Part. 6

21 7 0
                                    

Langkah yang diambil semakin cepat. Arlin tak peduli keadaan di sekitarnya, hingga langkahnya terhenti karena melihat sekumpulan brandal ada di depan mata.

Bingung antara ingin lanjut berjalan tanpa tujuan atau balik kanan kembali ke rumah.

Hingga satu tangan mencekal pergelangan tangannya.

"Arlin.."

Terkejut bukan main. Arlin menoleh mendapati seseorang yang menggenggam tangannya, dia kira itu Reihan.

"Agan?"

Dengan kasar Agan menarik Arlin menjauh hingga berhenti di gang yang pencahayaannya lumayan menerangi.

"Lo ngapain malem-malem keluar rumah? Sendirian lagi!?"

Agan adalah kakak Agea. Mereka kembar namun tak identik. Terlihat ketampanan dari Agan itu benar-benar mencolok karena dia juga adalah ketua MPK di SMA Wiratama.

Disiplin? Jelas. Dia juga mantan tim basket yang menjuarai pertandingan tingkat provinsi. Jelas berkarisma sekali. Banyak yang mendambakan sosok Agandra Falestiano. Hanya saja Agan cenderung dingin dan meninggikan dagunya, dia merasa jika dia sudah menduduki hierarki tertinggi. Jadi mereka cenderung segan dengan Agan.

Tapi tidak bagi Arlin yang memandang Agan secara biasa-biasa saja.

"Bukan urusan elo" ketus Arlin.

Begitulah Arlin jika marah, dia tidak peduli akan marah dengan siapapun itu.

Asal kalian tahu saja, Agan sudah tahu sosok Arlin lama, hanya saja Agan mengamatinya dari jauh dan memperhatikannya dalam diam.

Agan sebenarnya kagum akan Arlin. Gadis kecil yang penuh misteri bagi Agan, berani, dan juga cerdik. Bagi Agan Arlin lain dari yang lain, dia tidak tertarik dengan laki-laki. Itulah yang membuat Agan tersenyum miring melihatnya. Melihat Arlin menolak laki-laki yang menembaknya, membuat Agan tersenyum girang.

"Lo judes banget ya?"

Arlin tak menghiraukan ucapan Agan. Ia melengos pergi namun Agan berhasil menghentikannya kembali.

"Eit, eit... Siapa suruh lo pergi? Lo nggak tau di sana ada brandal haus nafsu? Mending lo sama gue aja. Ayok" Agan menarik tangan Arlin paksa.

"Ck, gue gak mau pulang!" Gertak Arlin.

"Terus elo mau kemana kalau enggak kerumah?"

Arlin diam, dia sebenernya tidak ada tujuan kenapa bisa keluar dari rumah dan tidak tahu kenapa tiba-tiba marah katika melihat Reihan ke rumahnya.

"Arlin.."

Pandangan mereka berdua tertuju pada laki-laki berjaket cokelat.

Dia..

"Pulang ayok. Kasihan mama kamu" ucap Reihan yang membuat Arlin mengerutkan kening.

Kamu? Sejak kapan nih orang pakai 'aku-kamu'?

"Wait, wait.. dia pulang sama gue. Lo pergi" usir Agan dengan menjulurkan jari telunjuk dan tengahnya.

"Gue diberi amanah sama nyokap dia buat pulang kerumah" bela Reihan.

Arlin mendengus kesal. "Gue bisa pulang sendiri. Lagian elo Agan, sejak kapan lo peduli gue? Dan elo Reihan, sejak kapan lo pakai 'aku-kamu'? Nggak usah sok akrab" ucap Arlin melangkah pergi meninggalkan Agan dan Reihan.

"Ar—"

"Heh anak baru!"

Agan langsung mencekal lengan Reihan yang hendak menyusul Arlin.

"Lo bocah pindahan itu ya? Jangan cari perhatian di depan Arlin deh,"

Katakanlah jika Agan tak suka. Memang iya. Ia langsung berjalan meninggalkan Reihan yang masih diam mematung.

🌷

Ceklek!

Meisya bangkit dari duduknya dan memeluk Arlin. Terasa kulit Arlin yang dingin membuat Meisya khawatir.

"Masuk ke kamar cepat. Mama buatin teh hangat" pinta Meisya yang dibalas anggukan Arlin dan berjalan keatas menuju kamar.

Ini bukan pertama kalinya bagi Arlin keluar rumah. Meisya sudah tahu jika anak itu akan kembali. Meisya hanya menanggapinya dengan profesional. Memang ibu seperti itu. Terkadang kita tidak tahu jika sebenarnya ibu lebih tahu sosok diri anaknya dari pada anak itu sendiri.

Disusul Reihan yang muncul dari luar.

"Nak Reihan. Makasih ya" ucap Meisya dengan senyuman.

Reihan hanya meringis, "Nggak usah terimakasih tante. Itu kemauan Arlin sendiri buat pulang kerumah" terang Reihan.

Meisya menghela nafas, "Anak itu memang suka begitu. Psikisnya sedikit terganggu. Maaf ya?"

Reihan mengangguk paham, namun sebenarnya ia bertanya-tanya dalam diri.
Kenapa?

"Kalau gitu, Reihan pulang dulu tante. Besok sekolah, nggak mau telat. Maklum, anak baru" ucapnya dengan candaan.

Meisya sedikit terkejut karena Reihan siswa pindahan, namun kemudian ia mengangguk paham.

"Hati-hati di jalan" tuturnya.

Reihan berpamitan kepada Meisya dan melangkah menuju motornya yang ada di luar.

Di tempat lain, Arlin melihat Reihan yang sudah melajukan motornya meninggalkan rumahnya.
Entah kenapa perasaan Arlin seperti tidak terima dengan kenyataan, sisi dalam dirinya ingin mengenal Reihan lebih dekat, tapi di sisi lain dia tak ingin karena membuang-buang waktu dan takut.

Arlin takut jika dia menaruh hati pada Reihan.

Jika kalian bertanya bagaimana bisa Reihan tahu rumah Arlin? Ketahuilah jika Reihan membuntuti Arlin secara penuh ketika pulang sekolah. Benar-benar berambisi untuk mengetahui tentang Arlin.

Karena Reihan juga memiliki perasaan yang mengganjal tentang Arlin.

"Tentang itu semua. Tak ada yang berbeda. Bahkan gue juga nggak tahu apa"

Arlin memegang foto lawas yang ia temukan di rak bukunya.
Terlihat jelas tahun dari foto itu.

17 Maret 2007

Dua anak kecil yang duduk bersebalahan dengan senyum yang mengembang. Rambut dari anak kecil perempuan itu pendek sebahu dan anak laki-laki itu yang tersenyum dan  menampakkan kelopak matanya yang indah.

Arlin mengerjap menyadarkan dirinya. "Emang dari mana nih foto? Udah usang gini" ia meletakkan selembar foto itu ke dalam lemari dan berjalan menuju kasur untuk mengunjungi alam mimpinya.

_____

MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang