[2]

150 12 0
                                    

Dengan semangat Acel pergi ke sekolah barunya. Mengikuti MPLS hari kedua. Ia menarik napas dalam-dalam. Berharap hari ini ia akan berbahagia dan beruntung.

“ Cel, ayo kita ke aula. Kita udah telat nih!” Ajak Ayrin yang terlihat sedang tergesa-gesa diikuti kacamata tebalnya yang merosot.

“ Oh, ayo, ayo!” Acel menerima ajakan Ayrin.

Ternyata benar, di aula atas sudah banyak siswa-siswi lain yang sudah duduk manis di kursi yang telah disediakan. Sebentar lagi acara akan segera dimulai. Ketika Acel sedang berjalan menuju kursinya, tak sengaja matanya menangkap seorang murid perempuan berambut pendek yang rambutnya dikuncir satu menjulang ke atas. Posisi duduknya agak berbeda dengan teman-teman yang lainnya. Ia duduk dengan kedua kaki diangkat ke atas kursi sembari bersenandung—menikmati lagu dari earphone yang terpasang pada kedua telinganya.

Tak lama, murid perempuan itu pun langsung ditegur oleh guru yang melihatnya. Perempuan itu langsung mengerucutkan bibir. Hal itu cukup menggelitik hati Acel.  Ada-ada saja, Batinnya berkata.

Acara pun dimulai. Murid-murid dianjurkan untuk segera duduk di tempat masing-masing. Para siswa diharap mendengarkan materi yang akan diberikan oleh guru pembimbing MPLS dengan seksama.

“ Cel, ini ada titipan surat.” Panggilan Nara, teman Acel yang berada tepat di belakang Acel, membuyarkan konsentrasi Acel.

“ Hah?” Acel termenung sebentar. Lalu ia pun menerima surat itu dari tangan Nara.

Lantas ia membuka surat tersebut dengan hati-hati—surat kecil dengan berisikan secarik kertas berwarna pink didalamnya. Setelah membaca semua isi surat tersebut,  mata Acel membelalak sempurna.

“ I… ini dari siapa?” Tanya Acel terbata-bata kepada temannya yang memberikan surat tadi.

“ Dari orang itu.” Tunjuknya ke arah seorang murid lelaki yang berada di barisan paling belakang.

Teman sebelahnya menyenggol bahu Acel dengan sengaja. “ Cie, dapat surat dari siapa tuh, Cel?” Temannya itu menggoda Acel sehingga pipi milik gadis cantik itu berubah menjadi masak layaknya kepiting yang baru saja direbus.

“ Ada apa ribut-ribut?” Tanya seorang guru yang mendengar keributan di barisan paling depan itu.

Acel terdiam. Kepalanya tertunduk. Ia takut dimarahi oleh guru. Guru tersebut melihat sepucuk surat yang sedang digenggam oleh Acel. Serta-merta guru bertubuh gemuk itu langsung merebut surat dari tangan Acel.

“ Bu, jangan!” Refleks Acel terkejut. Pipinya bertambah merona.

Isi dari surat itu adalah ungkapan rasa suka dan kagum dari seorang lelaki berinisial A, si pengirim surat menuliskan inisial namanya pada akhir kalimat. Lelaki tersebut berada di barisan paling belakang.

Tanpa Acel sadari, dirinya yang tengah merasa malu dan salah tingkah itu sedang diperhatikan dari jauh oleh seorang lelaki di balik pintu aula. Memerhatikannya. Mengaguminya sambil tersenyum tipis. Dia banyak disukai orang, batin lelaki itu sambil tertunduk sedih.

***
Acel menunggu orangtuanya seorang diri di depan pintu gerbang sekolah. Papanya mengatakan bahwa ia akan menjemput Acel sepulang sekolah. Selang waktu beberapa menit, seorang lelaki berseragam putih-abu menghampiri Acel dari arah belakang.

“ Lagi nunggu siapa?” Lelaki itu bertanya dengan suara baritonnya yang khas.

“ Papa, Kak.” Acel menjawab dengan sopan. Perkiraannya, lelaki itu 2 tahun lebih tua daripada dirinya.

“ Oh,” lelaki itu bergumam. Ia masih berdiri di samping Acel.

“ Nama kamu siapa?” Tanya lelaki itu setelah beberapa detik mereka berdua saling bungkam.

“ Marcella. Panggil aja Acel.” Acel mengembangkan senyumnya.

“ Nama aku Bara,” balasnya sambil mengulurkan tangan kepada Acel.

Acel menerima uluran tangan tersebut. Ia kembali tersenyum manis.

“ Aku pulang dulu ya, Kak, udah dijemput,” pamit Acel kepada Bara.

Bara mengganguk. “Iya, hati-hati,”

Bara menatap kepergian Acel yang sedang berlari kecil menghampiri Papanya di dalam mobil. Tatapan itu tidak berubah, masih sama seperti tatapan yang ia lakukan selama dua hari ini kepada Acel. Ya, kalian tahu siapa yang selalu memerhatikan Acel akhir-akhir ini.

Salah SiapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang