Kaia menuruni tangga sembari membawa piring dan gelas yang telah ia cuci terlebih dahulu ke rak piring yang terletak di dapur. Langkahnya terhenti saat mendapati Danu yang tengah membuka kulkas dengan sekotak susu kemasan dua ratus mili di tangannya. "Kai, nggak ke mana-mana hari ini?" tanyanya.
"Kayaknya enggak, Om. Sebentar, Kai mau taruh piring sama gelas dulu ke rak," ujarnya sembari melewati Danu lalu menaruh bawaannya ke rak piring.
"Om, Kai kayaknya pindah akhir minggu ini, deh. Mumpung ada Karin juga biar sekalian pamitnya," ujarnya lagi.
Danu terdiam sejenak sembari tangannya mendorong pintu kulkas agar kemballi tertutup. "Hmm ... kalau akhir minggu ini tuh gimana, ya?"
"Gimana, Om?"
"Om enggak bisa antar nanti," jawabnya.
"Oh. Enggak apa-apa. Kai sewa kurir barang sama ojek aja."
"Jangan dulu. Ngobrol dulu lusa Sabtu sama Om dan Tante," tukas Danu yang terdengar bagai kalimat yang berkesan menghadang.
"Ada apa, nih? Tapi, oke, deh. Semoga nanti nggak kehabisan kurir."
—
Dengan langkah sedikit ragu, Meru berjalan menuju ruangan atasannya. Sebelum ketukan ia hantarkan, John sudah melambaikan tangannya terlebih dahulu dari dalam, memberikan isyarat kalau Meru bisa langsung masuk saja ke dalam. Pria itu mengangguk lalu melangkah masuk. "Cik Bos. Saya mau ngomong."
"Kalau enggak mau ngomong kau enggak bakalan ke sini, Meru," balasnya. Jenaka seperti biasa.
"Jadi, kerjaan saya 'kan udah kelar duluan, nih ...."
John menyambar ucapan editornya itu karena tahu arah percakapannya ke mana. "Kau mau cuti, kah?"
"He he. Kebaca banget kayaknya."
"Berapa hari? Dua hari aja, ya," ia menjawab pertanyaannya sendiri.
"Lah dijawab sendiri."
"Biar si Januar nggak ngerengek nggak ada kau alias sohibnya di kantor."
"Cik Bos lebih sayang sama Januar padahal kerjanya rajinan saya," gerutu Meru.
"Ya iya, lah. Toh kau juga perhatiannya sama komputer dan penulis. Saya ajak makan mah nolak terus," setuju John.
"Hehe. Tapi, best seller, kaan?"
"Dua hari gak ada nawar."
Meru mengangguk setuju. "Dari awal juga nggak ada niatan mau nawar, sih. Omong-omong, makasih, ya, Suhu. Atas kemurahan hatinya. Saya balik dulu ke meja saya, ya. Mau telepon Nyonya Besar."
"Gih. Sekalian sampaikan salamku ke Mamer, ya."
"Siap!"
Dengan secepat kilat ia kembali ke meja kerjanya, sedikit membereskan barang-barangnya yang selalu ada di atas meja ke dalam laci. Tak lupa juga tangannya menyambar ponselnya lalu menelepon Hayudiya—mamanya. Tak perlu waktu lama hingga akhirnya telepon itu terhubung. "Halo, Mama? Mama masak opor ayam, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Maristeia
FanficMaristeia is a simplified version of Meru, Ariste, and Kaia. This is story a between Meru as novel editor and Kaia as one significant author under publisher named Aristeia. [ ON-GOING | PG-15 ] NCT / MARK's AU