Chapter 1.4 : Burung Dalam Sangkar

170 54 26
                                    

Sesampainya di depan kantor.

“Kalau begitu, aku duluan ya. Ichinose-kun ada perlu ke ruangan Bu Aikawa, ‘kan?”

“Iya,” Haruki mengangguk.

Reiha menundukan kepala sebagai tanda terima kasih atas pertolongan tadi. Ia pun kini beranjak masuk ke dalam kantor yang lalu disusul oleh Haruki.

Karena masih baru di sekolah, pemuda ini nampak menanyakan lokasi ruang Bu Aikawa kepada beberapa guru yang ia temui.

Cek Vote! Dan akhirnya ia pun menemukannya.

Ruang Aikawa Akio

Itulah nama yang terpampang di papan kayu di samping kanan pintu ruangan.

Saat Haruki mencoba untuk mengetuk pintu, muncullah Ketua OSIS dari baliknya.

Melihat ada seseorang di depannya, gadis ini tampak tidak begitu peduli, ia hanya menundukan kepalanya dengan sopan dan kemudian pergi dari hadapan Haruki. Haruki pun sama, ia hanya menunjukkan rasa hormatnya dengan menundukkan kepalanya kepada gadis yang sudah pergi dari hadapannya itu.

“Menghormati dibalas menghormati, begitu pun sebaliknya” itulah prinsip baru yang dipelajari Haruki dari seseorang yang ia kenal.

Duk! Duk! Duk!

“Permisi, Haruki di sini!”

“Masuklah!” suara seseorang dari dalam pun terdengar, mempersilahkan pemuda ini untuk masuk.

Setelah masuk, Haruki melihat seorang wanita berkecamata, tengah bersandar membelakangi meja kerjanya sembari memegang secangkir kopi hangat yang baru diseduh.

“Akhirnya kamu datang juga, Haru.”

Orang yang memanggil 'Haru' tersebut adalah Aikawa, lebih tepat walinya Haruki. Sambil melihat tamunya, nampak gurunya ini memiliki penampilan yang sedikit berbeda dari guru lainnya.

Dengan surai hitam pekat nan panjang itu menambahkan citranya sebagai seorang guru, apalagi kacamatanya. Yang membedakan, hanyalah kemaja putih yang begitu panjang sampai ke lutut layaknya seorang dokter. Sisanya sama persis guru-guru pada umumnya.

“Jadi? Kenapa saya dipanggil ke sini?”

“Jangan dingin begitu. Tanpa aku panggil pun, kamu pasti akan datang ke sini, ‘kan?” tebak Aikawa dengan mengedipkan sebelah mata kanannya.

Mendengar tebakan itu, Haruki hanya bisa menatap datar wajah walinya ini dengan menyembunyikan rasa kesalnya.

Kemudian ia mengambil sesuatu dari balik kantong saku celananya.

“Ini,”

Tampaknya itu adalah sebuah tempat pil obat yang isinya kosong.

“Ah, letakkan aja di meja sana, nanti aku buat lagi fil obatnya. Kalau dipikir-pikir ... kenapa bisa cepat sekali habisnya, Haru?”

“Entahlah.”

Menanggapi respon datar Haruki, Aikawa hanya bisa tersenyum kecil. Baginya, hal tersebut sudah dapat menjadi kesenangan tersendiri. Itulah yang membuatnya tersenyum.

Last Period : Struggle Of Future WizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang