Aku terbangun tanpa ada ibu disampingku, sepertinya ibu sedang didapur menyiapkan sarapan. Dengan kesadaran diri, aku pun membawa diriku sendiri ke kamar mandi tanpa dipaksa seperti biasanya.
Tak berapa lama setelah aku siap mandi, Minhyun membuka pintu kamarku tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Untung saja aku sudah memakai pakaian lengkap, jika tidak sudah dapat kupastikan dia akan menjadi korban pertamaku hari ini.
"Ya! Kenapa lo gak ngetuk pintu dulu!" bentakku.
"Udah gue ketuk, karna lo gak jawab makanya gue masuk aja. Kirain lo masih molor." jawabnya cuek tanpa meminta maaf.
"Kalo gak gue jawab ya berarti gue lagi mandi." kataku kesal.
"Ya mana gue tau lo lagi mandi, kan biasanya lo diteriakin dulu baru bangun. Nah ini tumben belum diteriakin udah kelar mandi."
"Lo bukannya minta maaf, malah nyindir gue. Mau kena tabok lo ya?"
"Udah sana duduk biar gue sisirin rambut lo, biar cepat ke kampus."
Meski kesal, aku tetap menurutinya dan duduk didepan meja riasku. Oh ngomong-ngomong, meja riasku udah di ganti dengan yang baru. Karna yang lama seperti yang diketahui, sudah hancur karna perbuatan brutalku.
Menyisir rambutku seperti sudah menjadi rutinitas pagi bagi Minhyun. Tentu saja aku tidak pernah memintanya melakukan itu, dia saja yang memaksa walaupun sudah berulang kali ku tolak menggunakan kata-kata halus sampai kasar.
Eits bukannya gue gak bisa nyisir rambut sendiri, tapi seperti kata gue tadi dia yang maksa. Karna dia selalu melakukannya tiap pagi, jadi kalo dia gak nyisir rambut gue barang sehari doang rasanya ada yang kurang. Ah dasarnya aja gue manja dan haus perhatian serta kasih sayang, tapi gengsi gue kelewat gede buat mengakuinya.
Kok kata-kata gue belepotan yak? Kadang aku kadang gue, tapi yasudah lah bodo amet. Suka-suka gue dong ya, kan gue yang ngomong.
Setelah Minhyun selesai menyisir rambutku, aku turun ke lantai bawah menyusul Minhyun yang sudah turun daritadi.
"Pagi sayang, bagaimana tidurmu?" sapa ayah ramah tak lupa senyuman lembutnya.
"Tidurku sangat nyenyak appa, bagaimana dengan appa?" aku balik bertanya.
"Tidur appa tidak nyenyak, karna kau mencuri teman tidur appa semalam." katanya pura-pura merajuk.
"Aku hanya meminjamnya sehari, nanti tidak lagi."
"Jadi aku hanya teman tidur untukmu?" tanya ibu tak senang.
"Eiii tentu saja kau teman dan pendamping hidupku, hingga akhir hayatku." goda ayah, dan wajah ibu sontak merona.
"Appa jangan bermesraan di depan anak kecil dong." sindir Jihoon.
"Kau ini tidak bisa melihat appa bahagia saja." rajuknya.
"Ini karna lo minjam eomma dari appa, noona." kata Jihoon menyalahkanku.
"Gue minjam sehari doang appa udah kecarian, gimana kalo gue minjam dalam waktu yang lama." godaku.
"Tidak tidak, tidak boleh." kata appa buru-buru. "Kalau kau ingin teman tidur, maka segeralah punya pacar dan menikah."
Mendengar perkataan appa, sontak aku tersedak susu yang sedang ku minum.
"Ya! Jangan katakan hal aneh padanya, liat dia sampai tersedak." kata ibu kesal dan menepuk pelan pundakku.
"Itu kan tidak aneh, dan dia juga sudah dewasa. Bagaimana jika dengan Sungwoon, kau kenal dengannya kan?" kata ayah lagi.
"Tidak mau, dia bukan tipe ku." jawabku asal.
"Ei kau bahkan belum mengenalnya lebih dekat, bagaimana kau bisa tau dia bukam tipe mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love
FanfictionAku terus berlari darimu, tapi kau tidak pernah berhenti mencariku. Apakah kau akan berhenti kemudian aku akan menyesal nantinya? Atau kau akan tetap setia mencariku dan aku mulai bisa menerimamu?