6

54 2 2
                                    

Hempaskan,

lalu buang.

Kubur dalam-dalam,

dan tinggalkan.

Tersenyum lebih baik lagi,

bahagiakan diri lebih dari ini.

Pelajari!

Hilang berarti pergi.

Simpulkan saja,

memang semua tak berarti selama ini.

20 Agustus 2017


Setiap hari adalah sendu bagiku. Mengharapkanmu kembali, sudah tak mungkin lagi. Kukenang segala hal yang masih tersisa, bodohnya malah menambah beban lara. Tepat pada malam itu, kamu pergi tanpa menjelaskan apapun yang buatku jadi bingung. Aku tak bisa lakukan yang kumau. Aku sadar bahwa kepergianmu adalah satu hal yang harus kuterima. Mau tak mau. Suka tidak suka. Cepat atau lambat. Untuk itu aku tak menahanmu sedikit pun, meski diri ingin menarikmu kembali.

Hari terus berlalu, tentu saja kenangan masih melekat erat pada ingatanku. Namun kehidupan tak hanya tentangmu, untuk itu aku beranikan diri untuk lanjutkan hidup tanpamu. Ya, tanpa apa-apa yang menyangkut tentangmu. Meski hari-hari yang kulewati terasa sepi dan begitu lirih. Pilu terus saja menghantamku. Namun aku yakin, semua hal yang telah kukubur dalam-dalam akan hilang tanpa dikenang.

Bagai kotak musik yang mengiringi hidupku yang sepi. Aku mencoba untuk hentikan alunannya hingga sunyi. Kututup kotak tersebut dan membungkusnya dengan rapi. Sesaat isak terdengar lebih pelan, aku melihat ke langit-langit ruang. Hening. Lalu tanpa kusadari, kotak tersebut telah kutimbun dalam tanah yang tak akan pernah kugali lagi. Langkah berat kembali kurasakan. Kotak penghias mimpi kini harus kuhapus dalam ingatan.

Aku tak kejam, bukan? Aku hanya menyelamatkan diri dari pedihnya rasa yang terlalu dalam. Jika memang tak ada rasa dalam hati, harusnya dari awal saja bicara bahwa aku keliru mengartikan diri. Kini, tentu kamu telah miliki seseorang yang lebih baik. Menerimamu dengan penuh rasa sayang. Menggenggam tanganmu dengan penuh rasa senang. Entahlah, kadang hati memukul diri sendiri dengan khayal, kamu telah bersama yang lain lagi. Katakanlah ini keliru agar aku tak jadi menyakiti diri sendiri.

Telah kuterima segala pelajaran tentang cinta. Ya, mencintaimu yang sulit untuk kuartikan dengan paksa. Sekeras apapun ku coba, tentu bagimu aku tetap bukan siapa-siapa. Aku mulai menerima keadaan. Berdamai dengan hati yang tersedu-sedan. Padanya aku bisikkan hal yang manis, bahwa mencintai bisa dengan cara apa saja walau kadang harus kecewa. Perlahan hati mengerti, keberadaanmu tak lagi berarti. Aku mulai berjalan mengarungi mimpi. Kuindahkan yang pernah kupupuk denganmu, lalu ku mulai dengan hal baru.

Aku yang keliru tak lagi mau tahu. Tentangmu biarlah hanya cerita masa lalu. Jadi biarkan aku sendiri tanpa ada bayangmu lagi. Biar pagi menghangatkan diri dengan terang sinar yang menerpa. Biar terik matahari menguapkan segala kenangan mesra. Biar malam kembali menghias bintang yang hilang. Biar temaram tak lagi terasa sendu saat tenggelam. Biar aku mencintaimu dalam diam. Biar kamu miliki bahagia bersama si penggenggam.

Hati tiba-tiba bertanya, bahagiakah kamu disana? Tanpa ada aku yang mengganggumu setiap kali menyapa? Ah! Pertanyaan-pertanyaan itu yang buatku luluh lagi tanpa sadarkan diri. Sementara kata tak mampu berbuat apa-apa. Diri tak berhak hakimi hati. Seluruhnya adalah keliru yang nampak, tanpa mau pergi dan hilangkan jejak. Sesulit itu perjuanganku menahan rindu. Menahan segala hal tentangmu. Aku benci jeruji hati yang kamu buat hingga terpaksa kutinggali.

Cerita kita terasa indah dalam ingatan kabur yang tak bisa kamu kekang sekali saja. Meski hanya aku yang mengingat penuh, bahagia akan selalu kamu ingat selamanya. Untukmu senja itu kubungkus begitu rapi. Kubawa hingga kita bertemu lagi. Cepat atau lambat semua akan tenggelam pada hening malam. Yang terdengar hanya isak tangis kepergian. Berjuang rasanya begitu melelahkan, saat tanganmu tak lagi menggenggam jemariku dengan berjuta alasan.

Dititipnya rindu pada setiap saksi bisu yang menemani langkah kita. Bahagia, duka, lara seolah memori kembali menerpa. Mencoba bahagiakan diri tanpamu lagi sungguh diluar kendali. Butuh waktu dan tak mau diburu-buru. Untuk apa cepat-cepat pergi dari kenangan indah bersamamu? Tapi bukankah sendu juga ikut membaur di dalamnya? Lalu jemariku mulai menuliskan kata. Menyapamu dalam balutan doa dan kutulis dengan sebuah tinta.

Namun pada akhirnya kamu memilih pergi meninggalkan. Bagai gemuruh yang tak pernah kubayangkan. Seolah wajahmu berpaling untuk kesekian kali dan aku tak bisa lagi menahanmu pergi. Maka meski hati belum juga rela, tapi harus kulepas segala yang pernah ada diperjalanan kita.

--

Aku melupakan masa lalu ku

Beranjak dari tempat tersendu dalam hati

Memahami apa yang sudah seharusnya terjadi

Hingga aku menjadi lupa diri.

--

AkarasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang