Dua'I

31 11 0
                                    

'2011

Bulan Ramadha tiba, bulan istimewa bagi umat muslim. Dibulan ini apapun yang kalian lakukan selama itu hal baik, Tuhan akan melipat gandakan balasannya dan dibulan ini juga Al-Qur'an atau kitab suci umat muslim diturunkan. Oleh sebab itu ini bulan yang penuh dengan kerahmatan.

Ini merupakan bulan Ramadhan pertamaku di rumah baru. Di bulan ini kita harus berpuasa. Puasa bukan hanya sekedar menahan makan dan minum. Tetapi juga menahan hawa nafsu dan menghindari diri dari sifat kemaksiatan.
Adzan magrib merupakan waktu yang sangat kutunggu-tunggu. Karna di waktu ini, kita melaksanakan buka puasa. Makan dan minum secukupnya untuk menghilangkan dahaga yang telah kita tahan dari terbitnya fajar.

Aku pun makan dengan terburu-buru. Karna setelah ini ada suatu hal yang lebih menyenangkan sehabis melakukan ibadah sholat Magrib, yaitu bermain kembang api. Walaupun berbahaya tapi kita tetap melanjutkanya.

Pernah saat itu aku terkena cipratan kembang api disekitar pergelangan tanganku. Setelah kejadian itu aku tak ingin bermain lagi, bisa dibilang aku kapok. Tapi itu hanya bertahan selama seminggu, setelah itu aku bermain kembali seakan kejadian naas itu tak terjadi kepadaku.

Aku bermain kembang api bersama Arsya dan Arka sebagai pemimpinnya. Jika aku terkena kembang api lagi, Arkanalah yang harus bertanggung jawab.
Kami akan berhenti bermain apabila suara Adzan memanggil kita untuk melaksanakan ibadah sholat Isya dan Tarawih. Sholat Tarawih adalah sholat dengan 22 rakaat dan hanya ada di bulan Ramadhan.

Aku dan Arsya menyudahi permainannya, lalu kami berdua pergi untuk mengambil mukena dirumah masing-masing. setelah itu pergi ke Masjid. Tak tahu di mana keberadaan Arka, yang jelas ia tak ikut kita ke masjid.

Setelah shalat Tarawih, seakan tak ada habis-habisnya. Kita tetap melanjutkan bermain kembang api.

"Rey, A arka ada dimana ya? Ko tidak terlihat" Tanya Arsya kepadaku.

"Tak tahu, mungkin ia ada dirumahnya, apa harus kita jemput?" Kataku.

"Tak usahlah nanti juga ada sendiri" Ucap Arsya sok tahu.

Benar saja, Arka datang dengan seorang perempuan. Perempuan yang terlihat sebaya dengan Arka. Setahuku nama nya Wirda.

"Wah lihat deh, ada yang datang dengan perempuan nih. Siapa yaa?!" Godaku pada Arka, diiringi suara bisikan tawa manja dari Arsya.

"Apa sih Reinaku" Ucapnya dengan senyum termanis yang sering ia berikan padaku. Senyum yang dapat menghipnotis semua orang yang melihatnya. Jika ada yang tidak terpesona dengan senyumnya. Aku berani taruhan dengan orang itu.

Wajah Wirdha terlihat memerah. Mungkin dia tersipu malu, banyak bunga yang bermekaran di dalam hatinya itu. Lucu sekali melihat mereka berlarian kesana kemari, mengejar satu sama lain. Ingin kufoto lalu kuberi pada Bang Agis. Agar Bang Agis melihat momen langka dimana sahabatnya itu sedang mengejar seorang perempuan yang mungkin dicintai olehnya.

Tepat setelah adegan kejar kerjaran terjadi itu. Mereka terjatuh bersama di atas rerumputan. Di tengah keheningan malam dengan suara jangkrik yang seakan mendukung suasana. Mereka terlelap dalam pikiran masing-masing. Entahlah aku merasa jijik melihat mereka. Ini dunia nyata bukan sinetron kalian tak perlu sepeti itu. Aku penasaran apa yang mereka pikirkan. Mungkin mereka akan menyatakan perasaan masing-masing malam ini.

Setelah itu Arka pergi, Tidak tahu ia akan kemana, seakan merasa tak bersalah atas kejadian tadi. Mungkin kembali bermain bersama kawannya yang lain. Di tempat itu hanya ada aku, Arsya dan Wirda.

Tak disangka hal mengejutkan terjadi padaku. Wirdha bilang jika Arka sebenarnya menyukaiku. Bukan kah itu hal bodoh? Aku sudah menganggapnya sebagai kakakku dan Arka pun seperti mengaggapku sebagai adiknya. Aku tak percaya apa yang dikatakan perempuan itu. Mungkin Wirdha berbohong.

"Sulit dipercaya, Arka mencintamu, mana mungkin dia suka padaku, mustahil sekali" Ucapku tak percaya pada Wirdha.

"Kau tak tahu bagaimana raut wajahnya jika berada didekatmu Rey, dia lebih terlihat bahagia. Lihatlah bagaimana cara ia menatapmu, terlihat jelas dimatanya bahwa Arka mencintaimu." Tegas Wirdha.

"Tapi aku hanya menganggap dia sebagai kakakku. Aku senang jika ia bersama denganmu Wir, sudahlah tak penting membahas dia suka dengan siapa" Sanggahku kepada Wirdha. Aku pergi meninggalkannya, walau aku tau itu tak sopan mengingat aku lebih muda, tapi itu tak lucu. Apa yang Wirdha bilang tak perlu di beri tahukan padaku.

Sebuah Cerita TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang