Bagian 10

6 0 0
                                    

Sebagian besar kami kaum wanita pasti menggunakan perasaan lebih dulu ketimbang logika. Karna kami makhluk yang lemah. Dibandingkan kalian kaum pria yang mementingkan logika daripada perasaan. Tidak salah keduanya memang. Tapi itu cukup menjadikan perdebatan hebat dikala saat sedang berargumen. Seperti saja saat pertengkaran kita yang cukup sering itu. Selalu saja kamu salahkan aku. Memang bukan salahmu juga untuk apa meminta maaf. Tapi yang aku ingin, kamu menenangkanku. Bukan malah menyalahkanku.

Melihatmu dengan tenang dan diam adalah hal terindah yang pernah kumiliki saat itu. Saat dimana kamu sering kali menyikapi suatu masalah dengan tenang sekali. Sehingga tidak ada rentetan masalah berikutnya yang terjadi. Sesederhana itu bahagiaku. Memandangi tingkah lakumu. Memelukmu tiba-tiba. Membisikkan kata mesra yang selalu ku ucap saat sedang memelukmu.

Waktu memang sangat cepat berlalu. Rasanya seperti baru kemarin kamu datang untuk menemuiku yang terakhir kalinya sebelum akhirnya perpisahan kita untuk terakhir kalinya benar-benar terjadi. Kamu yang dengan tiba-tiba datang tanpa mengabariku untuk pulang. Aku yang dengan tidak siap menerima kedatanganmu. Kalau saja waktu itu bisa ku ulangi kembali. Pasti tidak akan jadi seperti ini akhirnya sekarang. Tapi biarlah ku tanggung semuanya. Toh juga ini semua kesalahanku.

Sudah dulu ya berbicara tentang kita. Aku yang sekarang sudah merelakanmu untuk benar-benar pergi. Jangan sampai nanti ku tarik lagi semua perkataan ku. Aku tidak mau ada pertengkaran diantara kita. Aku menulis surat ini hanya untuk memberimu ketenangan. Supaya kamu benar-benar bisa merelakan kepergian ku. Tidak lagi menyalahkan dirimu saja. Tidak lagi meminta waktu untuk kembali pada saat itu. Saat dimana kamu dan aku terjebak dalam situasi yang harus memilih antara bertahan atau berpisah.

Sama-sama, Rindu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang