1# Zaidan Al Fatih

7.6K 312 50
                                    


Cinta memang indah, jika ia datang di saat tepat, bersama orang yang tepat jua.
*********Cinta Dalam Luka*******

Langit bersinar terang, secerah hati Zaidan. Embus semilir angin terasa menyejukkan sampai relung hati Zaidan - pria dua puluh tujuh tahun itu. Dia merasa hidupnya bertambah sempurna, lantaran saat ini bunga-bunga asmara merebak memenuhi hati Zaidan.

Karirnya yang cemerlang di bidang kesehatan, serta telah mapan secara materi. Jika kemarin separuh hati Zaidan masih kosong. Tetapi kini ruang itu telah penuh dengan hadirnya sang belahan jiwa. Parasnya yang mengupas senyum manis, merdu suara saat berbicara, pun tatapan jernih dari kedua bola mata hitam kecoklatan, semuanya terpaku dalam pikiran Zaidan.

"Aku cinta sama Kamu. Mau kan, menikah sama Aku? Mendampingi aku dalam keadaan apapun." ucapnya kemarin malam di hadapan si pujaan hati.

Gadis yang telah dihujani kata-kata cinta itu menunduk. Kedua pipinya bersemu merah. Sesekali senyuman terlintas dari wajah cantiknya. 

"I-Iya, Mas, Aku mau!" jawaban dari gadis tersebut menciptakan atmosfer tak biasa di hati Zaidan.

Khanza namanya. Gadis dua puluh satu tahun itu telah sedemikian rupa meluluh lantakan pertahanan Zaidan. Khanza yang lemah lembut, sopan perangai serta taat dan menjaga izzanya sebagai perempuan muslim sejati. Zaidan sangat yakin, karena sejak awal kenal, Khanza selalu memakai pakaian tertutup. Khanza juga tidak mau sampai terjadi kontak fisik dengan Zaidan atau laki-laki manapun. Keyakinan Zaid bertambah.

"Secepatnya nanti aku bawa Mama sama Papa untuk bertemu dengan keluarga kamu, ya." janji Zaidan pada
Khanza.
***

Zaidan melangkah ke dalam rumah petang ini dengan perasaan campur aduk. Lelaki itu tidak bisa berhenti mengulas semgringah senyum. Apalagi jika mengingat tentang Khanza. Perempuan berparas manis, serta dihiasi sifat yang lemah lembut. Lalu, gadis berjilbab itu sangat sopan tindak tanduknya, menambah nilai plus di mata Zaidan.

"Assalamualaikum Mam, Pap." Zaidan mengucap salam diiringi dengan ciuman pada punggung tangan kedua orangtuanya.

"Baru pulang, Zaid?" Tanya sang Mama dengan pandangan menelisik.

Zaidan menggaruk tengkuknya. Kemudian mengulas senyum pada mamanya.

"Iya, Mam, tadi ketemu teman sebentar."

"Zaid, ada yang mau Mama dan Papa bicarakan sama kamu."

"Mam, biar Zaid bersih-bersih dulu, baru nanti kita bicarakan kalau dia sudah lebih segar." interupsi sang papa.

"Zaid pamit bersih-bersih dulu ya, Mam, Pap." pamit Zaidan melanjutkan langkahnya.

Sepanjang ketipak kaki menuju kamar, Zaidan dipenuhi dengan rasa penasaran akan hal yang akan dibicarakan kedua orangtuanya. Tidak biasanya Pak Fatih dan Bu Siska--kedua orangtua Zaidan, mengajaknya berbicara dengan tatapan serius.

Zaidan belum lupa ingatan bahwa terakhir kali mama-papanya mengajak bicara serius sekitar dua tahun lalu saat dirinya tepat berusia dua puluh lima tahun.

Mama-Papanya mendesak agar Zaidan cepat-cepat mengakhiri masa lajangnya. Sangat dimaklumi, karena Zaid adalah putra mereka satu-satunya. Zaid yang waktu itu memang masih ingin fokus pada karir, hanya memberi jawaban dengan ulasan senyum. Tidak mengiyakan, atau menolak. Waktu itu dia sedang fokus sebagai dokter muda atau dokter magang di salah satu rumah sakit negeri. Sama sekali belum terpikirkan masalah jodoh.

Padahal tidak sedikit perempuan yang mendekati Zaid. Berbadan tegap. Memiliki sorot mata tajam ditambah rahang tegas serta hidung bangir, kulit kuning langsat, Zaidan bisa dikatakan salah satu makhluk yang dianugerahi Tuhan  ketampanan rupa.

Cinta Dalam LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang