[5]

88 9 1
                                    

Akhirnya Bara memberanikan diri dan menguatkan hatinya untuk mengirimkan pesan kepada Acel. Tepat saat senja mulai menenggelamkan diri, Bara mencoba untuk menyelesaikan masalah.

Bara Andreas    :     “Acel?”

Bara Andreas    :     “ Kamu lagi sibuk?”

Bara Andreas    :     “Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau balas. Aku cuma mau        minta maaf.”

Setelah beberapa menit, akhirnya ada balasan dari Acel. Bara menghela napas berat.

Marcella Adisty :     “Minta maaf kenapa?”

Bara Andreas     :     “Maaf kalau aku pernah ada salah sama kamu. Tapi jujur, aku bener-bener nggak tau apa salah aku ke kamu. Tolong kasih tau, Cel.”

Marcella Adisty :      “Enggak ada, kok.”

Bara Andreas     :      “Terus kenapa kamu berubah?”

Marcella Adisty :       “ Maksud Kakak?”

Bara Andreas     :       “ Kenapa kamu seakan jauhin aku? Kenapa kamu cuek? Kamu berubah, Cel.”

Marcella Adisty :       “Acel nggak mau Kakak sedih aja.”

Bara Andreas     :      “Malah aku sedih kalau    kamu kayak gini, Cel,”

Marcella Adisty :      “Acel nggak mau Kakak lebih sedih nantinya. Sakit berharap. Lebih baik Kakak  jauhin Acel.”

Bara Andreas     :      “Sakit berharap? Maksud kamu?”

Marcella Adisty  :      “Suatu saat, Kakak pasti mengerti maksudnya. Tolong jauhin Acel ya, Kak.”

Bara Andreas     :       “Aku menyerah kalau itu maunya kamu, Cel. Kakak janji nggak akan pernah ganggu kamu lagi.”

Percakapan mereka berdua hanya sampai disana. Acel tidak membalas pesan dari Bara, ia lebih memilih untuk menenggelamkan wajahnya yang manis dibawah bantal kesayangannya. Saat ini, yang bisa ia lakukan hanya menangis— meratapi apa yang telah terjadi.

***
Satu bulan telah berlalu. Keadaan demi keadaan telah berhasil dilewati oleh Acel dan Bara dengan kekosongan. Selalu merasa ada yang kurang setiap harinya. Keadaannya masih tetap sama. Tak ada senyuman dan tegur sapa diantara mereka berdua. Mereka saling bungkam seperti tak pernah mengenal satu sama lain. Bara hanya bisa menatap Acel dari kejauhan. Kembali seperti dulu, sejak awal pertama mereka bertemu.

Seiring berjalannya waktu, siapa yang dapat mengira bahwa Bara sudah mulai menyukai gadis lain selain Acel? Setelah sekian lama hatinya tertutup, siswi baru itu berhasil memikat hati Bara. Levina, gadis cantik yang baru pindah dari kota Bandung. Sekilas, paras wajahnya mirip dengan Acel.
Tak ayal jika Bara menyukainya. Memandang Levina, sama seperti memandang Acel.

Tak perlu waktu lama untuk mereka berdua saling dekat satu sama lain. Hari itu, tanggal 17 Juli 2014, suatu peristiwa terjadi. Peristiwa itu terjadi di tengah-tengah lapangan sekolah. Dimana terdapat dua orang yang sedang berdiri berhadapan di tempat tersebut. Menjadi presenter yang ditontoni oleh banyak siswa-siswi.
Lelaki itu adalah Bara bersama seorang gadis cantik bernama Levina.

Perlahan Bara merogoh sesuatu dari saku jaket hitamnya. Terlihat suatu benda persegi panjang dengan pita berwarna merah yang terbelit pada bagian tengahnya. Ya, benda yang baru saja dikeluarkan oleh Bara itu adalah sebatang cokelat putih. Cokelat itu ia sodorkan kepada gadis yang sedang berdiri tepat dihadapannya. Seketika, sorak-sorai para siswa mulai terdengar sangat keras. “Terima! Terima!”  Teriakan itu memenuhi seluruh sudut lapangan sekolah. Entah apa maksud Bara saat itu, menyatakan perasaankah? Atau sekadar memberi cokelat kepada gadis yang disukainya?

Salah SiapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang