#08 : Long Time No See

3.6K 752 188
                                    

Kaia memberikan map berwarna biru itu kembali kepada Meru. Ia sudah menandatangani kontrak dengan Aristeia. Hingga detik ini juga, Meru belum membuka maskernya, namun ada satu hal yang Kaia ketahui, Editor M memiliki mata yang indah dan bersinar bagai kilatan berlian saat terpancar cahaya. Bedanya, kedua netra itu terlihat lebih hidup daripada berlian.

Cklek.

Terlihat dokter muda—Jovan dan seorang ners yang membawa makan malam untuk Kaia berjalan masuk. "Halo, Kaii. Gimana keadaannya sekarang?"

"Halo, Jovan. Udah baikan, dong. Besok juga pulang," balas Kaia yang disahut kekehan kecil dari Jovan.

"Hari ini ada temennya, ya?" tanya Jovan.

"Iyaa, temen sekaligus editor, nih."

Mata Jovan memincing melihat map yang terletak di atas meja. "Waduh, Kai jangan disuruh kerja dulu, ya, kakak editor sekalian."

Dari detik pertama ia mendengar dokter muda bernama Jovan ini memanggil Kaia dengan kasual, ia sudah tidak menyukai hadir Jovan. Dia menjawab dengan santai, "Loh, enggak, kok."

"Hmm, gitu?"

Ngeselin, batin Meru.

"Izin periksa dulu sebentar, yaa," ucap Jovan sembari bersiap dengan memasukkan kedua earpieces dan mengetuk diafragma stetoskop.

Setelah selesai sesi pemeriksaan, kemudian agenda ngobrol ringan sembari makan dilaksanakan. Kaia yang merasa malu dan sedikit kesulitan makan baru makan sedikit dan masih tersisa banyak. Meru juga, ia memilih untuk menunda makannya karena jika ia makan berarti ia harus melepas maskernya.

Januar yang merasa takut menghambat kemudian beranjak dari duduknya seraya menelepon penulis yang di hari lampau ia berikan tawaran penerbitan. "Eh, astaga, gua ada urusan malem ini—bentar, gua telepon dulu, ya." beranjak ia dari duduknya menuju ke luar.

"Halo, Beez," sapa Januar.

Cklek!

Pintu kamar itu dibuka dengan tidak santai oleh sosok wanita karir yang kini berada di hadapan Januar. Dia tengah menempelkan ponsel di telinganya, bagai wanita yang sudah pulang kerja namun tetap sibuk. "Halo, Mas Januar."

Januar berhenti melangkah dan menoleh pada wanita yang hendak masuk ke ruangan Kaia. "Beez?" tanyanya sembari menurunkan ponselnya.

"Loh? Mas Januar dari Aristeia?"

Dua takdir dalam satu waktu terjadi di ruang ranap itu, siapa sangka penulis yang tengah Januar telepon adalah orang yang tengah mendorong pintu ruangan ranap yang hendak ia tarik? Ya, benar, pada malam itu juga Januar bertemu dengan Beez yang ia ketahui sebagai penulis yang ia incar naskahnya.

"Wih, anjir. Gila. Merinding gua," timpal Meru yang menyaksikan pertemuan yang kemungkinan terjadinya satu banding jutaan.

Januar menoleh pada Meru dan Kaia bergantian. "Beez, kita ngobrolnya di kafetaria aja, ya."

📖📖📖

Hampir tiga menit Meru dan Kaia bercumbu dengan keheningan dan obrolan kecil yang tidak berkepanjangan hingga akhirnya pria itu sudah mantap dengan dedikasinya.

MaristeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang