Waktu cepat sekali membuatmu pergi
Membuat resah seluruh hati
Hingga saat ini.
Musim masih belum berganti
Tapi rasanya, jarak kita semakin tak terdefinisi
Akankah aku rindu sendiri?
Tuan ini selalu membuat bimbang dihati
Sampai kapan kita akan berhenti?
Saling menunggu untuk sesuatu yang pasti?
Gengsi dan gengsi
Ternyata cinta kita tak lebih besar dari gengsi
Aku benci.
27 Februari 2017
Waktu terlalu serakah merenggut mu yang baru tiba dihadapanku. Merapal seluruh lelah yang kiranya dia pun tak tahu. Dari setiap kesempatan yang datang, aku hadirkan letup-letup bahagia yang samar. Mencoba menjangkau peluhmu yang menetes karena lelah menahan ragu. Resah kembali menyelimuti saat hadirmu tak lagi disini. Pergi. Dan entah kemana lagi.
Kemudian sunyi lebih sering hadir disetiap lamunan panjang malam hari. Memapah dirimu yang seolah memaksa mengetuk pintu agar bisa ku ingat selalu. Aku menggenggam hati yang semakin menjadi. Keinginan ku untuk menemuimu seolah sudah kehilangan akal, namun tak bisa ku sangkal.
Rindu...
Ya, aku rindu segala tentang mu yang masih kelabu. Perihal hati masih saja belum bisa ku pahami. Begitu juga kamu yang sengaja tinggal pada setiap harap yang ditebar. Belum juga mengadu, kamu sudah kurang ajar menyemai harapan penuh debar.
Untai demi untai kalimat panjang. Mengalun lembut, disusun sesuai perasaan yang bimbang. Jarak demi jarak yang ku hitung. Menggoyahkan percaya akan segala rasa yang hadir antara kita. Sanggupkah aku memikirkannya? Mengenalmu saja telah buatku tak karuan. Bagaimana bisa, aku melihatmu sebagai sebuah harapan? Sungguh, aku keliru hanya karena satu tatapan.
Dari binar matamu, ku lihat percik kesempatan seolah memberi restu. Mempersilahkan hati untuk memilihmu. Menegaskan diri bahwa kamu juga miliki rasa yang sama denganku. Entahlah, hati keliru atau tidak. Bagiku sama saja. Kamu masih ada dan menjadi bagian yang paling membahagiakan sampai saat ini.
Malam-malam dengan suasana syahdu di kamarku tak lagi sama. Semua penuh tentangmu yang tak bisa ku terka. Ada apa? Aku selalu terhenti pada pertanyaan-pertanyaan yang ku lontarkan sendiri, lalu tak ada jawaban yang ku dapat karena semua bertumpu padamu yang masih pekat.
Sungguh, jika kamu melihat setiap hari bagaimana aku yang kelimpungan sendiri. Mencari sosokmu yang belum juga tertangkap sepasang mata ini. Menghalalkan segala cara demi menemuimu yang entah dimana. Sungguh, jika kamu ada disetiap malam ku, kamu akan temui segala yang tak pernah kamu ketahui. Hanya karena dirimu kini yang ada dihati. Meski belum ku tegaskan, bahwa perasaan sepenuhnya milikmu seorang.
Angan semakin tinggi membayang. Mengembalikannya ke tempat semula membutuhkan usaha cukup keras. Karena bagiku, memimpikanmu adalah yang terindah dari sekian khayalan penciptaanku yang tak nyata, bahkan hampir keliru. Diam-diam ku temui Tuhanku lalu ku adukan kamu sebagaimana perbuatan yang telah dilakukan. Mencuri hati seseorang.
Karena mengakui perasaan begitu berat dilakukan. Karena yang ada dihati tak juga mengerti. Dari diri yang paling dalam seolah berbisik halus. Meminta untuk bicara dan didengar oleh telinga. Namun aku masih abai, karena keberanianku belum cukup untuk ketahui apa yang sesungguhnya terjadi pada hati ini.
--
Ada sunyi yang terdengar nyaring di telinga. Menggema memenuhi ruang hampa yang tak kau kunjungi juga. Tergeletak sudah rindu yang dibiarkan menunggu. Dibisikkannya satu kata yang tak kau tahu.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Akarasa
PoetryRasa itu menguat setiap waktu. Menagih segala ingin yang telah lama dibawa angin. Mempuisikan kamu setiap kali hati merasa sepi. Atau bahagia sedang menjadi-jadi. Atau pun lara yang tak sengaja mampir agar seimbang dengan bahagia. Menarik perhatianm...