17

22 1 0
                                    

Menyikapinya dengan bijak.

Pahami setulus hati, redam ego sendiri.

Menyayanginya dengan berani.

Obati yang tergores, hadapi setiap proses.

Jatuh tak mati.

Menyerah yang membuatnya tak ada lagi.

22 Agustus 2018


Seperti purnama yang tak selalu terlihat indah, hati juga kadang menemukan ruang gelap yang enggan untuk diketahui orang di luar sana. Bukan hanya aku, tapi kamu, kalian, mereka, dan kita semua juga pernah ada diposisi itu. Saat kegelapan begitu pekat dan terasa dingin untuk diajak akrab, api justru lebih mudah menyala dan tersunut seperti meminta nyawa. Hingga pada akhirnya, diri sendiri lah yang bisa meredakan segalanya.

Beberapa hal memang tak bisa dihadapi dengan mudah, keadaan diri sendiri salah satunya. Ketika sedang tak terkendali, kebencian seolah menguasai diri, hingga amarah menjadi tempat paling nyaman untuk memuntahkan segala egois hati. Lalu, penyesalan datang dengan seribu kesalahan yang menghujani. Seolah diri dihakimi lebih buruk lagi. Waktu yang tepat untuk rasa sesal hadir dan mengumpat.

Namun pelajaran hidup selalu datang dari mana saja. Sekalipun dari yang paling tak terduga. Menjadikan diri untuk bisa lebih baik lagi dan menahan ego yang tak terkendali. Saat rasa begitu dalam, kita mencoba mencari perhatian pada kekasih pujaan. Hingga kita tak menyadari satu hal, ego masuk dengan lancang dan diam-diam. Saat itu terjadi, gejolak dada lebih dari yang kita mumpuni untuk atasi. Maka biarlah waktu yang mengobatinya tanpa perlu dipaksa berhenti.

Pada satu sisi hati yang lain, kamu mencoba menyalakan api lebih dulu hingga aku tersulut. Suasana yang tak ingin ku ulangi, ketika kita menjadi bisu tak bersua. Tentu perih menjadi rasa yang paling aku terima. Entah apa yang buatmu begitu tega. Saat-saat seperti ini yang buatku terus coba pahamimu. Tak lagi menerima dengan segala amarah yang sama, tapi aku mencoba lebih bijaksana.

Dari semua alasan yang buatku bertahan, memahamimu adalah salah satu yang buatku terus belajar. Perihal kamu yang kadang bisa saja meledak tanpa arah tujuan, atau suasana hati yang membuatku harus tertatih lagi. Kadang ego ini juga ingin meronta agar didengar olehmu disana. Tapi apa mungkin, kamu mau sisihkan waktu untuk dengarkan keluh kesahku? Maka aku memilih untuk redam segala emosi.

Bukankah menyayangimu juga perlu keberanian yang banyak? Hingga aku bisa masuk dan mengisi setiap ruang hampa dihatimu yang terlihat sibuk. Meski tak hanya aku yang inginkan kamu, tapi ketulusanku adalah satu-satunya yang tak akan pernah bisa diminta percuma. Untuk itu, aku rela berkali-kali terluka dan kembali obati setiap lara yang ada. Proses yang buatku dewasa dan kamu adalah alasan salah satunya.

Kala pijakan kaki tak lagi kuat menahan keraguan diri, atau sakit yang teramat dalam dari segala yang diutarakan. Maka satu-satunya jalan adalah tidak menyerah pada keadaan. Mencoba kokoh tak tumbang. Karena jatuh tak akan membuat diri ini mati sendiri. Ketika setiap kesempatan masih bisa diambil dan dipergunakan. Maka, aku mengambil apa yang bisa menyelamatkanku dari segala keterpurukkan. Bangkitlah, sebab menyerah hanya membuat menderita lebih nyata terasa.

--

Yang paling disesali dalam hidup adalah menyerah.

Keadaan tak membuatmu mati begitu saja.

Berjuanglah.

--

AkarasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang