Dua'II

11 3 0
                                    

Jam 12, waktu yang sangat terik.  Dimana cahaya sinar matahari tepat diatas kepala. Dan di waktu ini aku sering goyah dengan puasaku. Tak tahu mengapa,  rasanya sangat haus sekali di jam-jam segini. Mungkin sebagian dari kalian juga merasakannya. Tetapi jika telah melewati jam 3 sore rasa haus dan lapar itu hilang tanpa bekas.

Apabila  jam 3 sore tiba,  Aku dan Arsya selalu ngebuburit, kegiatan yang dilakukan sembari menunggu adzan Magrib berkumandang, biasanya jalan-jalan atau bisa juga berburu kuliner untuk buka puasa nanti.  Seakan ini merupakan hal yang sangat wajib dilaksanakan. Dan jika tidak , puasa terasa amat hambar. Senang sekali jika waktu Ngebuburit tiba. Karna saat-saat itu waktu seakan berjalan dengan cepat dari biasanya.

Tepat saat Aku dan Arsya jalan-jalan. Arka muncul, Tak tahu dari mana. Aku kaget setengah mati. Bingung,  itulah hal yang aku rasakan saat itu. Entahlah, aku sangat heran pada perasaanku ini. Kenapa aku harus bingung? Dia cuma Arka. Arka yang sering bermain denganku hingga senja datang, Arka yang sudah ku anggap sebagai kakakku
Saat aku melihatnya dan dia juga melihatku,  aku lari menjauhinya. Aku juga tidak tahu mengapa aku harus mengambil keputusan untuk berlari? Apakah aku menghindarinya hanya karna omongan Wirdha yang tak jelas dari mana asal beritanya itu?

Intinya satu hal yang kupikirkan saat itu adalah aku harus menjauhi Arka,  aku tak bisa jika harus mengaguminya. Aku hanya anak usia 11 tahun yang tak tahu menahu tentang kisah percintaan. Aku harus menjauhinya.

Saat aku menjauhi Arka terlihat raut wajahnya yang penuh keheranan. Mungkin ia bertanya-tanya, mengapa aku tak seperti biasanya?
Setelah kejadian itu aku tak berani bermain denganya,  jangankan bermain. Berbicara pun aku enggan. Aku tak mau jika harus melibatkan perasaan yang serius diantar aku dan Arka. Aku ingin mempertegas hatiku,  bahwa Arka hanyalah sahabat dari sepupuku, Agis. Itu saja dan aku tak ingin mengecewakan Wirdha yang jelas sekali perempuan itu menyukai Arka.

***

Sudah sebulan ini Arka tak berkunjung kerumahku, semenjak aku menjauh darinya. Mungkin dia sadar bahwa aku sedang berusaha menjauh.

Sepi, begitulah suasana dirumah ini. Aku belum pernah merasakan kesepian yang amat mendalam ini. Tuhan kau licik,  aku tak suka. Mengapa kau begini tuhan?  Membiarkan aku yang tersakiti padahal sebenarnya aku tak salah apapun.  Aku hanya tak ingin memaksakan perasaan hatiku saja, apakah harus aku repot-repot datang kerumahnya untuk meminta maaf agar kau memberiku keadilan?. Jika itu mau mu aku tetap tak akan melakukannya.  Aku tak akan melakukan hal yang berkaitan dengannya apapun itu. Biarkan saja jika kau tak akan memberiku keadilan, aku tak peduli.

***

Tak kusangka, semakin hari, ini semakin menyiksa. Hati mengapa engkau? Apakah ada yang salah di dalam sana? Kenapa kau begitu menyiksaku. Hari-hari yang kulalui begitu sesak tak tertolong. Tak mungkin kan aku menyukainya? Bicaralah padaku, katakan bahwa ini hanya kesalahpahaman saja. Aku harus menemui Arsya dan menanyakan apa yang terjadi padaku ini. Semoga saja ia dapat membantu.

"Arsya, bagaimana ini? Terjadi hal yang sangat aneh sekali" ucapku dengan wajah yang tak biasa saat tiba di rumah Arsya. Jarak rumahku dengan Arsya tak begitu jauh,  cukup 20-30 langkah saja dari rumahku.

"Ada apa? Coba ceritakan!" pintanya dengan muka yang penuh keheranan, karna ta seperti biasanya Reina seserius itu.

Aku lantas menceritakan kepada Arsya, tentang bagaimana keadaanku setelah menjauh,  keanehan yang terjadi di rumah saat Arka tak lagi berkunjung. Hingga keanehan hatiku.

"Kau menyukainya Rey" ucap Arsya asal.

"Aku? Bagaimana bisa? Sulit kupercaya,  aku tak menyukainya Sa, mungkin aku hanya kesepian mengingat Arka tak lagi menadi teman bermainku" ucapku menjelaskan.

Aku yakin ini hanya kesalahan,  kesalahan ucapan Arsya yang bila berbicara tidak pernah difikirkan terlebih dulu.

"Melihat bagaimana reaksimu itu sudah terlihat Rey, kau begitu karna kau merasa hampa. Karna orang yang kau sayang pergi. Dan itu artinya kau menyukai Arka. Tapi aku tak setuju Rey jika kau berhubungan dengan Arka. Lihatlah bagaimana dia,  dia itu hanya memainkan perasaan perempuan saja. Kata kakakku banyak perempuan yang menjadi korbannya." tegas Arsya panjang lebar.

Hatiku sangat bimbang. Antara percaya atau tidak dengan kejadian ini. Aku memutuskan untuk meyudahinya dan kembali kerumah. Karna senja sudah mulai memaksa diri untuk muncul dan memperlihatkan cahaya indahnya pada mahluk bumi.

Aku masih terus memikirkan hal yang Arsya bicarakan saat tiba dirumah. Aku tak mengerti mengapa bisa hal ini terjadi. Saat ini aku harus tidur, mengistirahatkan otaku yang sedari tadi dipaksakan untuk berfikir.

"Tuhan kumohon, jangan biarkan perasaan ini terus menjalar luas dan menenggelami sang pemiliknya." ucapku sebelum akhirnya gelap menguasai kedua mataku.

Sebuah Cerita TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang