kan?" Seru Ren.

"Tapi bukan kah kemarin kita makan daging bersama sama?" Tanyaku.

"Kita hanya bisa makan daging mentah dengan darah sebagai saosnya, kau tidak memperhatikannya ya?

Hanya kau yang makan daging dengan di panggang terlebih dahulu."

"Tapi Ren, kau pernah memasakkan ku makanan dan itu rasanya sangat enak. Jadi bagaimana mungkin kau bisa masak tanpa mencobanya."

"Dulu aku sering menemani papa memasak, jadi aku tau cara memasak dan juga takarannya."

"Oh begitu... Mau bagaimana lagi, aku akan pergi makan sendiri." Ucapku dengan tersenyum.

Dan aku meninggalkan Ren dan Chika yang masih berada di kelasnya menuju kantin, sejujurnya ini mengecewakan ku. Tapi apa yang bisa ku lakukan? Tidak ada.

"Andai saja senpai itu manusia, pasti akan menyenangkan kalau kita bisa makan bersama sama, dan kita bisa melakukan wisata kuliner.

Ini mengecewakanku karena perbedaan kita, tapi tidak ada yang bisa di salahkan. Aku menyukai senpai apa adanya.

Hmm.. Bagaimana kalau aku juga jadi vampir saja ya? Kita tidak perlu memakan apa pun dan kita bisa melakukan hal yang sama.

Tapi kalau aku jadi vampir, senpai akan meminum darah siapa? Aku tidak rela kalau dia harus meminum darah orang lain." Gumam ku sepanjang jalan.

Saat aku berada di tangga hendak turun menuju kantin, aku bertemu dengan Yugi senpai.

Dia menatapku dengan penuh kebencian.
Hingga membuat aku tidak berani melihatnya bahkan melewatinya.

Yugi senpai menarik kerah seragam ku dan berkata, "Kau bajingan! Berani beraninya kau rebut Ren dari ku!"

"Aku tidak merebutnya, tapi Ren sudah lama tidak menyukai mu! Kenapa kau tidak mencoba koreksi dirimu sendiri?

Kenapa kau harus menyalahkan ku?! Sementara Ren sudah berbaik hati padamu memberi peluang untukmu." Seru ku.

"Kalau kau tidak pernah datang dalam kehidupannya, Ren tidak akan pernah meninggalkan ku!

Hanya aku yang pantas untuk bersamanya, tidak ada orang lain! Jadi sebaiknya, kau harus lenyap dari sini!"

Yugi senpai mengangkat tubuhku dengan mudahnya dan ia mengarahkannya ke tangga, seakan siap untuk menjatuhkan ku.

"Hanya menjatuhkan ku di tangga, tidak akan membuatku mati!" Seruku dengan bersikap seolah tidak takut.

"Mungkin memang tidak, aku hanya memberi mu peringatan agar kau jera dan menjauhi Ren!"

Yugi senpai pun menjatuhkan ku, aku pun terguling guling hingga ke tangga paling akhir.

Di dalam hatiku, aku terus berseru memanggil nama senpai. 'Ren senpai, Ren...'

Aku terkapar dan tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari kepalaku akibat terbentur.

Disaat beraamaan Ren seakan mendengar aku yang memanggilnya, Ren seakan terkejut dan melihat sekitarnya dengan perasaan yang menjadi gelisah.

"Ada apa?" Tanya Chika.

"Aku merasa Shouta memanggilku." Saut Ren.

"Apa kau sudah merindukannya? Baru saja kau bertemu." Ledek Chika.

"Tidak bukan itu, entah kenapa aku jadi gelisah memikirkannya."

"Haaah... Ayo kita temui Shouta di kantin!"

Ren dan Chika bergegas berlari menuju kantin, dan langkah mereka terhenti ketika melihatku yang tak sadarkan diri dengan darah disekitarku.

"SHOUTAAAA....!" Teriak Ren.

Aku pun di bawa oleh Ren dan menemui guru di sekolah.
Seorang guru yang ku temui membawa ku serta Ren menuju rumah sakit dengan mobilnya.

Ren sangat cemas dan berusaha keras menahan nafsunya karena mencium bau darahku yang sangat kuat.

Sesampainya disana aku segera di rawat oleh para dokter.
Tubuh Ren gemetar tanpa henti, lalu tak lama papa dan mama datang setelah Chika menghubunginya.

"Ren..." Seru mereka yang memanggil.

Ren segera memeluk mama dengan tubuhnya yang tak kunjung berhenti gemetar.

"Apa yang sebenarnya terjadi Ren?" Tanya mama.

"Aku tidak tau ma, tiba tiba aku merasa gelisah dan seakan mendengar Shouta memanggilku.

Lalu aku dan Chika bergegas menghampirinya di kantin, tapi... tapi.... Saat Ren ingin turun tangga, Shouta sudah berbaring disana dengan berlumuran darah."

"Kau sudah memiliki ikatan dengannya, itu wajar kalau kau merasa gelisah ketika Shouta mengalami hal buruk."

"Aku takut ma... Aku takut kehilangan Shouta! Aku tidak mau!"

"Tenanglah sayang, disini mama dan papa juga merasakan hal yang sama. Kita juga tidak mau kehilangannya." Seru mama.

"Pak guru, terima kasih karena sudah membawa anak kami kesini." Seru papa kepada guru tersebut.

"Itu sudah menjadi tugas seorang guru, dan masalah ini akan kami selidiki. Apakah ini murni kecelakaan atau bukan." Ucap guru itu.

Mendengar apa yang di katakan oleh guru tersebut, Ren melepaskan pelukannya dan merubah pandangan matanya menjadi sangat kejam.

I'm in Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang