Pandangan Kalea mengabur oleh air mata.Dia membelokkan setir, menarik napas dalam. Tak biasanya menjadi emosional oleh berita yang belum tentu benar. Sesuatu tentang lekaki ini membuatnya banyak merasakan hal yang tak biasa. Entah kenapa membayangkan tak akan bertemu lagi membuat seluruh dirinya gelisah.
Apalagi karena banyak terima kasih yang belum sempat ia katakan.
Ding! Radar di dashboard berkedip. Mustang memasuki kompleks bekas pabrik, melewati petak-petak bangunan kusam yang dikelilingi sampah karet dan tumpukan ban. Kalea parkir di depan gudang besar. Melangkah mengikuti arahan radar di jam tangan. Pintu gudangnya digembok, dia pun menyikut jendela di sampingnya sampai pecah lalu merunduk masuk.
Hanya ada ruangan gelap dengan ban berserakan. Dia fokus hingga terdengar dengung pelan, ditambah listrik sesekali memercik di depannya, di tengah kekosongan. Tanpa ragu ia meraih ke depan.
Kilat merah menyetrum, terlihat tangannya menembus pagar tak kasat mata. "Hm. Pagar Fotostatis dilindungi setrum radiasi. Ini seperti Mimicry Veil versi raksasa. Pasti mahal."
Kilat menyetrumnya dari segala arah seiring ia menembus pagar itu. Sedetik kemudian ia ada di ruangan berdinding kayu mengkilap, sebuah pertigaan. Dia maju, melihat pelat-pelat emas terpasang di sepanjang dinding lorong, bertuliskan nama anggota keluarga Rajasa. Dari Wisnu Rajasa—penemu Rajasa Corp—sampai yang termuda, Rafa. Di ujung terdapat tangga keramik melingkar ke bawah, chandelier keemasan menggantung di atasnya.
"Tempat apa ini?" bisiknya, ngeri.
"Bagaimana kau bisa masuk?!" sentak suara di belakang.
Kalea berbalik, langsung merunduk dan parang melesat melewati kepalanya. Itu Zara, berlari dengan tatapan ganas, memutar parang di satu tangan.
"Saberion hina!" teriaknya. "Sejak ada kau hidup dan bisnis Rafa berantakan."
Kalea mendengus. "Kalau gitu impas."
Dia menendang tapi Zara tangkis kakinya. Sambil berteriak kesal Zara menebas parang berkali-kali, Kalea mundur menghalangi wajah. Parang lolos sekali mengenai lengannya, darah perak pun menitik di lantai. Lalu ia mengerang karena pipinya tergores sedikit, tepat di bawah bekas jahitannya.
Sekarang Kalea kesal. Zara menusuk tapi ia tangkap bilahnya di antara dua tangan, menahannya. Dia angkat alis, menendang dagu Zara sampai ia terdorong dan parangnya jatuh. Lalu menyikut wajahnya sampai mimisan.
"Dengar." Kalea jambak rambut Zara, menahan kepalanya di dinding. "Aku kemari bukan untuk berkelahi."
Zara tertawa. "Saberion cinta perkelahian!"
Kalea hantam kepala Zara ke dinding. "Aku hanya ingin tau—"
"Soal Rafandy?" sahut suara pria nge-bass di belakang.
Kalea mengejang, berbalik. Terlihat pria bongsor botak itu menaruh dua tangan di belakang, menatap datar.
"Dom," kata Kalea. Segera ia lepas Zara lalu mengangkat dua tangan. "Maaf menerobos kemari."
"Tempat ini dipenuhi pengawal Rajasa. Kau ingin cari mati?"
Kalea menggeleng. "Hanya ingin tau kebenaran soal Rafa. Itu saja"
Dom bertatap sedetik dengan Zara yang masih menggeram kesal. Entah kenapa kesangaran di mata besar Dom berganti jadi emosi lain, seakan ia lega. Dia mengangguk lalu berbalik. "Ikut aku. Nona Zara silakan kembali ke posmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA - The Series
Acción(Completed) (BOOK 1 & 2) Diawali penjarahan dan pembunuhan berantai di Jakarta. Kalea, mantan kadet pembunuh terlatih, bergabung dengan organisasi rahasia untuk menangani kasus ini. Seiring ia mendalaminya terkuaklah berbagai fakta dan kejadian di...