Semarang, 20 November 2021
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.*****
Senja terlihat sendu dari balik kaca, keindahan yang rapuh terlihat saat menjelang malam. Malam akan menjadi gelap, tapi terang ketika bulan benderang.
"Sayang, makanlah."
Gauri terus diam menatap keluar jendela. Tirai tipis tertiup angin dingin akan datangnya malam.
"Sayang, ingat kau sedang mengandung. Kau perlu nutrisi untuk kesehatanmu. Mereka pasti merasa sedih jika kau terus seperti ini. Gauri.. makanlah dan minum obatmu. Kau ingin ibu menyuapimu, sayang?"
Gauri hanya menggelengkan kepalanya. Melihat semua makanan itu membuat ia tidak nafsu makan. Terasa sedih di hati saat mengusap perutnya yang besar. Bayi-bayi nya membutuhkan perhatian dan nutrisi yang baik. Gauri tidak akan menyerah dan keras kepala untuk sekarang. Ia harus bertahan demi bayi-bayi nya. Gauri yakin, Omkara akan datang dan menjeputnya untuk pulang bersamanya.
Perlahan suapan demi suapan Gauri kunyah dengan hati-hati walau selalu tidak habis. Tak lupa susu hamil juga ia minum sampai tandas.
"Aku ingin menghubungi Omkara, bu. Aku ingin mengabarinya kalau aku baik-baik saja."
"Baiklah. Kau bisa menggunakan ponsel ku. Tapi, untuk saat ini jangan beritahu Omkara kau disini. Aku tidak ingin melaanggar kakekmu." Pinta ibu Gauri. Gauri menganggukkan kepala dengan pelan.
ibu Gauri sengaja menonaktifkan ponsel miliknya supaya tidak terlacak oleh Omkara dan orang lain. Gauri yang mencari nomor ponsel melihat banyak notifikasi dari Omkara. Ia yakin pasti Omkara sangat mengkhawatirkannya sekarang. Terlebih tidak ada kabar saat Gauri pergi. Ibu Haya lalu pergi meninggalkan Gauri di kamar.
Gauri mencoba menahan rasa sesak didadanya saat ponsel itu aktif, Gauri melihat banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Omkara.
------Panggilan menghubungkan ------ terjawab
"Hallo, ibu. Ibu Haya... ku mohon bicaralah sesuatu?" terdengar suara Omkara bergetar.
"ku mohon ibu, bicaralah sesuatu. Aku ingin mendengar kabar kalian." Gauri meggigit bibirnya menahan isak tangis yang akan keluar.
"Omkarajji..." Gauri menumpahkan tangisnya tak kuasa mendengar suara dari suaminya.
"Gauri ??" lirih Omkara. "ya Tuhan. Sayang, kaukah itu?? Gauri, syukurlah demi Tuhan aku sangat mencemaskan mu, sayang."
Gauri mendengar teriakan dan nafas Omkara yang memburu karena marah. Tangisan Gauri semakin pecah karena tidak bisa bersama dengan suaminya.
"jangan menangis, sayang. Maafkan aku karena berteriak. Ssshhtt.. Mama tidak boleh menangis. Baby juga akan sedih jika Mama menangis." Terdengar suara Omkara yang bergetar seperti sedang menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
R I K A R A
Fiksi PenggemarV E R S I I N D O N E S I A Boleh terinspirasi, tapi Jangan mengcopy, plagiat, atau mengambil karya orang lain. Ini asli karya saya. Susah lho buat per partnya. By. Desy 🙂