Bab 11

4.4K 556 69
                                    

Bagiku, kamu candu. Tapi jangan sampai kau menganggapku seperti candamu.

Persiapan lamaran kembali mulai dilakukan. Setelah ibunya Ani mulai berangsur membaik, akhirnya sabtu besok kami, maksudnya aku dan keluargaku akan benar-benar melamar Ani kepada keluarganya. Namun kali ini sengaja dibuat konsep sesederhana mungkin. Ya, begitulah yang ada dipikiranku. Karena acara akan dilakukan di rumah. Meskipun untuk makanan yang dihidangkan nanti, Ani memesan catring, aku mencoba untuk memaklumi. Kondisinya pun tidak memungkinkan untuk ibunya melakukan persiapan di tengah kondisinya yang belum sepenuhnya pulih.

Lalu mengenai resepsi ini, hm... kemarin ibuku sudah meminta pendapat kepada tante Risma, dan beliau menyarankan banyak hal yang sesungguhnya aku setujui.

Yang pertama, resepsi pernikahan bisa dilakukan di rumah dengan alasan waktu yang dimiliki jauh lebih panjang. Apalagi teman-temanku yang rumahnya sangat-sangat jauh dari tempat tinggalku ini pastinya membutuhkan waktu untuk menempuh perjalanan. Sedangkan jika aku mengadakan resepsi di gedung, maka acara akan sangat dibatasi. Untuk itu keputusan mengadakan acara di rumah cukup disetujui ibu. Dengan alasan kuat tidak mungkin aku memaksa teman-temanku untuk datang tepat waktu.

Lalu yang kedua, catring di gedung kadang sering kali tidak mencukupi. Padahal jumlah yang dipesan sudah diperhitungkan. Misalkan, total undangan resepsiku nanti 300 orang, maka untuk pemesanan akan dilipat gandakan. Sehingga tidak akan terjadi kekurangan makanan selama resepsi. Akan tetapi masalahnya, ketidak jujuran bagian catring membuat banyak sekali tamu yang tidak kebagian makan. Karena itulah, alasan ini menjadi alasan kuat pendukung dari tidak dilaksanakannya resepsiku di gedung.

Dan yang ketiga, jika memang memaksa ingin di gedung, maka coba cari gedung yang tidak ada batasan waktunya. Misalkan seperti gedung-gedung pertemuan serba guna di kampus-kampus. Atau masjid besar yang bisa dipergunakan sebagai tempat resepsi. Atau mungkin saja tempat lapang yang bisa disulap seperti gedung.

Itupun dengan alasan jika pihak perempuan tidak menerima resepsi di rumah.

Namun sejujurnya, semua nasihat tersebut sangat berguna. Karena aku tahu sekali bagaimana pengalaman tante Risma menikahkan ketiga anaknya. Dia sudah mencoba segala cara untuk resepsi. Ada yang sangat mewah, seperti putranya yang pertama. Ada yang dilakukan di rumah, seperti putrinya. Dan ada yang hanya melakukan syukuran saja. Maka dari itu, seharusnya ibu menerima segala saran yang dia lakukan. Yah, walaupun kembali lagi kepada aku dan Ani yang memutuskan, namun bagiku saran ini sangat berguna.

"Udah semua kan, Ga? Enggak ada yang kelewat?" tanya ibu di hari jum'at sore.

Aku yang awalnya termenung, seketika melihat satu demi satu barang-barang yang disiapkan ibu untuk dibawa ke rumah Ani besok.

Di hadapanku kini sudah ada 7 keranjang parcel, dimana ini faktanya belum semua. Kue-kue yang ibu pesan belum termasuk ke dalam hitungan. Karena parcel yang kini telah siap berisikan buah-buahan, lalu kotak cincin tunanganku, serta makanan kaleng dan juga beberapa sirup yang dijadikan dalam dua wadah parcel.

"Udah kayaknya, Bu. Paling nanti malam Riga mau cari sesuatu tambahan."

"Apalagi emang yang dicari? Biar ibu yang beliin." Katanya terlalu bersemangat. Maklumlah semua ini adalah moment pertamanya. Karena sejak 7 tahun yang lalu ibu sudah mendamba-dambakan moment ini. Namun nyatanya baru terealisasikan setelah 7 tahun berlalu.

Ah, maafkan putramu ini yang terlalu susah untuk diatur, Bu.

"Mau cari bunga."

"Bunga?" ulang ibu tak yakin.

Kepalaku langsung mengangguk. Sebenarnya ini bukanlah hal penting, tapi aku hanya memenuhi janjiku pada Ani saja. Dia ingin kubawakan bunga untuk pertama kalinya. Karena ya... aku memang bukan tipe laki-laki romantis yang suka memberikan bunga kepada kekasihnya. Bahkan aku rasanya malu melakukan hal-hal konyol seperti ini, membawa bunga lalu memberikannya pada Ani, aku jujur malu sekali.

SAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang