part 31

2.5K 100 1
                                    

Enjoy the story ya...

Diandra pov.

Sinar mentari jatuh mengenai wajahku, membuatku harus mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam mataku.
Aku melihat kesamping kananku, seorang pria mungil tengah memeluk gulingnya membelakangiku.
Dia adalah andra.
Pria kecil yang kulahirkan 3 tahun yang lalu.
Wajahnya yang imut dan kepandaiannya membuatku bangga memilikinya.
Meski kadang ia nakal dan suka menimpali perkataanku. Tapi aku sayang padanya melebihi apapun.

Di sisi kiriku, seorang pria dewasa juga sedang memeluk gulingnya memunggungiku. Pria yang telah menikahiku. Eumm.. Mungkin hampir 5 tahun.
Ia masih terlihat tampan meski usianya sudah masuk kepala 3. Hidung yang mancung, dahi yang agak lebar dan rahang yang tegas menjadi persamaan diantara kedua pria yang berada di samping kanan dan kiriku.
Aku mencintai mereka berdua.
Mereka adalah hidupku.
Tanpa mereka aku tak akan bisa bernafas lagi di bumi ini.

Aku merangkak perlahan keluar dari selimut tebal yang menutupi tubuh kami bertiga. Aku berjalan sangat pelan untuk membuka pintu dan keluar kamar menuju ke dapur. Tempat dinasku setelah menikah dengan kak leo. Setelah usia andra lebih dari setahun aku mulai memasak sendiri sedangkan asisiten rumah tangga, hanya kuberi tugas membersihkan rumah ini saja.
Untuk masak memasak dan mengurus anak, aku sendiri yang menghandlenya.
Aku tak ingin anakku dibesarkan oleh ornag lain. Aku ingin menjadi ibu seutuhnya bagi Leandra raeviano, putraku yang kini telah berusia 3 tahun.
Sangat menyenangkan saat melihat album foto pertumbuhannya sejak masih bayi hingga sekarang.

Memang kadang kala aku harus bersikap tegas saat menghadapi kenakalan andra saat pria kecil itu berulah.
Ia sering sekali membuat kamar kami menjadi seperti kapal pecah. Persis seperti papahnya yang suka sekali memporak porandakan hatiku saat berbuat hal romantis.

Aku selesai memasak sarapan untuk pagi ini. Aku menyiapkan nasi putih dengan ommelette sosis kesukaan andra.
Juga sup sayur dan ayam goreng untuk papa andra.
Aku segera melepas celemek yang ada ditubuhku dan menggantungnya kembali.
Bi ijah, asisten rumah tangga kami yang telah membantuku mengurus rumah 3 tahun lebih tiba tiba mendatangiku.
Ia terlihat pucat.

"maaf nyonya, saya kurang enak badan bisakah saya beristirahat dulu sehari..."
Kulihat keringat dingin bergulir di dahinya.

"bibi pergi ke rumah sakit saja ya...
Biar pak iman yang mengantarkan bibi..
Soal rumah biar ku handle sampai bibi benar benar sembuh..."

"tidak perlu, nya...
Dengan membeli obat di apotik depan dan tiduran saja, saya bisa sembuh... Saya hanya pusing saja kok nya..."

"tapi bibi kelihatan kurang sehat...
Biarkan pak iman membawa bibi ke dokter ya..."

"ya sudah saya ikut apa maunya nyonya lah..."
Bi ijah akhirnya mengalah juga pada kemauanku. Memang ia tak pernah bisa menang saat berdebat denganku soal kesehatannya. Maklum ia sudah berusia diatas kepala 5. Wajahnya yang awet muda dan bersifat keibuan membuatku menganggapnya sudah seperti ibuku sendiri.

Aku mengantarkan bi ijah pada pak iman, sopir keluarga kami. Sengaja kak leo pekerjakan karena ia tak ingin aku pergi menggunakan taxi.
Aku memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu untuk bi ijah.

"nanti begitu bibi pulang dari rumah sakit, bibi harus langsung istirahat ya...!"
Bi ijah tersenyum mendengar perintahku.
Aku memang khawatir dengan kesehatannya yang mulai menurun sejak beberapa hari ini.
Wajahnya terlihat pucat dan kulihat ia beberapa kali duduk beristirahat saat menyapu atau mengepel lantai sambil menyeka keringatnya yang bercucuran.

"iya nyonya..."
Bi ijah masuk ke mobil dan mobil melaju melintasi jalan raya.

Aku bergegas kembali ke kamar untuk membangunkan kedua jagoan super heroku.

The Secret Of My Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang