Part 24 We Belong Together

2.3K 112 11
                                    

Hari-hari Elisa berjalan dengan baik selama di pack Lucian. Ia sering menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dan bermain bersama kucing-kucing kecil apabila Lucian tidak bersamanya.

Hanya saja, terkadang Ia berharap Alvaro akan datang untuk menemuinya. Semenjak terakhir kali  pertemuan mereka, Elisa sering bermimpi aneh. Ia tidak terlalu jelas mengenai mimpi itu. Ia memiliki kesan samar tentang mimpi itu yang terasa begitu nyata.

Ia bertanya-tanya apakah itu hanya mimpi atau sebuah peristiwa masa lalu yang menghilang dalam ingatannya? Tetapi perasaan familiar itu begitu asli sehingga Ia mulai merasa bahwa mimpi-mimpi itu bukan hanya mimpi.

Dirinya kerap kali berusaha mengingat tetapi seperti ada semacam penghalang yang mencegahnya untuk mengingat hal-hal itu.

"Hei Sayang.. Kenapa melamun lagi?"
Lucian menghampiri gadisnya sepulang dari kantor.
Ia merasakannya, meskipun Elisa tidak mengatakannya. Semenjak kunjungan Alvaro, memang gadisnya menjadi sering linglung dan melamun. Ia juga terkadang akan menangis dan berteriak di mimpinya.

"Lucian.. Aku selalu merasakan bahwa aku melupakan sesuatu yang sangat penting. Tetapi entah seberapa keras aku mencoba, aku tidak bisa mengingatnya." Ucap Elisa lembut.

"Tidak apa sayang, suatu saat pasti kamu akan mengingatnya." Ucap Lucian sembari memeluk gadisnya.

Malam ini adalah malam bulan purnama. Malam yang sempurna bagi werewolf. Lucian bisa merasakan badannya memanas karena keinginan memiliki gadisnya. Sambil berusaha menekan keinginan untuk menandai gadisnya, Lucian berjalan ke kamar mandi.

Elisa memandang Lucian yang hanya memberinya pelukan sebentar sebelum pergi ke kamar mandi.
Elisa ingat, malam ini adalah bulan purnama sehingga pasti sangat menyusahkan bagi Lucian untuk menahan keinginannya.

Sebenarnya Ia sudah merasakan perasaan penerimaan yang cukup besar untuk Lucian. Terkadang Ia juga akan merasa senang saat Lucian menyentuhnya dan tidak merasa takut lagi padanya.

Ia hanya menunggu Lucian bertanya, setelah itu Ia akan mengizinkannya menandainya.
Tetapi sepertinya Lucian tidak ingin memberi tekanan padanya sehingga Ia tidak menanyakan pertanyaan itu kepada Elisa.

Dengan langkah yang tegas Elisa memutuskan untuk berjalan ke kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi dan melihat Lucian sedang berendam di air dingin.

Melihat gadisnya masuk, Lucian sedikit merasa tercengang. Ia tidak mengerti mengapa gadisnya menghampirinya disaat Ia sedang berusaha menekan hasrat liarnya.

"Lucian.. Aku siap.. Tidak apa-apa untuk menandaiku.." Ucap Elisa saat dilihatnya Lucian memandangnya dengan heran.

Lucian merasa sedikit tercengang dengan pernyataan gadisnya yang tiba-tiba. Perlahan keinginan yang telah berusaha Ia tekan membuncah sekali lagi dalam dirinya. Matanya menggelap dengan sedikit keemasan didalamnya.

"Apa kamu yakin sayang?" Ucap Lucian dengan nada dalam yang tidak bisa ditahan.

Melihat Elisa memandangnya dengan yakin dan mengangguk setuju, Ia tidak ragu-ragu lagi.
Lucian berdiri dan mengangkat Elisa untuk berendam bersamanya.
Ia mencium kening, hidung, pipi dan bibir Elisa dengan lembut.

Elisa tidak tinggal diam, Ia juga membalas ciuman Lucian dan mengalungkan tangannya pada leher Lucian.

Melihat gadisnya yang tidak takut dan ikut membalas ciumannya. Lucian perlahan mulai melepaskan hasratnya yang sudah lama terpendam.
Ia mencium Elisa dengan hasrat yang membara dan mulai menyentuh tempat-tempat sensitif gadisnya.

Baju tidur Elisa menjadi kusut akibat dari perbuatan Lucian. Ia merasa lemas dari semua perlakuan Lucian dan sama sekali tidak berdaya untuk memberikan penolakan apa pun. Dan hanya bisa mengerang lemah karena tubuhnya merasa panas akibat sentuhan-sentuhan Lucian.

Lucian melepaskan bibir gadisnya dan mulai memandang gadisnya dengan intens. Gadisnya sangat amat cantik. Mata yang indah itu sekarang berkaca-kaca karena hasrat dan keinginan, pipinya merona, bibir merahnya bengkak dan sedikit terbuka dengan terengah-engah akibat ciuman ganasnya.

Lucian melanjutkan tatapan intensnya pada tubuh gadisnya. Pakaian tidurnya sudah kusut akibat sentuhan-sentuhannya. Dua kancing piyamanya sedikit terbuka memperlihatkan kulit gadisnya yang indah. Benar-benar sangat cantik.

Melihat tatapan Lucian yang intens, Elisa merasa sedikit malu. Ia perlahan menggerakan tangannya untuk menutupi dadanya sambil menunduk dengan wajah yang semakin merah.

"Jangan ditutupi sayang.. Kamu tidak perlu menutupi dirimu..
Tidak di hadapanku dan hanya denganku.."
Dengan perkataan itu Lucian menarik kembali gadisnya ke dalam pelukannya. Dan tanpa banyak usaha, baju Elisa sudah terbuka oleh perbuatan Lucian.

Lucian melanjutkan ciuman-ciuman nakalnya pada leher Elisa. Merasa bahwa nafas gadisnya semakin berat dan hasratnya sendiri hampir meledak, Lucian tidak menunggu lagi.

"Ini mungkin akan sedikit sakit sayang.. Tahanlah sebentar.." Tanpa menunggu Elisa menjawab, Lucian menggigit leher gadisnya untuk manandai miliknya.

"Ahh.. Sakit Lucian!!" Elisa menjerit merasakan taring yang menusuk lehernya.

Lucian dengan lembut memeluk gadisnya. Menjilat dengan lembut darah yang keluar dari leher gadisnya akibat gigitan miliknya. Ia baru berhenti menjilat saat dilihatnya luka itu sudah berhenti mengeluarkan darah.

Elisa hanya bisa bersandar pada pelukan Lucian, entah mengapa Ia merasa lemas dan panas disaat yang bersamaan.
Melihat gadisnya yang begitu menurut di pelukannya, Lucian merasa sangat puas.

Setelah sekian lama menanti akhirnya Ia bisa menandai Elisa. Sekarang tinggal satu langkah lagi dan Elisa akan menjadi miliknya sepenuhnya.
Mengingat hal ini, langkah kakinya menjadi lebih ringan dan suasana hatinya menjadi sangat baik.
Lucian tidak sabar untuk menikmati gadisnya sepenuhnya.

Tanpa banyak perhitungan Ia menempatkan Elisa di ranjang mereka. Pikiran Elisa sudah menjadi agak kabur dan hanya bisa membiarkan Lucian bertindak sesuai keinginannya.
Ia merasa panas dan lemah sehingga Ia hanya bisa memandang Lucian dengan pandangan memelas.

Melihat gadisnya memandangnya dengan tatapan memelas seperti itu membuat hasrat Lucian semakin membara. Ia merasakan pangkal pahanya sakit dan tak tertahankan.
Tanpa menunggu, Ia langsung menindih gadisnya dan melanjutkan kegiatan panas mereka.

Suara erangan dan desahan bisa terdengar sepanjang malam dari kamar mereka.
Pasangan itu menjadi satu di bawah cahaya terang bulan purnama yang indah. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Little LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang