#07 : Clarity

3.4K 775 80
                                    

Perjalanan kembali ke lapisan atmosfer yang penuh kesibukan terasa begitu cepat, tak seperti perjalannya pulang ke rumah karena pasti ada saja sesi macet yang berkepanjangan. Satu-satunya macet selain lampu merah yang ia alami saat perjalanan kembali ke kota adalah ketika hendak menyebrang masuk ke rubanah apartemennya yang untungnya detik ini sudah berhasil ia lewati. Ia dengan sigap langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Januar.

Meru turun dari kursi kemudinya kemudian menelepon Januar. Pria yang sudah menunggu kepulangan Meru dan kedatangan pisang sale itu mengangkat teleponnya dengan secepat kedipan mata. "Yooo. Udah di mana?"

"Sampai," balas Meru singkat.

"Bentar. Ini udah jalan ke bawah, kok. Nanti ngobrolnya di kamar lu aja, ya?"

"Lah, kenapa?"

"Hehe. Kartu gua ketinggalan di dalem."

"Ya minta cadangan, lah," ketus Meru.

"Males."

"Gua yang mintain."

"Nah. Gitu, dong, Meru," ucapnya sembari mengecup ponselnya.

"Najis."

Januar hanya tertawa kecil.

"Bajinga–cepetan ada mampang!" bisiknya panik. Ya, benar. Meru Jiwa Mahasastra itu takut oleh boneka mampang.

"Sukurin!"

Singkat cerita, Meru diselamatkan oleh satpam yang memberi boneka mampang itu uang kemudian barang dan makanan yang berada di bagasi mobil Meru telah berada di tempatnya masing-masing. Kini mereka sudah berada di unit apartemen Meru walaupun kawannya itu sudah mendapatkan kunci cadangan. Januar dengan lahapnya memakan salé bagai lupa tujuan utamanya mengajak Meru bertemu. Selain karena lupa, Meru juga tengah menelepon mamanya untuk memberitahu bahwa ia sudah sampai di unit dengan selamat, utuh, dan ganteng, begitu katanya. Di balkon, pria bernama Meru terlihat tertawa mendengar perkataan mamanya di telepon sembari matanya menatap jalanan malam yang sepi. "Eru nggak apa-apa, Maa. Maaf, ya, tadi telat kabarin Mama. Tadi ada Januar terus jadinya ya kusuruh bantu beresin tempatku, hehe."

Meru terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya seraya ia berbalik, hendak masuk ke kamarnya. "Ma, Eru besok kerja, nih. Terus Januar ada hal yang mau diomongin, biar Eru nggak bergadang malem iniii ... kita ngobrolnya lanjut besok, oke?"

"Iya, Ma. Mama dan yang lain juga makan, minum, tidur, pokoknya pola hidupnya kalian musti dijaga, ya. Salam dari Januar buar Mama, Papa, dan semuanya. Eru tutup, ya, Ma."

Sambungan telepon penghangat jiwa itu terputus. Meru mengambil langkah masuk ke kamar. "Enak?" tanya Meru pada Januar yang wajahnya terlihat ambigu karena lidahnya tengah berusaha meraih salé yang menyangkut di gigi grahamnya.

Januar mengangguk.

"Jadi, lu mau ngomong apa?"

"Kabar baik pertama, nih, Nung. Lu tau anak Cibos yang cakep itu?" tanya Januar setelah ia selesai dengan urusan 'salé nyangkut'nya.

MaristeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang