Kisah yang saya angkat dari karakter favorite saya di game Harvest Moon yaitu Gray dan Claire.
Kenapa rasanya Gray pernah mengalami hal seperti ini? Tapi, kapan? Ia sendiri tidak tau kapan tepatnya pernah terjadi hal semacam ini. Mungkin dulu. Ia ti...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dentingan bel di atas pintu membuyarkan pikiran Mary. Sejak tadi ia telah menanti kedatangan sosok yang baru saja melangkah masuk ke dalam perpustakaannya. Mary menutup bukunya dan berdiri di balik meja counter. Ia merapikan rambutnya dan membenarkan letak kacamatanya, berharap semoga tidak ada satu titik debu pun yang menempel di tubuhnya saat ini.
"Selamat pagi." Sapanya ringan lalu di jawab oleh sosok tadi.
Sebenarnya perpustakaan saat ini tidak terlalu ramai pengunjung. Hanya ada May, Stu dan pak Carter seorang pendeta di Mineral Town. Ditambah dengan yang baru saja datang ini ialah Gray yang kemarin telah berjanji untuk pergi ke perpustakaan. Perpustakaan Mary tidak terlalu besar tapi ia banyak menyimpan buku-buku yang berguna untuk penduduk desa Mineral Town. Mulai dari buku fiksi sampai buku ilmiah. Mary sangat memperhatikan kualitas dari buku-buku yang di kelolanya bahkan meja dan kursi di tata rapi seperti di cafe agar banyak penduduk yang datang untuk membaca.
Mary pun tak jarang mengganti buku-buku lama dengan buku-buku yang baru agar warga tidak bosan. Ya walaupun pendapatannya kecil Mary dengan senang hati menjalankan tugas yang ia cintai itu. Menurutnya buku adalah teman sehari-harinya. Pekerjaan yang membuatnya senang tidaklah merugikan untuknya.
"Jadi, dimana buku yang kau katakan itu?"
Mary mencoba mengingat-ingat lalu, "Ah, ikuti aku!" Gray pun mengikuti langkah gadis yang berada di depannya. Gadis itu seperti biasa mengepang rambutnya dan mengenakan rok lipat-lipat yang menutupi lututnya. Gadis sederhana namun memiliki daya tarik tersendiri dengan sikapnya yang lemah lembut dan pemalu.
"Itu disana." Tunjuk Mary dan diikuti arah pandang Gray yang ke atas. Mary pun mengambil tangga kecil yang tak jauh dari mereka karena buku itu berada di rak yang tinggi dan sulit untuk di jangkau. Mary pun menaiki tangga tersebut dan memilih beberapa buku di atas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dan saat ia hendak turun membawa beberapa buku tersebut tiba-tiba saja kakinya terpeleset. Mary berteriak sambil menutup matanya menunggu badannya menyentuh tanah. Anehnya ia tidak merasakan sakit padahal buku-buku yang di pegangnya tadi sudah lebih dulu jatuh ke lantai.
Ia pun membuka matanya perlahan dan langsung berhadapan dengan wajah Gray yang sedang menangkapnya saat ia terjatuh tadi. Dada Mary bergetar kencang sampai-sampai ia takut kalau Gray bisa mendengarnya. Ternyata bunyi kegaduhan tadi membuat pak Carter dan anak-anak kaget dan pergi melihat apa yang sudah terjadi. Sadar bahwa masih di dalam pelukan Gray, Mary segera bangkit dan menunduk.
"Manis sekali." Celetuk May sambil cekikikan bersama Stu. Itu membuat Mary semakin tersipu malu.
"Apa yang terjadi?" Tanya pak Carter khawatir.
"Mary hampir terjatuh dari atas tangga. Tapi semunya baik-baik saja." Jawab Gray tenang karena Mary tidak menjawab tadinya.
"Kalian membuatku kaget saja. Syukurlah kalau begitu kami pergi dulu." Ujar pak Carter hangat lalu ia dan anak-anak pergi meninggalkan mereka berdua dalam keheningan.
Mary buru-buru mengambil buku yang berserakan. Ia benar-benar malu sampai salah tingkah begini. Walaupun ia malu untuk bertatapan dengan Gray ia berusaha untuk bersikap normal kembali. Gray membantunya memungut buku-buku yang berserakan.
"Ini beberapa buku tentang bahan tambang yang kau cari." Sambil masih sedikit menunduk Mary menyerahkan buku-buku yang ada di tangannya. Gray segera menyambutnya. Karena tidak mendengar adanya jawaban akhirnya Mary mengangkat wajahnya dan melihat wajah Gray yang sedikit canggung memperhatikan buku yang ia ambil tadi.
"Terimakasih. Kalau begitu aku akan segera membacanya." Gray lalu segera mencari tempat duduk yang nyaman untuk membaca.
Mary hanya tersenyum dan diam-diam ia juga mengucapkan terimakasih dengan suara lirih sehingga Gray tidak menyadarinya. Lalu ingatannya kembali ke kejadian yang belum sampai sepuluh menit tadi. Ia tak sadar kalau pipinya kembali merona.