"Iya, bo-boleh, sekali lagi terima kasih ya."
Lelaki berkumis tipis itu pun berlalu tanpa sempat kutahu siapa namanya.
***
Aku menyentuh layar handphone dan mencari kontak dengan nama Tsania. Sambungan telepon pun tersambung.
"Assalamualaikum, Tsan. Kamu di mana sih? Aku dari tadi nyariin kok ga ada?"
"Waalaikumsalam, Qi. Aduh maaf banget aku lupa ngabarin kamu. Tadi Windy udah sampe sini, eh malah sakit perut. Jadi dia ngajak aku buru-buru balik ke rumah, padahal aku lagi asik nyari buku."
"Yaampun, Tsan. Kamu mah tega deh ninggalin aku pulang sendirian," ucapku sedikit kesal.
"Pesen ojek online buruan deh, keburu hujan ntar susah kamu pulang. Soalnya di jalan tadi udah mendung."
"Huuh, iya deh iya, Tsan. Yauda ya, assalamualaikum."
Klik. Telepon diakhiri.
***
Aku teringat akan tas belanjaku yang berisi dua buah buku belajar memasak. Ternyata tas itu masih tergeletak di tempat aku bersembunyi tadi. Kulangkahkan kakiku ke arah kassa untuk membayarnya. Sayang juga sudah jauh-jauh ke sini tapi tidak jadi membeli buku.
Setibanya di kassa dan membayar dengan sejumlah uang, aku baru sadar kalau buku yang dimasukkan oleh kasir bukanlah buku yang aku pilih.
"Loh, ini bukan buku saya, Teh. Saya itu tadi ambilnya buku memasak."
"Maaf, Kak tapi buku ini ada di dalam tas belanja yang Kakak serahkan tadi."
"Ha? Kok bisa sih. Bisa dibatalkan aja gak, Teh?"
"Sekali lagi maaf Kak, barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan lagi."
Huuft, bagaimana mungkin aku bisa salah ambil tas belanja. Jangan-jangan orang yang punya tas ini lagi kebingungan mencari. Eh tapi, apa tas belanjaku tertukar dengan lelaki yang menolongku tadi? Aku terus saja berpikir begitu. Aduuh, gimana ya. Masih di sini ga ya orang tadi? pikirku.
***
Entah sudah kali ke berapa aku memesan ojek online. Tetap tidak ada driver yang mengambil orderan-ku. Mungkin karena hari sedang hujan, jadi permintaan ojek online pun meningkat. Kalau pun dapat driver, eh harganya naik dua kali lipat bahkan ada yang lebih.
Aku berdiam diri di pojokan, bersama pengunjung lainnya yang juga berteduh di depan toko buku sambil menunggu jemputan.
Di sebelahku ada sepasang kekasih yang saling berpegangan tangan, lalu ada sepasang suami istri yang sedang menggendong anaknya. Di bagian depan tampak satu keluarga dengan tiga orang anak sedang menaiki mobil. Mungkin itu taksi online pesanan mereka. Beruntungnya mereka telah mendapatkan driver. Mobil itu pun melaju menembus derasnya hujan.
Aku merasa seorang diri di sini. Tanpa siapa pun yang bisa kuajak berbincang. Tapi tiba-tiba pikiranku kembali pada lelaki misterius yang tadi berani-beraninya mencengkeram tanganku. Mau apa dia? Apakah dia sudah pergi dari tempat ini? Atau jangan-jangan masih memantauku dari kejauhan?
Mataku menelusuri ke segala arah, memastikan orang-orang di sekitarku. Aman. Tidak ada lelaki aneh itu.
Lalu seseorang dari arah belakang berdiri di sampingku, Ia menelepon entah dengan siapa.
"Sebentar lagi Aa pulang, ini masih nunggu hujan reda dulu."
"Jangan kemana-mana, Aa bawakan sesuatu buat kamu nih."
Lelaki itu lalu memasukkan handphone ke dalam saku celananya.
Aku terlalu kepo untuk mengetahui siapa orang yang baru saja menelepon itu. Maka kulihat ke arah samping.
Mataku seketika membulat dan wajahku bersemu merah. Ia ternyata lelaki yang menolongku tadi. Aku malu sekali rasanya, gara-gara adegan menangis dan memohon padanya tadi.Kualihkan lagi pandanganku ke depan dan berpura-pura batuk. Kugeser sedikit demi sedikit kakiku hingga mentok ke ujung tembok, berniat menjauh dari orang itu.
***
"Hallo pak, udah di mana ya? Saya nunggu di depan toko buku Jendela Dunia ya. Loh? Kok dicancel pak? Saya udah nungguin dari tadi. Hallo..hallo."
Aku mendengus kesal. Bapak itu membatalkan pesanan taksi online-ku begitu saja.
Orang-orang yang berdiri di sekitarku sudah mulai berkurang. Satu per satu telah berhasil pulang.
Aku baru sadar, tinggal ada aku dan lelaki berkumis tipis yang berdiri di sini. Seketika suasana menjadi terasa canggung. Hujan yang kian deras menemani kami. Dingin. Aku menarik lengan bajuku agar menutupi telapak tangan yang kedinginan.
Lelaki itu tetap stay cool di posisinya, memandang jalanan basah di depan sana. Ia mengenakan jaket hoodie berwarna abu, di tangannya ada sekantong plastik berisi buku. Buku? Aku jadi penasaran apakah benar bukuku tertukar dengan bukunya?
Aku berusaha melirik ke celah kantong yang terbuka. Mana tahu judul buku di dalamnya sedikit terbaca. Tanpa kusadar, lama kelamaan aku semakin bergeser ke arah lelaki itu sambil terus melirik celah kantong. Duh cuma kelihatan huruf awalnya saja.
"Eheem.."
Aku kaget saat Ia berdeham.
"Butuh bantuan aku lagi?" ucapnya datar.
"Oh, engga," jawabku gugup.
"Terus?
"Engga ada terusannya," jawabku asal yang ditatap bingung oleh lelaki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saqilla & Alva
RomansaKamu, layaknya sebuah buku. Aku harus membaca lembar demi lembar kepribadianmu untuk mengetahui perasaanmu yang sebenarnya. Sikapmu yang berubah-ubah membuatku bingung. Apa kau sedang peduli padaku? Apa kau sedang mengkhawatirkanku? -Saqilla Jik...