Rikara 9. Insiden

37 3 6
                                    






🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻






Suasana pagi begitu hangat ketika sinar mentari masuk dari cela tirai pintu kaca kamar. Berpaduan dengan kicauan burung di pagi hari membuat suasana terasa damai dan tentram.

Tubuh Gauri merasa hangat dan nyaman, ia belum pernah merasakan senyenyak ini dalam tidurnya. Gauri perlahan membukakan matanya.

Gauri bangun membuka mata sesekali mengedarkan pandangannya dimana ia sekarang.

Sebuah ruangan luas bernuansa putih dengan sofa hijau panjang. Pintu kaca yang luas dengan tirai lebar membentang menampilkan balkon yang terlihat dari luar dengan banyak pot berisi tananam daun dan bunga-bunga.

Gauri merasakan tubuhnya sangat sulit untuk bergerak, bahkan seperti tertindih. Bahkan lehernya terasa sangat panas ketika ada hembusan dari belakang.

Gauri membulatkan matanya terkejut, ia sadar ketika merasakan kalau ada kedua tangan kekar melilit tubuhnya dari belakang.

Astaga.. apa yang terjadi. Kenapa kami saling berpelukan? Bahkan Omkaraji tidak mau melepaskanku. Aku sangat malu.. Astaga, kenapa dengan perasaanku ini. Aku harus bisa keluar dari situasi ini. Batin Gauri.

Omkara yang merasakan gerakan lain pada tidurnya reflek menggeliat mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan kepalanya di cela leher Gauri sambil mencium bahunya yang lembut.

Apa? Apa yang ia lakukan? Awas saja. Kupukul kau nanti. Astaga, Aku lupa kalau dia suamiku. Batin Gauri sambil menepuk jidatnya. Aku bahkan tidak bisa bergerak. Ya Tuhan, jantungku berdetak sangat keras sekali.

Gauri bergerak melepaskan lilitan tangan Omkara di perutnya dan reflek Omkara bangun melihat Gauri membeku menatapnya dengan mata bulat.

Gauri merasa sangat canggung bahkan wajahnya pasti terlihat memerah menyala seperti kepiting rebus. Ia benar-benar sangat malu pada dirinya sendiri karena bertingkah terlalu berlebihan.

Omkara yang melihat wajah memerah gauri seketika menjadi panik, ia mengira kalau Gauri masih demam. Tanpa ragu tangannya langsung menyentuh leher, pipi dan dahi Gauri.

"Kau tidak apa-apa. Apa kau masih demam? Wajahmu sangat memerah?"

Gauri membeku tak bergerak sambil meremas selimut. Ia menggelengkan kepalanya.

"Aku.. aku baik-baik saja. Apa tadi malam aku demam?"

Omkara menghela nafas lega. "Kau menggigil kedinginan. Bahkan sampai demam. Syukurlah kau baik-baik saja."

"Lalu kenapa kau memelukku." Dengan polosnya Gauri bertanya.

Omkara tersadar membelakkan matanya.

"Itu.. kau.. aku selimuti. Tapi kau.. masih menggigil. Jadi aku memelukmu dan.. " Ucapnya terbata-bata sambil menggaruk-garuk tengkuk lehernya.

Gauri mengganggukkan kepalanya dan meminta Omkara melanjutkan penjelasannya.

"Dan kau... tertidur. Itu saja."

"Aku harus ke kamar mandi." Ucap Gauri.

Karena suasananya semakin canggung Gauri pun bergegas ke kamar mandi untuk menghindari kegugupannya.


*****


Pagi yang harus menjadi rutinitas.

"Nyonya Gauri saya mohon hentikan yang anda lakukan. Biar kami yang bekerja Nyonya." Pinta salah satu pelayan yang melihat Gauri sibuk di dapur.

R I K A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang