Candra bahkan tak pulang juga padahal sudah pukul sembilan malam. Angin kencang dan hujan deras tiba-tiba saja turun.
Rania hanya terduduk di depan laptop yang belum juga ia nyalakan sejak tadi. Pikirannya kalut. Entah apa lagi yang diperbuat suaminya itu padanya nanti. Mengapa semua masalah datang padanya seakan tak ada henti?
Ia harusnya menyelesaikan desain pesanan Bara malam ini. Esok, menurut Mia, Bara akan mempresentasikan di depan klien sehingga tidak ada lagi kata tunda.
Ponselnya berdenting, sebuah pesan yang datang dari Bara. Senyum manis terukir di wajah Rania, meski berulang kali ia berujuang melupakan Bara. Namun saat lelaki itu masuk dalam ruang-ruang hidupnya, semua terasa indah.
Lelaki itu meminta ijin padanya untuk menelpon.
Baru beberapa detik ponselnya berdering, Rania sudah mengangkat panggilan itu. Seakan sudah sekian lama ia menunggu panggilan dari Bara.
"Maaf bila mengganggumu malam-malam—"
"Tidak masalah, Bara." Sambil menahan senyum Rania berjalan dengan ragu-ragu di dalam kamar tanpa arah yang jelas. "Tidak biasanya kamu menelponku malam-malam begini."
"Aku hanya," Bara seperti kehilangan kata-kata, "mau mengecek sejauh mana pekerjaanmu. Esok sudah harus kupresentasikan ke klien."
"Oh, aku sedang mengerjakannya. Beberapa saat lagi selesai," katanya berbohong.
"Rania ..."
"Ya?"
"Sebenarnya aku—"
Kata-kata Bara terpotong saat Rania berteriak kencang. Jantungnya seakan berhenti berdetak, saat perit menyambar di luar rumah.
"Ada apa, Rania?!" tanya Bara penuh kekhawatiran.
"Petir," jawab Rania singkat.
Keduanya hening sejenak. Hanya suara napas yang terdengar.
"Aku ingin mengajakmu untuk ikut dalam presentasi esok," suara Bara ragu. Ia butuh waktu dan adrenalin yang banyak untuk sekadar mengungkapkan kalimat singkat itu.
"Terima kasih atas tawarannya, Bara. Tapi—"
"Tidak masalah, Rania. Aku tahu kamu sibuk akhir-akhir ini."
Kedua ujung bibir Rania melengkung ke atas. Menampilkan senyum manis yang sudah tak mampu lagi ia tahan. "Kuusahakan untuk ikut esok. Terima kasih tawaranmu."
Rania menggit kukunya sambil menahan tawa bahagia. Andai Bara tahu, ia sangat ingin menghabiskan waktu dengannya.
Ia merindukan semuanya tentang Bara. Sentuhan, suara, tatapan dan wangi tubuh lelaki itu.
"Oke, aku pamit ya. Selamat bekerja."
"Ya, see you."
Ketika Bara memutuskan sambungan telpon, Rania langsung memegang ponsel dengan kedua tangannya dan mendekap ke dadanya.
Sesaat kemudian ia duduk kembali di depan laptop. Matanya serius menatap layar sambil bibirnya terus menampilkan senyum manis. Ia sedang berada dalam suasana yang ceria.
Entah hubungan apa yang akan mereka jalin. Namun lelaki itu telah memberi kepercayaan diri pada Rania.
==
Setelah memarkir mobil di tepi jalan, Bara keluar dari mobilnya lalu berjalan ke halaman kosan Rania. Tanah begitu becek sehingga ia harus berhati-hati. Ketika ia tiba di pintu kamar Rania, pintu itu masih tertutup rapat. Terdengar alunan musik dan dengungan seorang wanita di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR 21+ [selesai]
Romance🔞Hanya untuk 18+ Berawal dari kedekatan sebagai atasan dan staf, Rania diam-diam mulai menyukai Bara. Hal ini dimulai sejak Candra, suami Rania, mulai berubah. Konflik batin, KDRT dan rasa cinta yang tumbuh antara ketiga tokoh ini membuat nya menja...