9

1.4K 234 3
                                    

***

Siang ini, Lisa baru saja mengunggah fotonya sedang berdiri sendirian di jembatan. Gadis itu mengambil sendiri fotonya, kemudian mengunggahnya. Kebetulan sekali, saat Lisa mengunggah foto itu, Jiyong langsung melihatnya. Jiyong bergegas menelepon Lisa, ada rasa khawatir dalam dadanya. Gadis itu tidak akan melompat, seru Jiyong, berulang-ulang dalam kepalanya sembari menunggu Lisa menjawab teleponnya.

"Aku menelepon karena foto yang kau unggah," ucap Jiyong setelah Lisa menyapanya siang hari ini. "Apa yang kau lakukan di jembatan itu?"

"Hanya sedang berfikir," jawab Lisa, sama sekali tidak terdengar bersemangat. Membuat rasa khawatir yang sempat pudar kembali muncul.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Uhm... Tadi aku bertemu Jo Yiseo, oppa tahu dia? Dia cukup terkenal, tapi sekarang dia berhenti jadi narablog dan bekerja di restoran DanBam," cerita Lisa, namun bukan itu inti dari ucapannya. "Tadi kami mengobrol sebentar disini. Dia bilang hidup ini melelahkan, bahkan walaupun semua orang tahu kalau mereka akan mati, mereka semua tetap berusaha keras. Dia bilang, dia tidak tahu kenapa orang-orang melakukan itu, tapi hidup jadi melelahkan karenanya. Apa oppa pernah menyesal karena sudah dilahirkan?"

"Tidak," jawab Jiyong. "Untuk apa berfikir seperti itu?"

"Tidak tahu," balas Lisa, sembari menghela nafasnya. "Kita semua tahu kalau suatu saat nanti kita akan sakit dan mati. Tapi kenapa kita harus belajar, melakukan ini dan itu sampai kita mati? Aku hanya merasa itu melelahkan."

"Lalu? Kau ingin mati?" tanya Jiyong dan Lisa tidak menjawabnya. "Akan sangat disayangkan kalau kau bunuh diri," tambah Jiyong, "bukan karena orang-orang masih membutuhkanmu, kau tidak perlu hidup untuk mereka. Bukan juga karena dunia ini masih sangat indah untuk kau tinggalkan. Tapi kau tidak tahu bagaimana rasanya mati. Bagaimana kalau kau sudah terlanjur mati tapi kemudian menyesal? Kau tidak bisa kembali hidup, walaupun ingin,"

"Aku lelah disini, tapi juga terlalu takut untuk mati," balas Lisa. "Menyedihkan sekali, sama sekali tidak punya pendirian,"

"Setiap orang punya cara yang berbeda untuk membuat keputusan," Jiyong kembali berbicara. "Karena itu membedakan orang baik dengan orang jahat terasa ambigu. Begitu juga dengan membedakan mana yang menyedihkan dan mana yang tidak,"

"Oppa tahu apa yang Yiseo eonni katakan padaku tadi?"

"Apa?"

"Kalau hidup membuatmu lelah, mati saja. Hidup adalah pilihan yang berulang, jadi kau akan terus lelah seumur hidupmu. Akan lebih baik kalau dunia segera hancur," ucap Lisa yang justru terkekeh karenanya. "Terkadang kata-kata yang jujur dan berterus terang seperti itu terdengar lebih menenangkan, setidaknya untukku,"

"Lain kali, aku akan mengatakan hal seperti itu untukmu," balas Jiyong yang tidak lama setelahnya memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu.

Kini, Lisa kembali berjalan sendirian. Ia sebrangi jembatan besar itu dengan langkah santainya. Ada helaan nafas yang terdengar berat di setiap langkahnya. "Hidup saja Lisa, jalani saja, kau sudah terlanjur hidup," gumam Lisa, menyemangati dirinya sendiri.

Gadis itu berjalan pulang ke asrama tempat ia tinggal. Ia berencana untuk segera menyelesaikan laporan magangnya– teman-temannya yang lain baru saja mulai magang semester ini. Tapi Lisa si jenius justru sudah menyelesaikan magangnya bersama beberapa seniornya. Gadis itu sedikit lebih cepat dibanding teman-teman seusianya. Di perjalanan pulang, Lisa melewati sebuah gang– dimana seorang gadis tengah dirundung oleh beberapa gadis lainnya. Lisa tidak mengenal siapa mereka, tapi pemandangan itu sedikit mengganggu untuknya. Sama seperti yang pernah Jo Yiseo lakukan pada teman-temannya beberapa tahun lalu, Lisa memakai handphonenya untuk merekam kejadian itu. Gadis itu merekam sendiri wajahnya sembari mengarahkan sedikit kameranya ke arah gadis yang tengah dirundung itu.

Jarak mereka tidak terlalu dekat, Lisa mengunggah video itu dengan keterangan kalau bus yang ia tunggu tidak juga datang– berpura-pura seolah ia tidak sengaja merekam adegan perundungan itu. Saat mengunggahnya, Lisa bahkan tidak tahu alasan gadis menyedihkan itu dirundung.

"Kalian akan membayar apa yang sudah kalian lakukan itu," gumam Lisa yang sekarang berjalan pergi meninggalkan segerombolan orang itu– tanpa melerai.

***

Suicide LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang