Bag 17. Room 610

2.7K 96 13
                                    

RIKI POV.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.10. Situasi antara aku dan pak Hendro terasa menegang. Kami sama-sama diam. Aku sendiri merasa ada kepuasan tersendiri berhasil mengungkap kepura-puraan pak Hendro dengan straight acting-nya.

Sambil memungut name tag kain bertuliskan nama NINO yang jatuh di dekat kakinya, pak Hendro menatapku. "Benda ini nggak membuktikan apapun!" Dia berbicara dengan sinis.

"Sampai pada titik ini, bapak masih menyangkal jati diri bapak!" kataku.

"Bukan urusan kamu, Rik!" kata Pak Hendro.

"Memang bukan urusanku, tadinya. Tapi setelah bapak terus menerus menatapku, lalu meremas kontolku, udah jelas sekarang itu menjadi urusanku!" kataku.

"Meremas kontol? Jangan salah artikan antara memberi pelajaran dengan menggoda ya, Rik! Itu dua hal yang berbeda!" Kata Pak Hendro.

"Lalu kenapa bapak harus berbohong dan mengarang semuanya soal Nino?" tanyaku.

"Itu juga bukan urusan kamu," jawab Pak Hendro singkat.

"Kalau bukan urusanku, kenapa bapak menceritakan semua kebohongan itu?" tanyaku lagi.

Pak Hendro terdiam.

"Kalau aku nggak begitu berperan penting dalam acara ini beserta semua kebohongan yang terjadi di hotel ini hari ini, lalu kenapa sekarang bapak berada di sini menemaniku?" tanyaku lagi.

Pak Hendro menatapku lagi.

"Bapak nggak perlu menjelaskan kalo memang nggak mau. Aku nggak memaksa. Aku hanya penasaran aja kenapa bapak harus menjadi Nino," kataku.

"Sudah jelas kan tadi saya bilang! Saya tidak perlu menjelaskan apa pun kepada kamu, Rik," kata Pak Hendro.

"Dasar polisi keras kepala, aku nggak minta penjelasan. Aku bilang aku cuma penasaran aja dengan yang terjadi di kamar 609. Bagaimana bisa bapak memanfaatkan waktu yang demikian sempit itu buat ngentot dengan Bimo dan berganti nama menjadi Nino, padahal udah ditungguin sama Cindy di sini!"

"Bukan urusan kamu, Riki!" kata Pak Hendro lagi.

"Karena aku udah terlanjur menyaksikan semua itu, tentu itu sekarang sangat mengganggu pikiranku," kataku.

"Baik, jadi begini saja pak Riki, katakan sebetulnya apa yang bapak inginkan dari saya?"

"Keinginan saya? Seharusnya pak Hendro sudah tahu, kan. Seorang top yang sedang berada di puncak birahi dihadapkan dengan seorang bottom seksi menggairahkan seperti bapak. Bapak pikirkan saja sendiri apa kira-kira keinginanku!" kataku.

"Kamu terlalu banyak retorika, pak Riki. Katakan aja langsung!" kata Pak Hendro tegas.

"Oke. Aku ingin ngentot dengan bapak. Itu intinya." Akhirnya aku mengatakan itu.

Pak Hendro menatapku tajam. Ia sepertinya nggak menyangka aku bisa mengatakan itu dengan vulgar tanpa malu-malu.

"Kamu sangat tidak tau malu untuk mengatakan itu, Rik,"

"Udah lah pak polisi. Semua juga udah pada tau kalo bapak itu doyan kontol, kan!" kataku.

"Semua?" Pak Hendro menggeser duduknya mendekat ke arahku, lalu tangan kanannya menarik kerah bajuku ke arahnya. "Kamu sudah cerita ke siapa saja soal ini?" tanyanya dengan nada kasar.

"Aww, lepaskan bajuku!" kataku.

"Jawab dulu pertanyaan saya! Cindy sudah tahu soal ini?" tanyanya.

"Nggak. Cindy belum tahu!" jawabku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunset View HotelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang