Eps 11

7.8K 486 13
                                    

Layaknya mentari yang mampu bersinar terang dan kadang ditutupi mendung. Begitu juga dengan kehidupan yang tidak jauh berbeda. Ada kalanya kebahagiaan menghampiri, dan kemudian diganti dengan kesedihan.

Lagi lagi, hidup yang dijalani memang bergantung bagaimana pemikiran diri sendiri. Cara menghadapi masalah atau menyelesaikannya, semuanya tergantung diri kita.

Aku jadi banyak memikirkan hal-hal yang sepatutnya memberiku bahagia dan tidak mau menggantungkan kebahagiaanku pada oranglain.

Pernikahan yang aku jalani sekarang, adalah rumah bagi dua orang manusia yang tidak selalu sejalan dan sepemikiran. Inti dari rumah tangga ini yaitu meredam keegoisan. Kalau-kalau aku terus menerus menjadi Nasya yang manja dan serba harus diperhatikan, nanti malah repot untuk kehidupanku sendiri. Kan Mas Najib pasti punya aktivitas lain yang tidak selalu harus memanjakan aku dan membuatku bahagia.

Ya terkadang penyakit yang sering hinggap pada diri manusia adalah meminta-minta. Salah satunya minta dibahagiakan tanpa harus dilukai. Akibatnya malah jadi terluka beneran karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi.

Hmmm, matahari baru menampakan diri setelah aku selesai menjemur pakaian. Padahal ini sudah hampir pukul 9 pagi.

Suasana pesantren masih tetap sama, mereka wira-wiri membawa kitab. Ada yang berjalan malu-malu melewati jalanan dengan menunduk, padahal mata mereka saling melirik.

Aku tidak sengaja melihat Ashima di seberang jalan membawa kresek, berjalan mendekat ke arahku. Dia menyapa dengan senyumnya dari kejauhan. Aku tidak tau dia mau apa, dan bermaksud untuk apa jadi aku membalas senyum sekedarnya.

"Mba, nitip" dia menyerahkan kresek padaku.
"Buat siapa toh?" tanyaku penasaran, dia terus memasang senyum ceria padaku.
"Mas Najib" katanya tanpa rasa canggung dan dengan ekspresi yang biasa saja. Aku sampai heran sekali memandanginya.
"Emangnya ini apa?"
"Itu bolu kesukaan Mas Najib. Biasanya dulu suka beli bareng, tadi aku nggak sengaja keluar pondok dan liat bolu itu. Sekalian aku beliin buat Mas Najib" aku tercengang. Bagaimana bisa dia sebebas itu melakukan hal seperti ini dihadapanku? Aku ini istri Mas Najib dan dia terang-terangan memintaku untuk menyampaikannya pada Mas Najib.

Hhhhh, aku benar-benar tidak percaya apa yang dilakukan Ashima ini. Pasti dia sengaja melakukannya untuk membuatku cemburu dan marah pada Mas Najib.

"Nitip ya mba" dia berlalu dari hadapanku dan meninggalkan senyum manis yang sengaja diberikan. Aku menatap kresek di tanganku.

Harus punya hati seluas dan sesabar apa aku menghadapi tingkah Ashima yang kelewat batas ini? Apa dia sedang mencoba membuatku terluka dan terjatuh? Ah, maaf saja Ashima. Hatiku tidak semudah itu retak dan hancur. Aku sudah berkali-kali merasakannya, dan kali ini aku tidak mau patah oleh hal sepele seperti ini.

Aku menghela napas berulang kali, mencoba mengontrol diri agar tidak terbawa suasana. Meski rasanya tadi aku agak panas dingin mendengar perkataan Ashima yang diluar dugaan. Astaghfirullah, memangnya cinta itu mampu membuat orang tidak waras? Bukan maksudku mengatakan bahwa Ashima tidak waras tapi apa dia tidak berpikir bahwa perbuatannya kali ini bisa saja menjadi salah paham di mata santri atau Abah dan Umi.

Kali ini aku yakin Ashima akan bertindak lebih jauh lagi untuk meruntuhkan rumah tanggaku. Aku harus selalu waspada!

Aku masuk rumah, membuka kresek dan menaruh bolu di meja. Jika saja aku perempuan yang tidak punya rasa sabar, mungkin bolu ini sudah mendarat di tong sampah. Sebagai perempuan aku masih menghargai Ashima, meski aku tau usahanya adalah menghancurkan rumah tanggaku.

"Wah apa ini, Syaa? Bolu?" tanya Mas Najib yang tiba-tiba duduk di sampingku dan membuka wadahnya.
"Wihhh kapan kamu beli nih? Kok kamu tau kesukaan Mas sih" dia langsung mengambil satu potong bolunya.
"Dari Ashima" kataku. Mas Najib yang sudah membuka mulut bersiap untuk memakannya mendadak menaruhnya kembali ke dalam wadah.
"Loh kenapa nggak jadi?"
"Takut udah dikemat, kamu kasih santri putra aja sana" katanya sambil beranjak dari duduknya menuju dapur. Aku menahan tawa, jauh banget pemikirannya sampe kesitu. Haduhh Mas Najib ki ya aneh-aneh aja.
"Lah Mas Najib mau ngemil apa jadinya?" tanyaku setengah berteriak.
"Beliin batagor aja tuh bentar lagi lewat di depan" ya sudahlah kalau maunya memang begitu.

Dua Keping Rasa (Close PO)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang