5

1.7K 245 0
                                    

***

"Ya! Icha! Kau sudah membuat laporan kemarin?!" seru seorang pria kepada gadis di depannya. Pria itu terus saja mengulang ucapannya– kau sudah melakukan ini? Kau sudah melakukan itu? Tolong kerjakan ini! Tolong kerjakan itu– ulangnya setiap hari.

Bagi sebagian besar orang, ucapan-ucapan itu wajar saja diucapkan. Terkadang mereka mengatakannya dengan sopan, terkadang sedikit memaksa dan di lain waktu terasa menyebalkan. Tapi ucapan itu tidak bisa ia hindari. Setiap kali ia bertemu seseorang, rasanya seolah semua orang tengah memerintahnya. Apa aku memang dilahirkan sebagai seorang pesuruh? Pikirnya. Orang-orang yang dilahirkan dengan gelimang harta, pasti sangat beruntung, tidak ada yang menyuruh mereka melakukan ini dan itu.

Setidaknya itu yang ada di kepalanya sampai pada suatu sore ia mampir ke toko pakaian bekas, melihat-lihat beberapa pakaian bekas dan menemukan selembar surat disana.

Hanya aku, atau semua orang merasakan ini? Ada satu waktu dimana semua orang rasanya tengah memerintahku. Bahkan seorang pelayan cafe menyuruhku memesan latte hangat disaat aku ingin minum segelas es kopi di hari yang dingin.

Jangan pulang terlalu malam.

Jangan memakai pakaian itu.

Jangan menulis itu.

Jangan membaca itu.

Jangan makan itu.

Jangan membeli itu.

Jangan beralasan, ini demi kebaikanmu.

Jangan pergi kesana, bagaimana kalau bla bla bla.

Daripada pergi kesana, lebih baik kau pulang dan bla bla bla.

Daripada menulis hal itu, lebih baik kau bla bla bla.

Daripada makan itu, lebih baik bla bla bla.

Daripada memendamnya sendirian, ungkapkan saja.

Kenapa semua orang melarangku melakukan apa yang ku inginkan?

Kenapa semua orang merasa tahu apa yang terbaik untukku?

Kalau memang begitu, kenapa mereka tidak menjadi diriku saja? Aku bisa mati dan mereka bisa menggantikanku.

Aku pasti sudah gila. Sekarang ada puluhan adegan kematian dalam kepalaku. Aku harap akan ada seseorang yang memahami perasaanku.

"Aku memahamimu," gumam si penemu surat itu. "Senang rasanya ada seseorang yang merasakan hal yang sama denganku. Semoga kau baik-baik saja disana," lanjutnya yang sekarang menyimpan kembali surat itu dalam sakunya.

"Belum ada model pakaian yang ku butuhkan, terimakasih, aku akan datang lagi lain kali," tambah gadis yang sekarang berjalan keluar dari toko pakaian bekas itu.

***

Suicide LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang