Part 10

33.7K 1K 110
                                    

Ketika Rania keluar dari mobilnya, Bara hanya menatap wanita itu pergi. Ia duduk dengan bibir melengkung ke atas.

Dadanya masih berdetak kencang, aroma napas Rania dan lembut bibirnya masih saja terasa. Beberapa kali ia menggelengkan kepala, tak percaya bahwa ia benar-benar menginginkan Rania.

Seharusnya ia pulang, namun sesaat kemudian ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di café. Menikmati sisah hari ini sambil membayangkan Rania.

Sejak pertama kali mereka bercinta, Rania seakan mencuri sebagian hidupnya. Ia menemukan sensasi paling liar dan nakal dalam hidupnya.

Setelah duduk di meja, Bara kemudian membuka laptopnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah membuka akun Instagram dan Facebook Rania. Mencari tahu foto-foto wanita itu.

Melihat foto-foto Rania membuat darahnya berdesir sekali lagi. Jatuh cinta pada tempat yang salah, sesuatu yang lucuh sekaligus aneh.

"Shit!"

Kebahagiaan Bara untuk sementara terhenti karena batrai laptopnya habis. Alat cas masih tertinggal di mobil dan ia sendiri malas untuk mengambil.

Langit sudah mulai menguning, sebentar lagi gelap. Bara memutuskan untuk pulang. Sengaja ia lewati rumah wanita itu, berharap bisa melihatnya dari kejauhan.

Ketika melewai rumah itu, dari kejauhan ia melihat Rania terburu-buru naik ke atas taksi membawa sebuah tas besar. Ia bisa melihat dengan jelas Candra berdiri kebingungan di belakang taksi.

Merasa penasaran, Bara membuntuti taksi yang membawa Rania. Mereka pasti baru saja bertengkar, dan entah ke mana wanita itu akan pergi.

Semula Bara ingin menghubungi via telp, namun setelah ia pikir-pikir kembali, rasanya tak sopan. Akhirnya ia memilih mengirim pesan.

'Kamu ke mana, Rania?'

Beberapa saat mengikuti taksi yang ditumpangi Rania, Bara akhirnya sadar bahwa wanita itu masuk ke dalam mal. Stelah memarkir mobil, berlari kecil ia cari wanita itu.

Sayangnya, mal ini cukup besar sehingga akan sangat sulit rasanya dengan cepat menemukan Rania. Bahkan saat ia sudah mengelilingi beberapa kali, ia belum juga menemukan Rania.

Apa Rania mengetahui bahwa ia diikuti sehingga berusaha kabur dan mengelabuinya?

Bara bahkan bertanya pada beberapa orang, namun tidak juga ia temukan. Sampai akhirnya tanpa sengaja ia temui wanita itu tengah duduk dengan wajah lesuh di sebuah kedai kopi.

Setelah menyapa dan duduk di depannya, Rania mendadak menangis. Air matanya jatuh dan tidak ada penjelasan sedikitpun.

"Kamu baik-baik saja kan?"

Pertanyaan ini meluncur begitu saja dari mulutnya. Beberapa saat kemudian ia sadar bahwa tidak mungkin Rania akan baik-baik saja bila menangis seperti ini.

"Kamu mau ke mana?"

Tangan Bara refleks mengambil tisu dan memberikan kepada Rania. Sementara dirinya sendiri bangkit lalu berpindah ke samping Rania. Pikirannya kalut dan ia sendiri kebingungan untuk menenangkan Rania.

"Kami baru saja bertengkar," kata Rania sambil mengusap air matanya. Beberapa kali ia menahan napas dan memejamkan mata, berjuang untuk tak menangis lagi. "Dan aku meninggalkannya."

Suasana canggung kembali, namun mata Bara sekilas melihat sesuatu yang aneh. "Kamu dipukul?"

"Tidak."

"Jangan bohong, Rania. Ini apa?" Tangan Bara menunjuk salah satu memar yang masih kentara di tangan Rania.

"Aku tidak apa-apa."

AFFAIR  21+ [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang