|8|Gardenia🌺

95 3 0
                                    

"Selamat ulang tahun, Denia!"

Denia yang sedang asik mengikat rambutnya langsung menoleh ke arah 2 orang cewek yang berada di ambang pintu kamarnya sembari memegang kue tart coklat dengan lilin membentuk angka 17 di atasnya.

Denia yang tersentak kaget langsung bangkit dan berjalan ke arah mereka. "Kok kalian ada di sini?" Tanyanya dengan tampang tak percaya.

Seli menyerahkan kuenya pada Iris lalu merangkul pundak Denia. "Karena hari ini ulang tahun lo."

Denia mengerutkan alisnya sambil menatap Iris dan Seli secara bergantian. "Ini beneran kalian 'kan?" Seli dan Iris langsung mengangguk mantap. "Ja-jadi kalian gak marah sama gue?"

"Enggak lah, Den. Masa iya kita bisa marah sama lo! Apapun yang ada di dalam diri lo, kita akan selalu nerima semua itu apa adanya. Kita udah sahabatan dari kelas 10, masa iya kita tega ninggalin lo. Apapun rintangannya, dan apapun hambatannya, kita harus sama-sama."

Denia merasa terharu, satu bulir air matanya turun membasahi pipi. "Kemarin kalian jahat banget sama gue. Kalian tau? Saat gak ada kalian, gue ngerasa gak ada harapan hidup lagi. Kalian jahat banget sama gue."

"Denia, kemarin itu kita lagi rencanain ulang tahun lo. Lagipula mana mungkin kita sejahat itu sama lo." Tangan putih Seli terangkat untuk mengusap air mata Denia lalu menepuk pipinya pelan sambil terkekeh. "Jangan lebay! Kalo nangis kayak gini, lo bukan Denia yang kita kenal."

Denia menarik nafasnya panjang lalu menghempaskannya kembali. "Makasih, kalian emang sahabat terbaik gue." Kemudian Denia memeluk Iris dan Seli ke dalam satu dekapan.

"Kita sahabat, Den. Jadi, no thanks, no sorry, we are here for you." Ucap Iris dengan senyum kecil yang mengembang di wajahnya. "Yaudah, tiup dulu lilinnya. Nanti keburu meleleh," ucapnya lagi sambil mengambil kue yang sempat ia simpan di atas ranjang kecil Denia.

Denia menatap lilin angka 17 itu tanpa celah. Tak terasa, ternyata ia sudah hidup selama itu. Denia teringat pula tentang apa saja penderitaan yang pernah dialaminya, bagi Denia semua itu terlalu banyak hingga tak dapat terhitung.

Saat Denia meniup lilinnya, api yang awalnya menyala menjadi padam. Bahkan semuanya ikut padam, Iris dan Seli mulai pudar dari pandangannya.  Setelah beberapa detik kemudian, Denia kembali membuka matanya dan ternyata semua yang dilihatnya tadi itu palsu. Denia hanya bermimpi.

Sial sekali!

Denia menengok ke arah kanan dan melihat kalender yang ia dapatkan sebagai bonus tahun baru dari apotek ketika membeli obat untuk mamanya. Kalender itu merupakan satu-satunya pajangan yang ada di dinding kamar Denia.

06 Juni. Ternyata hari ini benar-benar hari ulang tahunnya. Sebuah senyuman tipis mengembang di wajah Denia. Ia berharap kalau apa yang dilihatnya dalam mimpi tadi akan menjadi kenyataan. Itu merupakan doa pertama di hari ulang tahunnya.

Semoga saja tuhan memberkahi Denia, dan akan mengabulkan doa-doanya.

🌺

"Mama, Denia berangkat sekolah dulu, ya." Pamit Denia pada Rina yang tengah duduk di atas ranjangnya.

Tapi sebelum pergi, cewek itu menyempatkan diri untuk mendekati Rina dan mengikat rambutnya yang acak-acakan. "Nanti Denia mandiin mama ya, kalo udah pulang sekolah." Ucapnya sambil memandang sang mama dengan sendu. Denia merasa tidak enak hati karena sering meninggalkan mamanya sendirian di rumah.

Tapi bagaimana lagi? Denia benar-benar harus sekolah meski biayanya sangat ranjau bagi keuangan Denia.

Andaikan kesuksesan itu tidak membutuhkan proses, sudah pasti Denia akan langsung terbang ke atas tanpa susah payah membangun dari bawah.

Miserable Gardenia [Revisi Dulu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang