Aku bergegas menyetop taksi setelah berjalan agak jauh dari pintu kedatangan. Tak ku pedulikan teriakan si Paijo yang memanggilku berulang ulang. Malas sekali melihat dua makhluk astral yang saling menyapaku dengan kata kata Mama seraya mengerling jail didepanku.
Bukan baper atau aku ge er ya digoda 2 cowok ganteng tadi. Cuma aku itu bukan perempuan yang bisa sabar dengan keabsurdan cowok cowok gaje itu. Yaa agak agak baper juga sih sebenarnya tapi aku mencoba menghempaskannya jauh jauh. Siapa eloo Saras? Sadar diri gitu.
Sepanjang di dalam taksi, ponselku tak berhenti berdering dan memunculkan nama Altaf dilayarnya. Pasti dia lagi kebakaran jenggot deh sekarang, Niatnya jemput koq malah ditinggalin, ahh Bodo amat.
Aku menelfon mas Navin untuk menanyakan tentang rumah sakit Ayah dirawat. Usai mendapatkan infonya, langsung saja aku mematikan total ponselku. Bunyi bunyi terus bikin kesal.
Eehhh ya ampun, tetiba aku teringat kalau aku belum mengucapkan makasih soal tiket first classku sama si bapak tajir itu. Lupa banget. Hadeuhh.. kesannya aku gak berterima kasih banget inih. Tapi nantilah aku titip makasihnya via Prita saja.
Jalanan malam ini Jakarta cukup ramai tapi tidak begitu padat. Mungkin karena sudah jam 9 lewat jadi arus pulang kantor sudah berkurang.
Taksi membawaku ke RS Andromeda dan berhenti tepat di lobi rumah sakit itu. Bergegas aku membayar ongkosnya dan menyeret koper serta ranselku ke arah lift.
Kamar 303. Ini kamar Ayah yang tadi disebutkan mas Navin. Aku mengetuk sebentar lalu membuka pintu ruangan dengan perlahan.
Tampak mas Navin terlihat sedang sholat dengan Ayah yang terbaring pucat di ranjangnya. Ada 2 selang yang menempel ditubuhnya yang kurus. Selang Infusan di tangan kiri dan selang oksigen di hidungnya.
Ya Allah, mataku langsung nanar seketika dan bergegas memeluk Ayah dengan erat.
Aku menangis lirih dan menatapi wajah Ayah dengan pipi yang basah dikiri kananku. Tanganku mengelus dada tuanya dan bibirku mendoakan khusyu untuk kesembuhannya.
"Saras..."
Aku melihat Ayah membuka matanya dan menyebutkan namaku dengan lembut.
"Ayaaahh..." pekikku dan kembali memeluknya erat.
"Kolokannya muncul deh tu Yah.." celetukan Mas Navin menganggu acara pelukanku. Rupanya dia sudah kelar sholatnya.
Aku hanya mencebik kesal ke arahnya tapi tetap memeluk tubuh Ayah dengan erat.
"Kamu bukannya dijemput Altaf ? Mana dia?"
Ish mas Navin, ngapain nyebut nyebut nama si Paijo?
"Aku tinggalin.. reseek.." kataku malas
Mas Navin terdengar tertawa kecil.
"Kamu udah makan ?" Ayah menatapku sambil mengelus kepalaku yang tertutup hijab.
"Tadi udah dipesawat Yah.. Ayah gimana kondisinya? Sudah membaik?"
Ayah mengangguk pelan.
"Dek.. udahan peluk Ayahnya. Kasian itu.." mas Navin menepuk nepuk bahuku agar bangun.
Pelan pelan aku melepaskan pelukanku lalu menatap wajah Ayah yang tampak lemah dan terlihat lebih tua dibanding sebelum aku pergi.
"Kamu cuci muka atau mandi sana. Ada air hangat. Biar istirahat dulu.." lanjut kakakku itu
Aku menggeleng pelan lalu beranjak duduk di kursi disebelah ranjang Ayah.
"Aku dapet tiket yang bisa tidur nyenyak Mas. Prita yang beliin tiketku.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang Love Story (END)
ChickLitSarasita Khadijah, seorang owner biro jodoh Islami, jatuh cinta kepada teman satu kantornya seorang profesional IT. Sayangnya cinta Saras tak bersambut karena ternyata Altaf menyukai sahabat Saras. Rasa Sakit hati menyebabkan ia pergi sejenak ke Lo...