Ainur bisa di baca juga di Karyakarsa dan kbm app
Tersedia di playstore buku Aqiladyna
Pdf Ready wa +62 895‑2600‑4971
Ainur Nirmala
Bernama Ainur Nirmala Janitra, selir ketiga juragan Aksa Janitra berparas elok dan berhati lembut.
Pertemuan pertamanya dengan juragan Aksa tidaklah di rencanakan. Saat di balai kota menyelenggarakan kesenian budaya. Ainur saat itu berpartisipasi sebagai penari bersama sama rekannya, sedangkan juragan Aksa adalah tamu kehormatan di undang sebagai donatur yang ikut serta menyumbang pesta kesenian ini dapat di meriahkan. Juragan Aksa tidaklah sendirian, beliau datang bersama dua saudaranya juragan Anas Janitra dan Juragan Elang Janitra. Ketiga lelaki tampan itu menjadi pusat perhatian para perempuan yang hadir di sana tidak terkecuali Ainur. Satu lelaki yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang yang di anggapnya lebih berkarisma di antara kedua saudaranya tak lain juragan Aksa Janitra. Hanya sekedar mengagumi yang tak mampu di raih.
Ainur tampil menari di hadapan para tamu, di sanalah pertama kali tatapan Ainur dan juragan Aksa bertemu dan tenggelam satu sama lain.
Selesai menunjukan tariannya, tak ada yang sepesial, juragan Aksa terlihat biasa saja berbincang bincang sembari menikmati pentas lainnya dengan mencicipi hidangan di sajikan. Begitupun Ainur ikut bergabung dengan rekannya yang lain. Menikmati menu hidangan di bagikan. Sangat bersemangatnya Ainur makan sangat banyak sampai perutnya sakit melilit. Ainur izin ke belakang. Tak sengaja ia bertabrakan dengan seorang lelaki ternyata jurangan Aksa. Sakit perut Ainur hilang seketika, ia terpaku pada ketampanan lelaki itu yang tersenyum manis padanya.
Jodoh berpihak pada Ainur dari ketidaksengajaan, hubungan mereka semakin dekat. Ternyata Romo Ainur mengenal sangat baik pada keluarga Janitra terutama juragan Aksa.
Waktu terus bergulir juragan Aksa sering bertandang ke rumah Ainur tak butuh waktu berbulan bulan juragan Aksa meminangnya dan tanpa ragu Ainur menerima lamaran lelaki pujaannya.
Meski di jadikan selir ketiga sungguh perlakukan juragan Aksa pada para istrinya sangatlah adil dan bijaksana. Ainur di sambut dengan tangan terbuka, di perlakukan adik para istri juragan Aksa. Mereka layaknya saudara tak pernah sedikitpun mereka berselisih paham saat bersama sama.
Rasa cinta Ainur semakin bertambah setelah menikah. Di matanya tak ada yang sebagus sikap dan bijaksana juragan Aksa pada istri-istrinya. Ainur telah bersumpah kebaikan suaminya akan ia tebus dengan pengabdian cinta dan setia selamanya.
Pernikahan merekapun di limpahi anugrah yang berlimpah dan kebahagiaan yang luas. Meski Ainur belum menunjukan tanda tanda kehamilan. Ainur tak pernah pupus ia terus berdoa dan berusaha agar pengabdiannya sempurna pada suami tercintanya juragan Aksa, seperti di berikan kedua istri lainnya yang sudah memberikan keturunan.
Sang Kuasa maha baik, Ainur akhirnya hamil, anggota keluarga menyambut berita bahagia itu dan antusias menjaga Ainur selama kehamilannya. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama, awan mendung kesedihan seketika menyelimuti. Ainur kehilangan bayi di dalam kandungannya dalam perjalanan wisata bersama para istri suaminya, kapal di tumpangi tenggelam meninggalkan jejak kesedihan teramat dalam. tidak hanya Ainur berduka juragan Aksa pun turut bersedih. Dalam musibah tersebut kedua istri dan anak anak beliau meninggal tak mampu terselamatkan.
Kebahagiaan yang luluh lantak berganti duka berkepanjangan. Sejak musibah itu Ainur mengutuk dirinya sendiri dan selalu menangisi kesalahannya meski ia tahu semua sudah di gariskan Sang Kuasa.
Waktu terus bergulir tak mampu memupus luka yang sudah membekas sangat dalam. Ainur pun tak kunjung hamil lagi, para mantri yang memeriksa meragukan Ainur mampu hamil lagi pasca keguguran membuat kandungannya sangat lemah.
Ainur goyah, ia terpukul tapi sekali lagi kebaikan dan kesabaran juragan Aksa menguatkan hatinya. Setiap malam saat suaminya terpejam larut dalam tidur Ainur selalu memperhatikan wajah suaminya.
"Maaf kang mas. Ainur istri ndhak sempurna." Lirihnya pilu.
Seperti malam malam sebelumnya sejak peristiwa kecelakaan itu terjadi Ainur tak pernah lelap lagi dalam tidurnya, rasa gundah gelisah merajai hatinya.
Ainur menghela nafas lelahnya, beranjak dari dipan, menapaki lantai melangkah menuju jendela, di bukanya jendela kamar memandangi langit malam yang begitu cerah dengan cahaya rembulan dan taburan bintang. Sangat indah namun tak mampu membuat Ainur bahagia melihat betapa eloknya malam ini. Pikiran yang terus berkecamuk dalam benaknya lah membuatnya tak pernah tenang.
Ainur masih menyalahkan dirinya dengan segala musibah menimpa kedua istri dan putra putri suaminya Aksa Janitra. Andai ia tak meminta dan mengajak liburan mereka tentu mungkin hanya Ainur yang menerima musibah itu tidak mereka.
Takdir yang begitu pahit sulit Ainur terima, ia telah memberikan gores luka yang sangat dalam di hati suaminya. Meski Aksa Janitra sangat pandai menyembunyikan kesedihan di depan Ainur sungguh Ainur sebagai istri sangat memahami sekali. Tidak jarang Ainur melihat suaminya menyendiri di taman belakang hanya memandangi hamparan luas tanaman bunga yang di terpa semilir angin. kadang Ainur menangkap jejak basah di manik mata hitam suaminya.
"Kenapa ndhak aku saja yang mati," Bisik Ainur meremas tangannya sendiri, air matanya lolos tak terbendung, sesak dan menyakitkan.
Pelukan hangat dari belakang membuat Ainur bergeming, tangisannya terhenti, bisa ia cium aroma menenangkan kayu manis dari suaminya yang kini merengkuhnya begitu erat.
"Kenapa belum tidur toh. Ini sudah malam," Bisik Aksa mengecup leher Ainur lembut.
Ainur masih bergeming tanpa suara, perlahan Aksa melepaskan pelukannya dan membalik tubuh istrinya. Aksa tersenyum samar, tangannya terulur menghapus jejak air mata di sudut mata Ainur.
"Sampai kapan kamu terus meratapi?"
Ainur semakin tercekat, lidahnya kelu, Aksa seakan mampu membaca pikiran dan hatinya.
"Ku pikir mengajakmu keluar dari rumah Romo dan tinggal di rumah ini akan membuatmu melupakan kesedihanmu."
"Kang mas, Ainur," Ucap Ainur tersendat saat Aksa menempelkan jari telunjuknya di permukaan bibir merah istrinya.
"Maaf, kang mas mu ini ndhak bisa membuatmu tersenyum kembali, maafkan..."
Ainur menangis, menurunkan dan menggenggam jari jemari tangan suaminya. Tertunduk pilu masih tak kuasa bicara.
"Bukan kang mas yang salah. Ainur yang salah. Selama ini kang mas sudah menjadi suami yang terbaik tuk Ainur. Tapi Ainur belum bisa membalasnya." Kata Ainur segukan.
Tersenyum dalam raut wajah muramnya, Aksa meraih Ainur ke dalam pelukannya. Di elusnya penuh cinta punggung istrinya.
"Apa kamu ingin tahu bagaimana kamu membalas kebaikanku." Kata Aksa hingga Ainur mendongak menatap wajah suaminya.
"Jadilah Ainur yang dulu, ceria, selalu manis dan aku ndhak ingin melihat jejak air mata lagi. Paham toh." Jelas Aksa menangkup wajah istrinya.
Ucapan Aksa hanya semakin membuat Ainur perih, bagaimana Sang Kuasa terlalu baik padanya meanugrahkan suami sebijak juragan Aksa. Sedangkan Ainur belum bisa melakukan apa apa dalam pengabdiannya, malah hanya menambah luka.
"Sekarang sebaiknya kita tidur," Ajak Aksa membimbing Ainur ke dipan. Bersamaan mereka berbaring dan saling berpelukan.
Suara dengkuran halus tak lama terdengar. Ainur yang masih belum bisa tidur perlahan melepaskan pelukan Aksa. Semalaman ia hanya menatap Aksa dalam penyesalannya yang tak mampu ia tepis jauh.
Tamat