Saat itu kita memang belum mampu mempunyai cukup uang untuk bepergian menggunakan kendaraan roda empat. Tapi selalu ku coba untuk meminjam kendaraan orang tuaku. Tidak jarang juga mereka menolaknya. Karna mereka mengkhawatirkan keselamatan kita saat berkendara. Mereka memikirkan kalau saja kita sedang berbincang hebat saat berkendara sehingga tidak terlalu fokus dengan situasi jalanan. Jadi mau tidak mau kita pergi menggunakan kendaraan roda dua. Memakai pakaian serasi kita. Serba hitam dengan hanya berlapis sweater tipis ku. Kamu dengan jaket kulit hitam andalanmu.
Malam Ku juga sudah tidak seindah saat bersamamu. Sudah tidak ada lagi yang menghalangi dinginnya angin malam. Sudah tidak ada lagi bahu hangatmu yang selalu kupakai untuk bersandar. Lalu yang ku tau kini hanya kesedihan yang tak berujung. Bendungan air mata yang terkadang tumpah melewati hidung pesek ku. Iya, hidungku yang selalu jadi pembahasan mu kalau saja kamu sedang berusaha membuatku kesal.
Seperti kataku kemarin. Sudah tidak ada lagi kata menyenangkan untuk siang. Selalu saja kekesalanku tumpah saat matahari sedang berada pada puncaknya. Apalagi ditambah kemacetan di kotaku yang sudah sangat parah sekali. Untungnya aku sudah cukup melatih kesabaran ku. Sabar seperti dimana ketika harus menunggu kabarmu yang jauh disana. Sabar juga dengan penantian panjang akan kepulanganmu itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sama-sama, Rindu.
RomanceTeruntuk seseorang yang sangat ingin bertemu dengan ku. Iya, kamu, yang sengaja menulis puisi itu hanya untuk membuat ku mengingatmu kembali. Kisah kasih yang tak pernah pudar. Warna warni mu yang selalu melekat. Outfit hitam penarik pandangan. Seny...