Prolog: Lily

22.2K 298 20
                                    

Dari salah satu rumah yang kecil dan di desa yang damai, terdengar suara kemarahan yang membakar kebencian di sana.

"Kamu bukan manusia! Terkutuk! Apa yang kau lakukan pada putriku? Teganya menyakiti dia yang masih kecil!"

Suara tamparan terdengar berkali-kali. Abah, ayah dari Lily gadis remaja berusia 14 tahun--kalap dan terus menampar dan menonjok pemuda yang duduk di hadapannya.

"Cukup, dia bisa mati!" Haji Hasan, ajengan kampung yang dihormati Abah mencegahnya.

"Aku tak peduli, mati mungkin lebih baik untuk putriku!"

"Kalau dia mati, kamu dipenjara, lalu putri siapa yang akan melindunginya?"

Abah menahan tangannya yang hendak menghantam hidung Dewa. Satu pukulan lagi bisa mematahkan hidung lelaki yang hanya menerima kemarahan dengan diam itu.

"Saya akan bertanggungjawab dan menikahinya."

Dewa, lelaki dengan wajah dingin, wajahnya babak belur itu berkata dengan dingin.

Sementara Lily, gadis kecil yang sedari tadi duduk ketakutan dan menangis di hadapannya itu tanpa diduga bangun dan menggebrak meja. "Aku tidak sudi menikah denganmu, Jahat!"

Vas berisi bunga Lili putih pun berhamburan dan tersiram air teh. Kini, warnanya tak lagi putih. Terlihat kecoklatan. Kotor. Sama seperti keadaan Lily. Hatinya sudah hancur. Tubuhnya tak lagi suci karena perbuatan biadab Dewa gurunya sendiri.

"Tenanglah, Lily!" Ambu merengkuh dengan pilu.

Hah! Hah!

"Aku tidak sudi menikah dengan lelaki itu!" tunjuk Lily dengan gemetar. Napasnya memburu.

"Nak, kuatkan hatimu." Abah--bapaknya Lily--memegang tubuh Lily yang meronta hendak menerkam Dewa.

Haji Hasan--guru ngaji putrinya, dan kakek dari pihak kakaknya Abah--menuang segelas air, berkomat-kamit, menyipratkan ke tangan. Lalu, dengan cepat mengusap wajah Lily.

Perlahan rontaan gadis itu melemah sebelum akhirnya terdiam.

Haji Hasan menyodorkan sisa air dam gelas, "Minumlah, Nak," titahnya. Gadis kecil itu tak menolak meski di matanya ada sorot amarah dan ketidakrelaan.

Abah, membantunya meminumkan hingga benar-benar habis. Ajaib. Kini, Lily benar-benar tenang. Saking tenangnya, pandangan matanya terlihat kosong. Wajahnya seperti kebingungan.

Abah yang memerhatikan keadaan putrinya mendadak cemas. "Bagaimana ini, Uwa?"

Haji Hasan yang ditatap, menatap sejenak. "Alo, bawa si Eneng ka kamarnya dulu. Biarkan dia tertidur."

Kemudian pandangan memohon beralih pada istri adiknya. "Punten pisan, Uwa minta tulung, temeni si Eneng tidur. Jangan buat dia keingetan terus. Neng geulis, naha jadi kieu."

Haji Hasan menggeleng-gelengkan kepala, seakan hendak mengusir nasib buruk yang menimpa cucu dari adik kesayangannya. Dirinya merasa gagal tak mampu menjaga wasiat sang adik sebelum meninggal untuk menjaga anak dan keturunannya.

Kedua orang tua yang tak berdaya itu membimbing Lily ke dalam kamar. Menemani sang putri kesayangan satu-satunya yang menatap kosong agar tertidur. Ambu mendudukkan dan mengangkat kaki Lily ke atas ranjang. Sementara Abah menyelimuti putrinya. Ambu memeluk Lily yang hanya terdiam. Membiarkannya bersandar dan tertidur seperti ketika kecil dulu.

Lily, gadis kecilnya yang baru beranjak remaja, tumbuh bagai kuncup kembang di desa yang sangat cantik jelita. Namun, belum sempat kembang itu mekar, tangan yang lancang telah memetiknya tanpa izin.

Gadis Desa yang Ternoda [proses revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang