12|Gardenia🌺

103 4 3
                                    

Jam pelajaran pertama sudah dimulai, tapi Denia belum juga memunculkan batang hidungnya. Hal itu membuat Danis terus-terusan melirik ke arah pintu. "Lah, tuh anak kemana?" Danis bertanya pada diri sendiri.

Danis menghela nafas, mencoba untuk menjernihkan pikirannya karena sang guru mata pelajaran biologi sudah melangkahkan kaki ke dalam kelas.

Mungkin saja Denia terlambat. Tapi apakah mungkin? Selama Danis sekolah di SMA Naiza, Danis benar-benar tahu kalau Denia itu tidak pernah terlambat atau bahkan selalu datang lebih pagi dari pada yang lain.

Hingga bel pulang sekolah berdering, Danis buru-buru bangkit dari duduknya lalu keluar kelas usai menggendong ransel coklat kopinya.

Ada perasaan bimbang yang hinggap di lubuk hatinya. Danis takut jika alasan Denia tidak sekolah adalah karena perihal kemarin. Dimana Danis yang tidak sengaja mendorong mama Denia karena saat itu ia kaget melihat Denia sedang dicekik.

Tapi sungguh, Danis benar-benar tidak sengaja melakukannya.

"Denia," panggil Danis lewat pintu kayu coklat yang berada di hadapannya. "Den, ini gue," ujarnya sambil mengetuk pintu itu pelan.

Karena tak kunjung ada sahutan dari dalam, Danis mendorong pintunya pelan hingga terbuka. Ia memunculkan kepalanya ke dalam, melihat keadaan rumah kecil tersebut.

Tak ada siapa-siapa, kini Danis langsung masuk ke dalam. Persetan dengan yang namanya sopan-santun. Kalau keadaannya sedang begini, mau bagaimana lagi 'kan?

"Deni--" bibir Danis tak mampu melanjutkan kalimatnya lagi saat melihat Denia yang sedang menaruh telunjuknya di bibir. Danis mengerti ketika melihat Rina yang sedang tertidur di paha cewek itu. "Sorry, mungkin lain kali gue ke sini lagi."

Denia segera menyimpan kepala mamanya di bantal kemudian turun dari ranjang. "Berisik!" dengusnya saat melewati Danis yang masih bergeming di ambang pintu kamar.

"Den, kenapa lo gak sekolah?" tanya Danis saat mereka sudah berada di luar.

Denia mendelikkan matanya lalu duduk di kursi kayu yang tersedia di sana. "Ngapain lo ke sini?" tanya Denia judes

"Mau nanyain yang barusan."

"Peduli amat lo sama hidup gue."

"Lo marah sama gue?"

"Menurut lo?" Denia menaikkan kedua alisnya kemudian berdecih. "Siapa yang gak bakal marah kalo nyokapnya disakitin?"

"Tapi, Den. Malem itu gue bener-bener gak sengaj--"

"Terus, lo ngapain tiba-tiba ada di rumah gue?" Denia memandang cowok di hadapannya dengan sinis. Ketara sekali kalau Denia sangat sebal pada Danis. Jika kalian berpikir bahwa kejadian semalam itu hanyalah hal biasa, tapi bagi Denia tidak.

Jika ada seseorang yang melukai mamanya, meskipun hanya segores kuku, orang itu tidak akan pernah termaafkan.

Danis membuka ritsleting tasnya lalu mengeluarkan buku bersampul navy. "Lo ninggalin buku ini di bawah meja, kalo sampai ada yang jahilin lo lagi kayak kemarin, nanti lo harus nyalin ulang materinya 'kan? Makannya gue bawa pulang. Terus, malem itu gue mau ngembaliin ini sama lo." Danis menjelaskannya sampai tidak menarik nafas sekali pun.

Denia merebut buku tersebut sarkas tak lupa dengan lirikan sinisnya yang dipancarkan pada Danis. "Udah 'kan? Sekarang lo bisa pulang."

"Gue bakal pulang kalo lo udah gak marah lagi sama gue."

"Gak bisa," tolaknya.

"Kenapa?"

"Karena dari awal sampai sekarang pun, gue gak akan pernah bisa luluh sama sikap sok baik lo. Jadi jangan pernah berharap kalo gue bakal nganggap lo sebagai saudara gue."

Miserable Gardenia [Revisi Dulu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang